JAKARTA - Dalam industri pertambangan nasional, dua nama besar yaitu PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) memiliki kontribusi signifikan dalam memenuhi kebutuhan emas dalam negeri. Meski sama-sama berkubang dalam produksi emas, proses yang digunakan oleh kedua perusahaan ini cukup berbeda, dan inilah sorotan penting dalam dunia tambang Indonesia.
Dua Proses Berbeda untuk Memproduksi Emas
Holding BUMN Industri Pertambangan, MIND ID, melalui Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Dilo Seno Widagdo, memaparkan secara rinci perbedaan dasar dalam proses produksi emas oleh Antam dan PTFI. Dilo mengungkap bahwa proses produksi emas oleh PTFI melibatkan pengolahan lumpur anoda yang berasal dari konsentrat tembaga. Sementara Antam memanfaatkan bijih emas langsung yang sudah diperoleh dari proses pertambangan.
Menurut Dilo, "Antam sudah memproduksi emas batangan, tapi memang bahan bakunya agak beda nih. Kalau yang dari Freeport ini bahan bakunya dari konsentrat tembaga sehingga nanti menghasilkan lumpur anoda. Nanti lumpur anodanya ini yang kemudian diolah menjadi emas batangan."
Proses pengolahan di Antam, terutama dari tambang Pongkor, langsung memanfaatkan bijih emas yang kemudian dilebur untuk dijadikan emas batangan. Ini adalah metode yang lebih konvensional jika dibandingkan dengan teknik yang diaplikasikan PTFI.
Fokus pada Hilirisasi dan Nilai Tambah
Meski PTFI kini mampu memproduksi emas secara mandiri, Direktur Dilo menekankan pentingnya hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah. "Setiap stream kita harapkan nantinya melakukan hilirisasi," tegas Dilo, menggambarkan visi untuk masa depan industri emas Indonesia.
Dalam konteks ini, Antam dan PTFI dilihat sebagai pahlawan dalam memaksimalkan potensi sumber daya lokal, dengan memanfaatkan teknologi serta inovasi untuk mendorong produk nasional lebih kompetitif di pasar internasional.
Prestasi Produksi PTFI: Pioneer dalam Inovasi
Pembangunan fasilitas Precious Metal Refinery (PMR) di Kawasan Industri JIIPE, Gresik, merupakan tonggak penting bagi PTFI. Fasilitas ini diproyeksikan mampu menghasilkan sekitar 2 ton emas per bulan. Meski sempat mengalami gangguan akibat kebakaran pada Oktober 2024, produksi emas tidak terganggu.
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, menegaskan, "Jadi kalau dalam proses sekarang ini, kami akan bisa mungkin memproduksi kira-kira sekitar 2 ton satu bulan. Tapi memang karena produksi dari atau anode slime dari smelter baru ini belum akan terjadi, jadi masih mengandalkan lumpur anoda yang dari PT Smelting," ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI.
Sejak 30 Desember 2024, fasilitas Gresik telah memurnikan emas dan perak dari lumpur anoda. Hingga kini, sudah 125 kg emas batangan dengan kadar kemurnian 99,99% berhasil diproduksi dan dikirim ke Antam. Ini adalah langkah nyata yang menunjukkan adaptasi cepat terhadap tantangan operasional, terutama pascakebakaran di smelter Gresik.
Sinergi Antara Antam dan PTFI
Terbentuknya aliansi strategis antara PTFI dan Antam semakin mengokohkan kekuatan pertambangan dalam negeri. Kerja sama ini puncaknya terlihat saat pengiriman perdana emas dari PTFI ke Antam pada Februari 2025, dimana 125 kg emas dengan nilai Rp 207 miliar berhasil ditransfer.
Nico Kanter, Direktur Utama Antam, menyatakan optimismenya terhadap sinergi ini, "Alhamdulillah dia bisa keluarin 125 kg. Langsung kan kita tangkap. Nah, itu kedepannya pasti akan, apapun yang dia akan produksi, Insya Allah kita akan ambil," ucap Nico di hadapan para anggota DPR RI.
Antam juga menegaskan kesiapan untuk menampung hingga 30 ton produksi emas dari PTFI setiap tahunnya, sebuah angka yang dapat menciptakan dampak positif tidak hanya untuk perusahaan, tetapi juga bagi perekonomian nasional.
Dengan melihat perkembangan ini, masa depan industri emas Indonesia terlihat cerah. Kombinasi antara metode konvensional dan inovasi teknologi memberikan jalan yang solid bagi Indonesia untuk bersaing di pasar global. Proses hilirisasi dan kerja sama antara Antam dan PTFI merupakan langkah visioner menuju industri pertambangan yang lebih berkelanjutan dan bernilai tambah tinggi.
Melalui dukungan infrastruktur dan kebijakan yang tepat, tidak diragukan lagi bahwa Indonesia akan terus menancapkan kukunya sebagai salah satu negara produsen emas utama di dunia, membuka peluang baru untuk investasi, dan menjadikan komoditas ini sebagai salah satu penopang utama ekonomi nasional.