Kuliner

Kuliner Soto Lamongan: Jejak Tradisi dan Perantauan

Kuliner Soto Lamongan: Jejak Tradisi dan Perantauan
Kuliner Soto Lamongan: Jejak Tradisi dan Perantauan

JAKARTA - Popularitas Soto Lamongan bukan hanya karena kelezatannya, tetapi juga karena kisah panjang di balik tiap sendok kuahnya. Bukan hanya sebuah makanan, Soto Lamongan merupakan narasi budaya, migrasi, dan identitas daerah yang menyebar luas hingga ke luar negeri. Di balik kuah bening kekuningannya, tersimpan sejarah tentang perantauan, ketekunan, serta warisan leluhur yang terus hidup hingga kini.

Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, telah lama dikenal sebagai "Kota Soto". Hampir di setiap sudut kota ini, warung soto dapat dengan mudah ditemukan. Bahkan, nama "Soto Lamongan" kerap muncul di berbagai kota besar di Indonesia, bahkan hingga luar Pulau Jawa. Hidangan ini telah menjelma menjadi simbol kekayaan kuliner lokal yang diwariskan lintas generasi.

Dikutip dari laman resmi lamongankab.go.id, kekhasan Soto Lamongan terletak pada kuah bening berwarna kekuningan—hasil perpaduan rempah seperti kunyit dan bumbu lainnya—serta taburan koya berbahan dasar kerupuk udang yang dihaluskan. Hasilnya adalah rasa gurih dan segar yang menggoda selera. “Rasanya gurih, kuahnya ringan tapi kaya rasa. Saya langsung suka sejak pertama kali mencoba,” ujar seorang penikmat soto yang berasal dari luar Lamongan.

Evolusi Soto dan Jejak Budaya Tionghoa

Pakar pangan dari Universitas Gadjah Mada, Gardjito, mencatat bahwa Nusantara memiliki setidaknya 75 varian soto, yang disebut dengan beragam nama: soto, coto, sroto, hingga tauco. Namun, di antara keberagaman tersebut, Soto Lamongan menjadi salah satu yang paling ikonik.

Sejarawan Prancis, Denys Lombard, dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya menyebut bahwa soto memiliki akar dari kuliner Tionghoa bernama caudo atau jaoto. Awalnya berbahan dasar jeroan dan dianggap sebagai makanan rakyat jelata, soto lambat laun mengalami adaptasi di berbagai daerah. Di Lamongan sendiri, soto ayam menjadi primadona, terutama karena daging ayam lebih mudah diakses oleh masyarakat setempat.

Soto bahkan pernah menjadi menu resmi kenegaraan di era Presiden Soekarno. Resepnya tercatat dalam buku dapur istana Mustikarasa, menandai posisi soto sebagai bagian dari identitas nasional dalam ranah kuliner.

Diaspora dan Penyebaran Soto Lamongan

Melejitnya nama Soto Lamongan tak lepas dari peran para perantau Lamongan. Salah satu pelopor utamanya adalah Pak Askari, warga Desa Siman, Kecamatan Sekaran, yang merintis usaha soto pikulan di Jakarta. Perjalanan tersebut dilanjutkan oleh Pak Jali Suprapto yang pada tahun 1963 mendirikan Warung Soto Ayam Jaya Agung di kawasan Jakarta Pusat. Hingga kini, warung tersebut masih berdiri dan juga menyajikan sate kambing sebagai menu tambahan.

Kiprah para perantau Lamongan tak berhenti di dalam negeri. Mereka tergabung dalam Paguyuban Putra Asli Lamongan (Pualam) yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Bahkan di luar negeri, Soto Lamongan mendapat tempat tersendiri. Di Kuala Lumpur, Malaysia, terdapat sebuah tempat makan bernama Wasola (Warung Soto Lamongan) yang cukup dikenal oleh para pencinta kuliner Indonesia.

Rahasia Rasa: Lebih dari Sekadar Rempah

Kelezatan Soto Lamongan tidak hanya datang dari penggunaan bumbu yang kaya. Salah satu rahasia utamanya terletak pada penggunaan ikan bandeng dalam proses perebusan kuah. Ikan bandeng memberikan rasa gurih alami yang khas. Jika sulit mendapatkan bandeng, udang bisa menjadi alternatif yang tidak kalah sedap. Ini juga mencerminkan kondisi geografis Lamongan yang memiliki tambak udang melimpah.

Racikan bumbu Soto Lamongan meliputi kunyit, jahe, lengkuas, serai, jeruk purut, daun salam, bawang merah, dan bawang putih. Tak ketinggalan, koya yang terbuat dari campuran kerupuk udang dan bawang putih goreng menjadi pelengkap yang tak terpisahkan. Soun, tauge, telur rebus, irisan kol, seledri, sambal cabai, dan kecap manis memperkaya tampilan dan rasa hidangan ini.

Kampung Soto dan Warisan Leluhur

Salah satu kawasan ikonik di Lamongan adalah Dusun Kebontengah, Desa Rejotengah, Kecamatan Deket, yang dikenal sebagai Kampung Soto. Hampir seluruh warga di dusun ini menjalankan profesi sebagai penjual soto, baik di Lamongan maupun daerah perantauan. Mereka meyakini bahwa tradisi memasak soto diwarisi dari Buyut Bakal, juru masak Sunan Giri, yang dipercaya sebagai leluhur mereka.

Di mata masyarakat setempat, memasak soto bukan sekadar profesi, melainkan jalan hidup. Keyakinan ini memperkuat tekad dan kebanggaan mereka terhadap kuliner daerah. Pada tahun 2001, Soto Lamongan bersama Sego Boranan telah resmi mendapatkan sertifikat hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai kekayaan budaya kuliner khas Lamongan.

Resep Klasik Soto Ayam Lamongan

Untuk mereka yang ingin mencoba membuatnya di rumah, berikut ini resep sederhana Soto Ayam Lamongan:

Bahan Utama:

½ kg ayam kampung, potong beberapa bagian

1.000 ml air

1 batang serai, memarkan

3 lembar daun jeruk

2 ½ sdt garam

2 sdm minyak goreng

Bumbu Halus:

8 siung bawang merah

8 siung bawang putih

4 cm jahe

2 butir kemiri, sangrai

4 cm kunyit

½ sdt merica bubuk

Pelengkap:

50 gram soun, rendam air panas lalu tiriskan

75 gram taoge, seduh air panas

5 butir telur rebus, belah dua

3 sdm bawang merah goreng

1 batang daun bawang dan 1 batang seledri, iris halus

2 buah jeruk nipis, belah dua

Kecap manis secukupnya

Bahan Sambal:

10 buah cabai merah, buang bijinya

7 cabai rawit merah

2 siung bawang putih

½ sdt garam

Cara Membuat:

Rebus ayam bersama serai dan daun jeruk hingga matang. Angkat ayam, tiriskan, lalu goreng sebentar dan suwir-suwir.

Tumis bumbu halus hingga harum, lalu masukkan ke dalam kaldu ayam.

Tambahkan garam sesuai selera dan masak hingga mendidih.

Tata isi dalam mangkuk, siram dengan kuah panas.

Sajikan dengan koya, sambal, jeruk nipis, dan kerupuk udang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index