JAKARTA - Pasar minyak kembali mengalami gejolak dengan peningkatan harga minyak mentah yang signifikan pada Selasa, 18 Februari 2025. Peningkatan ini dipicu oleh gangguan pasokan substansial yang terjadi di Rusia dan Amerika Serikat, sementara optimisme mengenai pembicaraan damai untuk perang di Ukraina menjadi faktor penyeimbang yang sedikit mengekang kenaikan harga. Dengan potensi meningkatkan pasokan dari Moskow jika konflik mereda, permintaan global bisa menerima pukulan besar jika pasokan segera pulih.
Lonjakan Harga Minyak Mentah Global
Dikutip dari laporan Reuters terbaru, harga minyak Brent mengalami kenaikan sebesar 62 sen atau setara dengan 0,8%, menempatkannya pada level harga US$ 75,84 per barel. Sedangkan, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dari Amerika Serikat mencatat kenaikan yang lebih besar sebesar US$ 1,11 atau 1,6%, menjadikannya US$ 71,85 per barel. Kenaikan ini mencerminkan langkah mengejar ketertinggalan dari Brent yang lebih dulu mengalami kenaikan pada Senin sebelumnya ketika pasar AS dalam kondisi libur.
Dampak Serangan Drone di Kaspia
Gangguan pasokan yang krusial datang dari serangan drone Ukraina yang berdampak langsung pada stasiun pompa Rusia, sehingga mengganggu jalur pipa Konsorsium Pipa Kaspia (CPC). Jalur ini merupakan alur krusial yang menghubungkan minyak dari Kazakhstan ke pasar global. Menurut perhitungan Reuters, gangguan ini mengakibatkan pengurangan aliran minyak mencapai 30-40%, atau setara dengan 380 ribu barel per hari, seperti yang diungkapkan oleh Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak.
“Brent sudah mendapatkan keuntungan dari gangguan pasokan CPC kemarin, tetapi dampaknya akan bergantung pada durasi dan tingkat keparahan gangguan tersebut," terang Giovanni Staunovo, Analis UBS, menggambarkan situasi yang masih belum menentu.
Gangguan di Pelabuhan Rusia dan Penurunan Produksi di AS
Seakan belum cukup, penangguhan pemuatan minyak di pelabuhan Novorossiisk, Laut Hitam Rusia, akibat badai, semakin memperberat situasi. Ekspor dari pelabuhan ini untuk Februari direvisi naik sebesar 0,24 juta metrik ton menjadi 2,25 juta ton atau sekitar 590 ribu barel per hari.
Sementara itu, di Amerika Serikat, cuaca ekstrem berupa gelombang udara dingin juga menimbulkan hambatan signifikan bagi distribusi minyak. Otoritas Pipa Dakota Utara melaporkan bahwa produksi minyak di negara bagian tersebut, yang merupakan penghasil minyak terbesar ketiga di AS, mengalami penurunan drastis hingga 150 ribu barel per hari.
Situasi Geopolitik dan Pembicaraan Damai Rusia-Ukraina
Di tengah-tengah kesulitan pasokan ini, harapan tumbuh dari meja diplomasi. Delegasi Rusia dan Amerika Serikat mengadakan pertemuan maraton selama 4,5 jam di Arab Saudi, dengan tujuan mencari solusi untuk menghentikan konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II. Meski Ukraina absen di pertemuan tersebut, Rusia tampaknya masih memperketat posisi dan tuntutannya.
“Semua orang menunggu perkembangan dari Rusia dan Ukraina. Namun ini bukan sesuatu yang akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga pasar masih bersikap hati-hati," ujar Robert Yawger, Analisis Minyak dari Mizuho, mengenai ekspektasi pasar yang harus bersabar.
Pasar Minyak dan Tantangan ke Depan
Prospek pasar minyak dalam beberapa minggu mendatang akan banyak bergantung pada keputusan OPEC+ terkait rencana peningkatan pasokan minyak mulai April, atau kemungkinan penundaan hingga waktu yang belum ditentukan. Selain itu, data inventaris dan perdagangan dari AS yang dijadwalkan rilis pada Kamis mendatang diperkirakan akan menunjukkan penurunan impor minyak mentah bersih. Ini terjadi seiring dengan potensi aktivitas perawatan kilang besar yang akan dimulai pada Maret dan diperkirakan bisa menekan permintaan.
“Banyak minyak mentah yang tersedia di pasar, tetapi pemeliharaan kilang yang akan berlangsung pada Maret cukup besar," tambah Scott Shelton, Spesialis Energi dari United ICAP, yang menyoroti tantangan logistik di masa depan.
Pada akhirnya, lonjakan harga minyak mentah minggu ini menyoroti tantangan dan ketidakpastian yang dihadapi pasar energi global. Dengan gangguan pasokan yang signifikan dan gejolak geopolitik yang tak kunjung reda, harga minyak mentah mungkin akan terus mengalami fluktuasi selama beberapa bulan mendatang, menimbulkan konsekuensi luas bagi ekonomi global dan kebijakan energi internasional.