Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis dengan melakukan intervensi di pasar keuangan luar negeri atau Non-Deliverable Forward (NDF) untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah yang terdampak gejolak pasar global. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar pada Senin, 7 April 2025.
Langkah intervensi ini dilakukan menyusul meningkatnya tekanan eksternal akibat kebijakan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok. Pemerintah Amerika Serikat pada 2 April 2025 mengumumkan kebijakan tarif resiprokal terhadap barang-barang impor dari Tiongkok. Sebagai respons, pemerintah Tiongkok merespons secara agresif dengan memberlakukan kebijakan retaliasi tarif pada 4 April 2025.
Kebijakan saling balas ini telah memicu gejolak di pasar keuangan global, termasuk arus modal keluar dari negara-negara berkembang dan tekanan terhadap nilai tukar mata uang lokal, termasuk Rupiah.
Intervensi di Tengah Libur Panjang Domestik
Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah tercatat meningkat tajam di pasar NDF luar negeri di tengah libur panjang pasar domestik dalam rangka Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah. Ketidakhadiran aktivitas perdagangan domestik membuka celah bagi spekulasi yang memengaruhi nilai tukar Rupiah secara signifikan di pasar internasional.
Sebagai respons, Bank Indonesia melakukan intervensi secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York. Langkah ini menegaskan komitmen bank sentral dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dari volatilitas yang disebabkan oleh faktor eksternal.
Intervensi Ganda di Pasar Domestik dan Luar Negeri
Bank Indonesia juga memastikan akan memperkuat intervensi secara lebih agresif di pasar domestik segera setelah pasar kembali dibuka pada 8 April 2025. Intervensi tersebut meliputi operasi di pasar valuta asing (baik Spot maupun Domestic Non-Deliverable Forward/DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
"Intervensi ganda di pasar valas dan SBN dilakukan untuk memberikan sinyal kuat kepada pelaku pasar bahwa stabilitas Rupiah adalah prioritas utama Bank Indonesia," lanjut pernyataan BI.
Selain intervensi pasar, Bank Indonesia juga mengoptimalkan penggunaan instrumen-instrumen likuiditas Rupiah untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan sektor perbankan domestik. Upaya ini ditujukan agar sistem keuangan tetap solid dan mampu mendukung aktivitas ekonomi meskipun berada di bawah tekanan global.
Jaga Kepercayaan Investor dan Stabilitas Ekonomi Nasional
Kebijakan intervensi ini juga menjadi bagian dari strategi Bank Indonesia untuk menjaga kepercayaan investor asing terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari bauran kebijakan makroprudensial dan moneter yang adaptif terhadap dinamika global. Bank Indonesia menyatakan kesiapan untuk menempuh berbagai instrumen kebijakan lainnya bila diperlukan, guna menjaga stabilitas ekonomi nasional secara keseluruhan.
Pentingnya Kolaborasi Antarotoritas
Dalam menghadapi tekanan global ini, Bank Indonesia juga menekankan pentingnya sinergi antarotoritas fiskal dan moneter dalam menjaga stabilitas makroekonomi. Kolaborasi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai penting dalam memperkuat respons kebijakan nasional terhadap dinamika global.
Dengan kombinasi intervensi pasar dan optimalisasi instrumen kebijakan, Bank Indonesia berharap dapat meredam tekanan terhadap Rupiah dan menciptakan iklim investasi yang tetap kondusif di tengah ketidakpastian global.