JAKARTA - Di tengah arus globalisasi yang kian deras, pengakuan hukum menjadi tameng penting bagi pelestarian warisan budaya, termasuk kuliner tradisional. Kabupaten Banyuwangi membuktikan keseriusan dalam menjaga identitas lokalnya dengan berhasil mencatatkan dua makanan khas, Rujak Soto dan Kue Bagiak, sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang diakui secara resmi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Langkah ini bukan hanya sekadar meresmikan dua sajian lezat, melainkan menjadi tonggak penting dalam upaya Banyuwangi melindungi dan mempromosikan kuliner otentik warisan leluhur. Rujak Soto dan Kue Bagiak kini memiliki dasar hukum yang mengukuhkan keduanya sebagai kuliner asli Banyuwangi, sekaligus memperkuat posisi daerah ini sebagai salah satu destinasi wisata kuliner unggulan di Indonesia.
Kepastian hukum ini sejalan dengan inisiatif Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sejak 2021 untuk mendaftarkan berbagai produk budaya ke Kemenkumham. Hingga kini, sekitar 220 produk telah diajukan—mulai dari makanan tradisional, kerajinan tangan, hingga nama dagang. Beberapa produk telah resmi tercatat, sedangkan lainnya masih menunggu proses verifikasi.
“Alhamdulillah, Rujak Soto dan Kue Bagiak sudah sah diakui secara hukum berasal dari Banyuwangi. Ke depan, kita akan memfasilitasi agar kuliner dan produk-produk Banyuwangi yang lain bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum,” ungkap Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam melestarikan budaya lokal sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif.
Pengakuan ini menjadi kabar menggembirakan, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor kuliner yang selama ini menjadi ujung tombak pelestarian resep tradisional. Dengan terbitnya surat pencatatan KIK, mereka memiliki pegangan hukum yang jelas untuk memasarkan produknya secara lebih luas tanpa khawatir akan klaim sepihak pihak lain.
Secara historis, Rujak Soto merupakan kuliner unik hasil perpaduan dua sajian populer: rujak sayur dengan kuah soto khas Banyuwangi. Cita rasanya yang pedas, gurih, dan segar menjadikan makanan ini favorit masyarakat lokal maupun wisatawan. Sementara Kue Bagiak terbuat dari tepung sagu dengan tekstur renyah dan rasa manis yang khas, kerap dihidangkan saat acara penting atau dijadikan oleh-oleh khas Banyuwangi. Kedua kuliner ini bukan sekadar hidangan, tetapi simbol tradisi yang mengakar di kehidupan masyarakat.
Dengan pengakuan terbaru ini, Banyuwangi kini memiliki tujuh kuliner khas yang sudah tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal. Sebelumnya, lima makanan telah lebih dulu mendapatkan pengakuan serupa, yakni Sego Cawuk, Sego Tempong, Pecel Pitik, Ayam Kesrut, dan Pecel Rawon. Keberhasilan ini menunjukkan keseriusan daerah yang dijuluki “Sunrise of Java” tersebut dalam menjaga keunikan kuliner lokalnya.
Lebih dari sekadar urusan budaya, pencatatan KIK ini menjadi langkah strategis yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata daerah. Banyuwangi sendiri telah lama dikenal sebagai kabupaten yang agresif mengembangkan pariwisata berbasis kearifan lokal. Melalui promosi kuliner, kunjungan wisatawan diharapkan meningkat, yang pada akhirnya akan menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
Tak hanya dua makanan ini, sejumlah produk lainnya juga sedang dalam proses pencatatan, termasuk Tahu Walik dan Pindang Koyong yang diajukan pada 2023. Selain kuliner, Banyuwangi juga tengah mengurus pengakuan resmi untuk tagline promosi “The Sunrise of Java” serta event sport tourism bertaraf internasional, Tour de Banyuwangi Ijen (ITDBI). Ini menjadi bukti bahwa pemerintah daerah tak hanya fokus pada satu sektor, melainkan berupaya membangun branding daerah secara menyeluruh.
Langkah-langkah yang diambil Banyuwangi patut menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. Ketika budaya dikelola secara serius dengan perlindungan hukum, tidak hanya keaslian yang terjaga, tetapi juga memberikan kepastian bagi pengusaha lokal yang menggantungkan hidup dari produk-produk tradisional. Selain itu, kepastian hukum membantu meningkatkan nilai ekonomi dari produk budaya sehingga dapat bersaing di pasar nasional maupun internasional.
Masyarakat Banyuwangi pun menyambut baik pengakuan ini. Mereka melihatnya bukan hanya sebagai simbol kebanggaan, tetapi juga bentuk penghormatan atas warisan leluhur yang telah dijaga secara turun-temurun. “Dengan perlindungan hukum, kami semakin yakin produk-produk khas Banyuwangi akan tetap terjaga keasliannya,” ujar salah satu pelaku UMKM lokal.
Kesadaran menjaga kuliner tradisional bukan hanya soal mempertahankan resep, tetapi juga bagian dari strategi memajukan daerah melalui potensi ekonomi kreatif. Kini, Rujak Soto dan Kue Bagiak bukan sekadar makanan khas yang lezat, melainkan telah menjelma menjadi aset budaya bernilai tinggi yang diakui negara, siap mengharumkan nama Banyuwangi di tingkat nasional bahkan global.
Dengan langkah ini, Banyuwangi menegaskan diri sebagai pelopor dalam menjaga warisan kuliner sekaligus mengoptimalkannya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Warisan budaya yang terjaga dan terlindungi bukan hanya menyejahterakan satu generasi, tetapi juga memastikan cerita, nilai, dan kebanggaan daerah akan terus hidup untuk generasi mendatang.