Kesehatan

Jelang Puncak Haji 2025, Indonesia dan Malaysia Perkuat Sinergi Layanan Kesehatan untuk Jemaah

Jelang Puncak Haji 2025, Indonesia dan Malaysia Perkuat Sinergi Layanan Kesehatan untuk Jemaah
Jelang Puncak Haji 2025, Indonesia dan Malaysia Perkuat Sinergi Layanan Kesehatan untuk Jemaah

JAKARTA - Menjelang puncak pelaksanaan ibadah haji 2025 yang tinggal empat hari lagi, perhatian terhadap aspek layanan kesehatan jemaah haji semakin meningkat. Negara-negara pengirim jemaah dalam jumlah besar, seperti Indonesia dan Malaysia, memperkuat koordinasi dan kerja sama untuk memastikan kesehatan para jemaah tetap terjaga selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Pada Sabtu, 31 Mei 2025, delegasi petugas medis haji Malaysia melakukan kunjungan resmi ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah. Kunjungan ini dipimpin langsung oleh dr Shafiq Samsudin, selaku Pengarah Operasi Rombongan Haji Perubatan Malaysia. Langkah tersebut menjadi bagian dari upaya kedua negara untuk saling berbagi pengalaman dan memperkuat sinergi dalam menangani kasus-kasus kesehatan jemaah haji yang semakin kompleks, terutama di tengah regulasi ketat dari otoritas Arab Saudi.

Tantangan Regulasi dan Kuota Petugas Medis

Dalam kunjungannya, dr Shafiq mengungkapkan bahwa Malaysia, yang tahun ini mengirimkan sebanyak 31.600 jemaah haji, dihadapkan pada berbagai tantangan dalam hal penyediaan layanan kesehatan. Salah satu tantangan utama adalah kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang membatasi jumlah petugas kesehatan dari setiap negara.

“Petugas kami awalnya hanya diberi kuota di bawah 316 orang, padahal idealnya kami membutuhkan minimal satu tenaga medis untuk setiap 100 jemaah,” ujar dr Shafiq.

Ia menambahkan bahwa melalui proses negosiasi intensif, Pemerintah Malaysia akhirnya mendapat tambahan kuota petugas medis. Namun, tantangan belum selesai sampai di situ. Ia menyoroti ketatnya regulasi yang mengatur penanganan medis jemaah haji asing.

“Semua kasus medis harus dirujuk ke rumah sakit milik Pemerintah Arab Saudi. Tim medis dari negara pengirim tidak diperbolehkan melakukan penanganan langsung terhadap pasien,” jelasnya.

Menurutnya, hal ini menjadi kendala besar karena membatasi ruang gerak tenaga medis nasional dalam memberikan pertolongan cepat kepada jemaah. Situasi ini juga dirasakan oleh negara lain seperti Singapura, yang mengalami kesulitan serupa dalam menyesuaikan diri dengan aturan tersebut.

Belajar dari Pola Penanganan Indonesia

Dalam kesempatan yang sama, dr Shafiq menyatakan bahwa Malaysia ingin belajar dari pola kerja sistem kesehatan haji milik Indonesia, terutama mengenai bagaimana menangani pasien yang sudah dirujuk ke rumah sakit Arab Saudi tetapi masih membutuhkan pengawasan dari tim medis negara asal.

“Tujuan kami ingin tahu bagaimana Indonesia mengatasi situasi ini, terutama saat pasien sudah tidak berada di bawah penanganan langsung dari negara pengirim,” ungkapnya.

Strategi Kesehatan Haji Indonesia: Preventif dan Responsif

Kunjungan ini disambut baik oleh Kepala Bidang Kesehatan PPIH Arab Saudi, dr Mohammad Imran, yang menjelaskan secara rinci strategi yang diterapkan Indonesia dalam mengelola kesehatan para jemaahnya.

Menurutnya, Indonesia mengandalkan pendekatan edukatif, preventif, dan monitoring aktif melalui visitasi hotel oleh tim medis. Seluruh jemaah dipantau secara berkala, terutama mereka yang memiliki komorbid atau kondisi kesehatan yang memerlukan perhatian khusus, termasuk jemaah pasca-rawat dari rumah sakit Arab Saudi (RSAS).

“Tim medis kami secara rutin mengunjungi pemondokan jemaah untuk melakukan pemeriksaan, memberikan edukasi, dan memastikan kondisi mereka stabil menjelang puncak haji,” jelas dr Imran.

Ia menambahkan bahwa kegiatan ini dilakukan oleh dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, hingga perawat kloter yang tersebar di seluruh sektor pemondokan jemaah.

“Tujuan kami adalah memastikan bahwa jemaah tetap dalam pemantauan medis, sehingga bila ada yang membutuhkan perawatan lanjutan bisa segera dirujuk ke rumah sakit Saudi,” terangnya.

Tim Medis Kloter Diberi Tanggung Jawab Penuh

Dalam struktur layanan kesehatan haji Indonesia, tim medis kloter memiliki peran penting sebagai garda terdepan. Mereka bertugas melakukan pemantauan harian terhadap kondisi kesehatan jemaah, memberi intervensi awal saat muncul gejala, dan mengambil keputusan rujukan bila diperlukan.

“Tim medis kloter bertanggung jawab penuh dalam pengawasan jemaah mereka. Jika ada kondisi serius, rujukan ke RSAS tetap jadi pilihan utama,” tegas dr Imran.

Namun demikian, ia tidak menampik bahwa kapasitas rumah sakit Saudi juga memiliki keterbatasan, baik dari segi jumlah tempat tidur maupun tenaga medis lokal.

“Karena itu, keberadaan Klinik Kesehatan Haji Indonesia seperti KKHI menjadi sangat penting untuk meringankan beban rumah sakit Saudi,” imbuhnya.

Meskipun KKHI berperan besar dalam menjaga kestabilan kesehatan jemaah, seluruh proses penanganan tetap harus mengikuti aturan dan kebijakan dari otoritas kesehatan Arab Saudi.

“Seluruh rujukan tetap harus ke RSAS. Kami tunduk pada regulasi yang berlaku dan mengutamakan koordinasi lintas negara demi keselamatan jemaah,” ujar dr Imran menegaskan.

Kemenkes RI Kerahkan 1.050 Petugas Medis untuk Haji 2025

Sebagai bentuk komitmen penuh terhadap pelayanan kesehatan jemaah haji, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengerahkan sebanyak 1.050 petugas kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, apoteker, hingga tenaga pendukung lainnya. Dari jumlah tersebut, terdapat 28 dokter spesialis yang disebar di berbagai titik strategis untuk menangani kasus-kasus medis khusus.

Petugas ini ditugaskan untuk melayani 203.320 jemaah haji reguler Indonesia yang tersebar di Makkah, Madinah, dan wilayah Armuzna. Kehadiran tenaga medis ini dinilai krusial terutama pada saat puncak ibadah haji yang berpotensi meningkatkan kasus kelelahan, dehidrasi, hipertensi, hingga penyakit jantung.

Harapan Terhadap Sinergi Internasional

Di tengah tantangan dan regulasi yang semakin ketat, baik Indonesia maupun Malaysia sepakat bahwa sinergi antarnegara menjadi kunci keberhasilan dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi jemaah haji.

“Harapan kami, kerja sama antarnegara dapat terus diperkuat demi keselamatan dan kenyamanan seluruh jemaah,” tutup dr Imran.

Kunjungan ini tidak hanya menjadi momen diplomasi kesehatan, tetapi juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas negara dalam menghadapi dinamika pelaksanaan haji yang makin kompleks dari tahun ke tahun. Dengan sistem layanan kesehatan yang kuat dan terkoordinasi, diharapkan para jemaah dapat menjalankan ibadahnya dengan aman dan khusyuk.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index