Properti

Pemerintah Perpanjang Insentif PPN untuk Properti hingga 2025, Ekonomi Masyarakat Dapat Dorongan, Namun Ada Catatan dari Ekonomi

Pemerintah Perpanjang Insentif PPN untuk Properti hingga 2025, Ekonomi Masyarakat Dapat Dorongan, Namun Ada Catatan dari Ekonomi
Pemerintah Perpanjang Insentif PPN untuk Properti hingga 2025, Ekonomi Masyarakat Dapat Dorongan, Namun Ada Catatan dari Ekonomi

JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah secara resmi memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun hingga akhir tahun 2025. Kebijakan ini, yang diumumkan pada Sabtu, 22 Februari 2025 lalu, bertujuan untuk mendorong daya beli masyarakat dan menghidupkan kembali pasar properti yang sedang lesu. Namun, langkah ini mengundang perhatian dan kekhawatiran dari beberapa ekonom terkait efektivitas kebijakan tersebut dalam jangka panjang.

Menghidupkan Kembali Pasar Properti

Dengan memperpanjang insentif ini, pemerintah berharap dapat memberikan dorongan signifikan pada sektor properti, yang merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional. Tingkat pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi diharapkan dapat memicu efek domino pada sektor terkait lainnya, seperti konstruksi dan bahan bangunan, dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Kurang Efektif dalam Jangka Panjang?

Meskipun insentif PPN DTP berhasil memicu peningkatan signifikan dalam penjualan properti pada awal implementasinya, beberapa pengamat ekonomi mencatat bahwa manfaat ini cenderung bersifat sementara. Menurut Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Veteran Jakarta, tren penurunan justru kembali terjadi setelah peningkatan awal. "Meskipun terjadi peningkatan penjualan pada awal pemberlakuan insentif, tren penurunan kembali terjadi setelahnya," ujarnya.

Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan properti residensial mencapai 31,16 persen (year-on-year) pada triwulan I 2024, melonjak dari triwulan sebelumnya yang hanya mencatat pertumbuhan sebesar 3,37 persen. Namun, pertumbuhan ini tidak berkelanjutan. Pada triwulan III 2024, terjadi kontraksi penjualan sebesar 7,14 persen, dan semakin tajam pada triwulan IV 2024 dengan penurunan sampai 15,09 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kendala Akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah keterbatasan akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah. Menurut Achmad, relaksasi aturan pembiayaan adalah kunci penting dalam meningkatkan kepemilikan rumah, terutama bagi segmen ini. "Tanpa kemudahan dalam sistem kredit, kebijakan fiskal seperti PPN DTP tidak akan cukup menarik bagi calon pembeli yang masih terbebani dengan syarat kredit yang ketat," jelas Achmad.

Suku Bunga Tinggi sebagai Hambatan

Selain itu, suku bunga yang tinggi juga disebut-sebut oleh para ekonom sebagai penghalang utama bagi banyak orang untuk membeli rumah. Selama beberapa tahun terakhir, suku bunga di Indonesia tetap tinggi, sehingga banyak calon pembeli memilih untuk menunda keputusan mereka dalam memiliki rumah. Menurut pengamat, penyesuaian suku bunga yang lebih terjangkau akan sangat membantu dalam mendorong penjualan properti.

Solusi Jangka Panjang

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa ekonom menyarankan berbagai langkah tambahan, seperti memperbaiki sistem pembiayaan perumahan, melonggarkan ketentuan kredit bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan mendorong pembangunan rumah yang lebih terjangkau. Pemerintah diharapkan mampu menciptakan kebijakan yang lebih komprehensif agar target perluasan akses kepemilikan rumah dapat tercapai secara efektif.

Achmad menambahkan, "Kebijakan yang lebih terpadu antara fiskal dan moneter diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan sektor properti. Ini termasuk kerjasama antara pemerintah, bank, dan pengembang properti untuk memastikan bahwa kebutuhan masyarakat terpenuhi."

Selain itu, difasilitasi oleh pemangku kepentingan, program-program pendukung seperti pelatihan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan akan sangat membantu dalam jangaka panjang. Upaya semacam ini memungkinkan masyarakat memiliki daya beli yang lebih baik, sehingga efek kebijakan perumahan akan lebih terasa dan berkelanjutan.

Kebijakan perpanjangan insentif PPN DTP hingga tahun 2025 merupakan langkah lanjutan pemerintah untuk menjaga geliat pasar properti di tengah berbagai tantangan ekonomi global. Kendati demikian, sejumlah masukan dan kritik dari para ahli menunjukkan bahwa untuk mencapai efektivitas jangka panjang, solusi yang lebih terintegrasi harus dikembangkan. 

Pemerintah dituntut untuk bekerja sama dengan berbagai pihak guna menemukan formula yang tepat demi terwujudnya pertumbuhan pasar properti yang berkelanjutan dan inklusif bagi segenap lapisan masyarakat. Ini adalah agenda penting yang harus dijalankan demi mencapai kesejahteraan masyarakat yang lebih merata dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index