Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menunjukkan penguatan tipis pada perdagangan pagi ini setelah sempat menembus level psikologis Rp17.000 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah tercatat menguat sebesar 274 poin atau sekitar 1,65 persen dan diperdagangkan di level Rp16.926 per USD, turun dari posisi sebelumnya di Rp17.006 per USD, Senin, 7 April 2025.
Sementara itu, data dari Yahoo Finance menunjukkan angka yang sedikit berbeda, yakni rupiah berada di kisaran Rp16.554 per dolar AS. Perbedaan ini mencerminkan volatilitas tinggi di pasar valuta asing yang dipicu oleh berbagai faktor global maupun domestik.
Sentimen Global Masih Menekan Rupiah
Meski menunjukkan penguatan, rupiah masih berada dalam tekanan kuat akibat berbagai sentimen eksternal. Salah satu penyebab utamanya adalah rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang menunjukkan hasil di atas ekspektasi pasar. Kinerja pasar tenaga kerja yang solid mendorong The Federal Reserve (The Fed) untuk menahan rencana penurunan suku bunga.
“Kebijakan The Fed yang tidak segera menurunkan suku bunga mengarah pada penguatan indeks dolar AS, yang memberi tekanan lebih besar pada rupiah,” kata Ibrahim Assuaibi, pengamat pasar uang dari PT Laba Forexindo Berjangka, Senin, 7 April 2025.
Menurut Ibrahim, kondisi ini membuat investor cenderung mengalihkan investasinya ke aset yang lebih aman seperti dolar AS, yang menyebabkan pelemahan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dampak Kebijakan Tarif Impor AS
Selain faktor The Fed, kebijakan proteksionis yang kembali digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga turut memperburuk posisi rupiah. Trump menerapkan tarif impor resiprokal terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang mencapai 32 persen.
“Tarif tinggi ini berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Biaya impor menjadi lebih mahal dan surplus perdagangan berkurang, yang pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah,” ujar Ibrahim.
Penerapan tarif ini juga memicu ketegangan diplomatik dan ekonomi, menambah kekhawatiran investor terhadap stabilitas perdagangan global.
Geopolitik dan Perang Dagang Picu Ketidakpastian
Sementara itu, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menilai bahwa situasi geopolitik turut memperburuk tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Konflik yang terus bereskalasi di Timur Tengah dan Eropa menjadi pemicu volatilitas pasar.
“Sentimen negatif yang muncul dari kebijakan tarif Trump serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa, seperti serangan Israel di Jalur Gaza dan ketegangan Rusia-Ukraina, telah menekan pergerakan pasar global,” jelas Ariston.
Ia menambahkan bahwa situasi ini menyebabkan arus modal asing keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia. Investor memilih mengalihkan dana mereka ke instrumen keuangan yang lebih stabil dan dianggap aman.
Bank Indonesia Berpotensi Lakukan Triple Intervensi
Menanggapi kondisi ini, Bank Indonesia (BI) diprediksi akan mengambil langkah intervensi untuk menjaga stabilitas rupiah. Menurut Ibrahim, BI dapat melakukan strategi triple intervention, yaitu melalui pasar spot, pasar obligasi, dan Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).
“BI mungkin akan melakukan triple intervensi, tetapi dengan adanya sentimen global yang cukup besar, dampaknya mungkin tidak terlalu signifikan. Kami memprediksi rupiah bisa tembus ke level Rp17.050,” terang Ibrahim.
Namun, upaya BI dinilai akan menghadapi tantangan besar karena tekanan eksternal yang bersifat struktural dan melibatkan dinamika global yang tidak mudah dikendalikan oleh kebijakan moneter domestik.
Kurs Dolar AS di Bank Nasional
Sementara itu, kurs jual dolar AS di beberapa bank besar Indonesia tercatat lebih tinggi dibandingkan harga pasar spot. Berdasarkan data yang dirilis per 6 April 2025, PT Bank Negara Indonesia (BNI) menetapkan kurs jual dolar AS di angka Rp16.955 per dolar, sementara PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjual di level Rp16.940 per dolar.
Perbedaan kurs di tingkat perbankan ini mencerminkan risiko tambahan dan spekulasi atas pelemahan nilai tukar yang berpotensi terus terjadi dalam waktu dekat.