JAKARTA - PT PP Presisi Tbk (PPRE) mengumumkan langkah strategisnya untuk memperkuat fokus di sektor bisnis jasa pertambangan, menjadikan sektor ini sebagai pilar utama pertumbuhan perusahaan. PPRE berkomitmen untuk tidak hanya mempertahankan tetapi juga menguatkan posisinya di tengah persaingan yang ketat di industri jasa pertambangan.
Direktur Utama PPRE, Arzan, mengungkapkan bahwa sektor pertambangan menawarkan peluang keuntungan dan likuiditas yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya. Hal ini sejalan dengan tren positif perkembangan industri pertambangan global, khususnya nikel, yang menjadi elemen kunci dalam revolusi teknologi baterai mobil listrik. "Sektor pertambangan menawarkan high profit dan likuiditas yang lebih baik," ujar Arzan dalam paparan publik virtual pada Rabu, 18 Desember 2024.
Selain nikel, Arzan menegaskan bahwa PPRE tidak hanya akan terfokus pada satu komoditas. Perusahaan juga berencana memperluas portofolionya ke sektor bauksit dan batubara. "Selain nikel, kami juga akan masuk di bauksit dan batubara," lanjutnya. Dengan diversifikasi ini, PPRE berharap dapat meraih lebih banyak peluang di tengah meningkatnya permintaan global akan mineral ini.
Saat ini, PPRE telah memiliki dukungan infrastruktur yang solid dengan hampir 3.296 unit alat berat, mayoritas digunakan di sektor pertambangan. Ini menjadi modal penting bagi PPRE untuk bersaing dengan perusahaan jasa pertambangan sejenis yang sudah lebih dulu eksis.
Namun demikian, Arzan menegaskan bahwa perusahaan tidak akan meninggalkan sektor konstruksi. PPRE akan berkolaborasi dengan perusahaan induknya, PT PP (Persero) Tbk (PTPP), untuk tetap menggarap berbagai proyek konstruksi yang ada.
Dari segi keuangan, PPRE mencatat nilai kontrak sebesar Rp 6,7 triliun per November 2024 dan menargetkan kontrak baru senilai Rp 8 triliun hingga akhir tahun ini. Arzan optimistis bahwa target tersebut tercapai didorong oleh upaya perusahaan dalam menjajaki proyek-proyek baru di Morowali dan Halmahera, kawasan yang dikenal kaya akan sumber daya mineral.
PPRE juga menargetkan pendapatan sebesar Rp 4 triliun pada tahun ini, dengan pendapatan hingga November mencapai Rp 3,3 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa target akhir tahun sangat mungkin untuk dicapai. "Kami optimistis target tercapai, mengingat per November pendapatan PPRE mencapai Rp 3,3 triliun," jelas Arzan.
Mengintip rencana tahun 2025, PPRE membidik kontrak baru senilai Rp 10 triliun, dimana 60% berasal dari sektor jasa pertambangan. Pendapatan perusahaan juga diharapkan mencapai Rp 7 triliun. Fokus pengembangan akan dicurahkan pada proyek pertambangan nikel di Halmahera dan Morowali. "Kami membidik sektor jasa pertambangan di daerah Halmahera dan Morowali," tambah Arzan.
Untuk mendukung ambisi tersebut, PPRE menganggarkan belanja modal sebesar Rp 535 miliar, yang mayoritasnya akan dialokasikan untuk investasi alat guna mendukung proyek-proyek pertambangan. Selain itu, perusahaan juga berencana memperkuat struktur pendanaan dengan menjaga keseimbangan antara utang jangka pendek dan jangka panjang. Strategi ini termasuk rencana penerbitan obligasi dan MTN pada tahun 2025. "Ketika demand obligasi dan MTN di tahun depan lebih baik, tentunya akan mempertimbangkan meluncurkan instrumen tersebut," tutup Arzan.
Dengan strategi dan langkah konkret yang dilakukan, PPRE optimis dapat memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain utama di sektor jasa pertambangan, serta menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang di industri ini.