JAKARTA - Industri pelayaran nasional saat ini tengah dihadapkan pada sejumlah tantangan, salah satunya adalah beban pajak ganda akibat kebijakan pemerintah terkait Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen. Kebijakan ini diterapkan bagi angkutan laut yang melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM). Padahal, bahan bakar tersebut sudah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen. Hal ini dinilai sebagai beban ganda yang memberatkan pelaku industri.
Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengkritik kebijakan ini dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024. "Double tax tersebut sangat membebankan perusahaan pelayaran nasional. Kami berharap pengenaan PBBKB bagi angkutan laut dihapuskan," ujar Carmelita.
Industri Pelayaran sebagai Motor Penggerak Ekonomi
Carmelita berpendapat bahwa sektor angkutan laut memiliki potensi besar untuk mendukung optimalisasi infrastruktur sesuai kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan konektivitas dan pemerataan ekonomi di Indonesia. "Angkutan laut memiliki potensi besar untuk dijadikan bagian dari optimalisasi infrastruktur yang sudah ada," jelasnya.
Carmelita juga menyoroti kapasitas galangan kapal dalam negeri yang saat ini masih terbatas dalam menghasilkan kapal-kapal bertipe, teknologi, dan ukuran tertentu. Hal ini menjadi salah satu tantangan besar bagi industri pelayaran nasional.
Mendukung Galangan Kapal dalam Negeri
Untuk memperkuat posisi galangan kapal nasional, INSA mendorong adanya dukungan pemerintah dalam bentuk insentif pajak maupun suku bunga perbankan. Carmelita mencontohkan langkah yang dilakukan oleh pemerintah China yang memberikan dukungan dalam bentuk down payment sebesar 80 persen untuk pembangunan kapal. "Jika subsidi seperti di China tidak memungkinkan, maka dibutuhkan alternatif dukungan lain dengan memberikan insentif pembebasan pajak untuk komponen kapal," tambahnya.
Saat ini, galangan kapal di Indonesia hanya mampu melayani pasar yang relatif terbatas, terutama untuk kapal jenis tug and barge dan pemeliharaan kapal. Tingginya harga kapal di dalam negeri, yang 30 persen lebih mahal dibandingkan dengan harga kapal di luar negeri, juga disebabkan oleh komponen yang harus diimpor dan dikenakan pajak. Hal ini menyebabkan waktu pengiriman (delivery time) yang lebih lama.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Meski menyambut baik dorongan pemerintah untuk membangun kapasitas galangan kapal nasional, Carmelita menekankan pentingnya insentif lebih lanjut, terutama dalam hal pengurangan pajak untuk komponen penting kapal. "Kami apresiasi dorongan pemerintah untuk membangun galangan kapal nasional. Namun selama komponen dan mesin kapal belum dapat diproduksi di Indonesia dan tidak ada insentif pajak, maka akan sulit mendorong galangan kapal untuk membangun kapal dengan kapasitas besar dan kompetitif," tutupnya.
Dengan tantangan dan potensi yang ada, industri pelayaran berharap ada perubahan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan sektor ini. Kebijakan insentif yang tepat tidak hanya akan meningkatkan daya saing galangan kapal dalam negeri tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konektivitas maritim. Sektor pelayaran dengan segala potensinya diharapkan dapat berkontribusi lebih besar bagi perekonomian nasional, sehingga kebijakan dukungan harus menjadi prioritas semua pemangku kepentingan.