KUPANG – Pada Rabu, 18 Desember 2023, peresmian enam penyalur BBM Satu Harga di Klaster Nusa Tenggara dan Sulawesi telah resmi dilakukan. Satu di antaranya berlangsung di Nekamese, Kabupaten Kupang dengan SPBU 5685334 sebagai lokasi acara. Sementara itu, peresmian lainnya dilakukan serentak di beberapa lokasi seperti Rote Selatan, Rote Ndao (SPBU Nomor 5685905), Pantar Barat, Alor (SPBU Nomor 5685808), dan Pantar Timur, Alor (SPBU Nomor 5685807).
Provinsi Nusa Tenggara Timur kini memimpin dengan 73 SPBU BBM satu harga, menjadikannya provinsi dengan jumlah penyalur terbanyak di Indonesia. Peresmian ini bukan hanya sekadar ritual seremonial, tetapi merupakan langkah signifikan dalam realisasi misi penghapusan ketimpangan ekonomi yang diusung pemerintahan saat ini.
Di tengah-tengah acara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, menyampaikan sambutan dari Ambon yang diikuti secara daring di Nekamese. “Presiden RI memiliki empat program utama, yaitu kedaulatan pangan, kedaulatan energi, hilirisasi, dan penyediaan makanan bergizi yang harus didukung oleh seluruh masyarakat,” ujar Bahlil. Program BBM satu harga sejatinya disiapkan untuk mendukung kedaulatan energi, terutama di daerah-daerah terpencil.
Mustika Pertiwi, Direktur Usaha Hilir Migas Ditjen Migas, turut hadir dalam peresmian tersebut. Ia menekankan bahwa program BBM satu harga adalah bentuk nyata upaya pemerintah dalam mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. "Salah satu latar belakang dari pelaksanaan program ini adalah untuk mengatasi harga BBM yang tinggi di daerah terpencil. Dengan program ini, masyarakat dapat membeli BBM dengan harga yang terjangkau sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah," jelas Mustika.
Dampak positif dari program ini sudah terasa di berbagai wilayah. Harga yang lebih terjangkau seperti solar Rp6.800 per liter dan pertalite Rp10.000 per liter telah mendorong laju ekonomi serta menekan biaya transportasi masyarakat. "Semangat dari BBM satu harga ini memang difokuskan untuk wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) seperti NTT, Papua, dan Ambon," lanjut Mustika.
Komite BPH Migas, Harya Adityawarman, menambahkan bahwa saat ini Provinsi NTT memiliki SPBU BBM satu harga terbanyak dibandingkan provinsi lain di Indonesia, dengan total 73 dari 583 penyalur BBM satu harga secara nasional. "Untuk tahun 2025, kami akan terus mengevaluasi dan menerima usulan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan BPH Migas," katanya. Adityawarman menjelaskan bahwa Provinsi NTT dipilih berdasarkan berbagai kriteria, termasuk geografis sebagai daerah kepulauan, yang mempromosikan kebutuhan untuk distribusi BBM yang merata.
Di sisi lain, Mars Ega Legowo Putra, Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga, menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM dan Dirjen Migas dalam memetakan dan memahami kebutuhan BBM di berbagai daerah. "BBM satu harga di berbagai SPBU tentunya menjual BBM bersubsidi seperti pertalite dan solar. Harga yang kami tentukan sama dengan harga yang berlaku di SPBU reguler," tuturnya.
Mars juga menyoroti tantangan utama dalam implementasi BBM satu harga, seperti kendala pasokan dan akses. "Kami memastikan terus berkolaborasi dengan pemerintah daerah terkait hal ini, khususnya dalam peningkatan infrastruktur untuk mempermudah akses dan distribusi," tambahnya.
Melalui program BBM satu harga ini, diharapkan adanya pemerataan kebutuhan energi di seluruh daerah, terutama di wilayah 3T, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat sekaligus memperkecil kesenjangan antarwilayah di Indonesia. Keberhasilan di NTT menjadi contoh nyata atas upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak terkait dalam mewujudkan keadilan energi bagi seluruh rakyat.