JAKARTA — Industri perbankan syariah di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap layanan keuangan berbasis prinsip Islam. Sejak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada 1991 sebagai bank syariah pertama di tanah air, sektor ini telah berkembang pesat dan kini memegang peranan penting dalam ekosistem keuangan nasional.
Data terbaru menunjukkan bahwa pangsa pasar perbankan syariah kini mencapai 7,5% dari total industri perbankan nasional, mencerminkan peningkatan minat dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan yang berbasis syariah. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut seiring dukungan regulasi dan digitalisasi layanan keuangan.
Hal ini terungkap dalam Webinar Series on Islamic Banking and Finance: Issue and Policy. Dalam acara tersebut, Dimas Bagus Wiranatakusuma, M.Ec., Direktur International Program for Islamic Economics and Finance (IPIEF) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menegaskan bahwa industri perbankan syariah Indonesia saat ini tengah berada pada jalur pertumbuhan yang positif dan berkelanjutan.
“Berdasarkan analisis pasar per Februari 2025, bank syariah kini menguasai 7,5% pangsa pasar perbankan nasional. Ini menjadi bukti meningkatnya penerimaan dan permintaan terhadap produk keuangan syariah,” ungkap Dimas dalam paparannya.
Transformasi Digital Jadi Kunci Perluasan Akses
Pertumbuhan perbankan syariah tidak lepas dari pesatnya transformasi digital yang dilakukan oleh pelaku industri. Digitalisasi layanan membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat, terutama generasi muda, untuk terhubung dengan produk dan layanan keuangan syariah.
Layanan digital seperti mobile banking, internet banking, dan aplikasi finansial berbasis syariah terbukti mampu menjangkau masyarakat yang sebelumnya belum tersentuh layanan keuangan formal. Dimas menyebut transformasi digital ini sebagai faktor utama yang memperluas basis nasabah dan mendekatkan perbankan syariah kepada masyarakat urban dan milenial.
“Transformasi digital menjadi kunci dalam menjangkau generasi muda dan memperluas basis nasabah. Ini juga membantu menciptakan pengalaman pengguna yang lebih mudah dan efisien dalam mengakses layanan syariah,” jelas Dimas.
Regulasi Proaktif Jadi Katalis Pertumbuhan
Selain faktor internal dari pelaku industri, pertumbuhan perbankan syariah juga sangat dipengaruhi oleh dukungan regulasi dari pemerintah dan otoritas keuangan. Menurut Dimas, kebijakan yang progresif, seperti insentif pajak, penguatan literasi keuangan syariah, dan pengembangan infrastruktur hukum, telah menjadi katalis penting bagi pertumbuhan sektor ini.
Pemerintah dan Bank Indonesia terus mendorong inklusi keuangan melalui pendekatan berbasis syariah. Hal ini diwujudkan melalui regulasi yang memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, sekaligus mendorong daya saing industri perbankan syariah nasional.
“Melalui regulasi yang proaktif, insentif pajak, dan program literasi keuangan berbasis syariah, pemerintah mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Dimas.
Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) terus berperan aktif dalam memperkuat fondasi hukum dan operasional perbankan syariah. Salah satu bentuk konkret adalah peluncuran Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019–2024 dan Rencana Aksi Keuangan Syariah.
Tantangan: Edukasi dan Inovasi Produk
Meski pertumbuhan industri perbankan syariah terbilang menggembirakan, tantangan tetap membayangi. Salah satu isu krusial adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap konsep dan manfaat layanan keuangan syariah. Dimas menekankan pentingnya menangani mispersepsi terhadap produk syariah dan memperkuat strategi pemasaran yang berorientasi pada nilai (value-driven).
“Bank syariah perlu menawarkan pendekatan pemasaran yang lebih berorientasi nilai dan memperjelas keunggulan kompetitif mereka dibandingkan bank konvensional,” kata Dimas.
Ia menambahkan, salah satu tantangan besar adalah bagaimana membangun loyalitas nasabah di tengah persaingan ketat dan cepatnya perubahan preferensi masyarakat. Untuk itu, inovasi produk dan pendekatan yang lebih personal menjadi kebutuhan mendesak.
Dorongan Ekspansi ke Wilayah Terluar
Ke depan, ekspansi layanan perbankan syariah ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau menjadi prioritas utama. Banyak daerah di Indonesia, terutama di kawasan timur dan pelosok desa, belum memiliki akses terhadap layanan keuangan syariah. Padahal potensi permintaan di wilayah-wilayah ini cukup besar, terutama dari sektor mikro dan UMKM.
“Program literasi keuangan syariah harus diperkuat agar masyarakat dapat membuat keputusan keuangan yang bertanggung jawab dan berdampak positif pada pertumbuhan sektor ini,” tegas Dimas.
Ia mendorong pemerintah, pelaku industri, dan akademisi untuk berkolaborasi dalam mengembangkan strategi edukasi dan penetrasi pasar yang lebih inklusif, agar manfaat perbankan syariah benar-benar dirasakan secara luas.
Masa Depan Cerah Perbankan Syariah
Dengan pondasi yang semakin kuat dan komitmen dari berbagai pihak, perbankan syariah Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk berperan strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak hanya sebagai alternatif dari perbankan konvensional, tetapi juga sebagai pilar utama dalam mendorong keuangan inklusif dan berkelanjutan.
Industri ini juga berpotensi menjadi pemain penting dalam agenda global keuangan berkelanjutan (sustainable finance), karena prinsip syariah yang menjunjung tinggi keadilan sosial, etika bisnis, dan tanggung jawab sosial sangat sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Industri perbankan syariah di Indonesia tengah menikmati momentum positif berkat transformasi digital, dukungan regulasi progresif, serta meningkatnya kesadaran masyarakat. Meski tantangan masih ada, potensi sektor ini untuk berkembang lebih luas sangat besar. Dengan kolaborasi lintas sektor dan strategi inklusif, perbankan syariah dapat menjadi tulang punggung ekonomi syariah nasional dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia di masa depan.