ESDM

ESDM Matangkan Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Rusia di Indonesia, Target Operasi PLTN Dimajukan ke 2032

ESDM Matangkan Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Rusia di Indonesia, Target Operasi PLTN Dimajukan ke 2032
ESDM Matangkan Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Rusia di Indonesia, Target Operasi PLTN Dimajukan ke 2032

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mematangkan peluang investasi dari Rusia untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Pembahasan intensif dilakukan dalam rangkaian Pertemuan Sidang Komisi Bersama ke-13 antara Indonesia dan Rusia yang digelar di Jakarta pada Selasa, 15 April 2025.

Dalam pertemuan strategis ini, pemerintah Indonesia dan delegasi Rusia membahas sejumlah agenda penting, termasuk potensi investasi besar di sektor ketenagalistrikan dan energi, terutama dari teknologi nuklir untuk pembangkit listrik.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa Rusia sudah cukup lama menyampaikan minatnya untuk berinvestasi pada sektor PLTN di Indonesia. Namun, proyek tersebut masih berada dalam tahap penjajakan mendalam, mengingat kompleksitas dan sensitivitas yang menyertai proyek nuklir.

“Iya, sampai sekarang memang belum terealisasi. Kalau bicara nuklir itu bukan soal lambat, tapi karena kita harus mempertimbangkan secara komprehensif, termasuk aspek regulasi yang ketat,” ujar Dadan.

PLTN Masuk dalam Rencana Strategis Energi Nasional

Menurut Dadan, proyek PLTN merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah dalam menyusun transisi energi nasional. Pemerintah ingin mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mempercepat bauran energi baru terbarukan (EBT) guna mendukung target net zero emission pada tahun 2060.

Dalam dokumen Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025–2060 yang saat ini tengah disusun, pemerintah menargetkan pembangunan PLTN dapat dimulai pada periode 2029–2032. Target komersialisasi awal PLTN pun dipercepat dari sebelumnya 2039 menjadi 2032.

Hal ini ditegaskan Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI.

“Pengembangan pembangkit nuklir diupayakan percepatan pelaksanaannya di antara tahun 2029 sampai 2032,” kata Yuliot.

Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 443 gigawatt (GW) dalam kurun RUKN 2025–2060, di mana sebanyak 79 persen di antaranya akan berasal dari EBT. Pembangkit nuklir dinilai sebagai salah satu solusi strategis, terutama untuk mengatasi keterbatasan lokasi EBT lain seperti panas bumi dan hidro yang sebagian besar berada di wilayah terpencil.

Rusia Tertarik pada Proyek PLTN dan Migas Indonesia

Minat Rusia terhadap pembangunan PLTN bukan satu-satunya agenda kerja sama energi yang dibahas. Kementerian ESDM juga membuka peluang kerja sama dengan Rusia di sektor minyak dan gas (migas). Pembahasan meliputi potensi impor minyak mentah dan kelanjutan investasi perusahaan energi raksasa asal Rusia, PJSC Rosneft Oil Company, dalam megaproyek kilang minyak di Tuban, Jawa Timur.

“Semua potensi kerja sama kita eksplorasi. Ini kan antar pemerintah dan pemerintah, jadi terbuka lebar,” ucap Dadan.

Investasi Rosneft di proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban sebelumnya sempat menghadapi tantangan teknis dan administratif, namun pemerintah memastikan bahwa komitmen Rusia tetap kuat untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Konfirmasi lebih lanjut datang dari Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie. Ia menyebutkan bahwa dalam pertemuan tersebut turut hadir Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, untuk membahas peluang kerja sama lebih lanjut.

“Tadi dibicarakan beberapa proyek migas. Saya melihat mereka (delegasi Rusia) sangat fokus untuk berinvestasi di bidang migas di Indonesia, khususnya gas dan minyak,” ujar Anindya.

PLTN Jadi Bagian Strategi Transisi Energi Nasional

Pembangkit listrik tenaga nuklir kini menjadi bagian dari strategi utama pemerintah dalam upaya transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan perkembangan teknologi nuklir modern yang semakin aman dan efisien, pemerintah menilai sudah saatnya Indonesia memanfaatkan potensi energi nuklir, yang selama ini masih terbatas pada riset dan pengembangan.

Seiring dengan percepatan pembangunan PLTN, pemerintah juga tengah memperkuat kerangka regulasi, aspek keamanan, dan penerimaan publik. Selain aspek teknis dan ekonomi, pembangunan PLTN memerlukan kajian mendalam terkait risiko lingkungan, kesiapan sumber daya manusia, dan teknologi transfer dari mitra internasional.

“Nuklir tidak bisa hanya dilihat dari sisi investasi, tapi juga dari sisi integrasi teknologi dan kesiapan nasional. Itu sebabnya prosesnya panjang dan harus hati-hati,” tambah Dadan.

Target Energi 443 GW, Nuklir Didorong Jadi Solusi Tambahan

Dalam rencana nasional energi, pemerintah menargetkan bauran EBT mencapai 79 persen dari total kapasitas pembangkit listrik 443 GW. Target ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada tahun 2029, yang menuntut tersedianya pasokan listrik yang besar, stabil, dan ramah lingkungan.

PLTN dinilai dapat menjadi salah satu jawaban atas kebutuhan energi bersih yang besar dan terus meningkat. Kapasitas pembangkit nuklir yang besar dan konsisten menjadikannya pelengkap strategis terhadap sumber EBT lainnya seperti surya, angin, dan air yang memiliki fluktuasi produksi.

Langkah Awal, Edukasi dan Kesiapan Infrastruktur

Di sisi lain, pemerintah bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan lembaga terkait lainnya terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait manfaat dan keamanan teknologi nuklir untuk ketenagalistrikan.

Pembangunan PLTN pertama Indonesia, jika terealisasi, akan menjadi tonggak penting dalam sejarah energi nasional. Pemerintah menegaskan bahwa setiap tahapan proyek akan melalui proses perencanaan dan evaluasi ketat guna memastikan keselamatan masyarakat dan lingkungan tetap menjadi prioritas utama.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index