Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menyorot pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) oleh PT Pertamina (Persero) pada tahun 2013-2014. Pengadaan LNG dari perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christie Liquefaction (CCL), diduga tidak melalui kajian risiko dan studi kelayakan yang memadai. Kasus ini adalah bagian dari pengembangan investigasi yang sebelumnya menjerat mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan.
Diungkapkan oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, dalam keterangan tertulisnya kepada media pada Rabu, 18 Desember 2024, KPK telah melakukan pemanggilan terhadap beberapa saksi kunci untuk menggali keterangan lebih lanjut. Salah satu saksi utama yang diperiksa adalah Heru Setiawan, mantan VP Corporate Strategic dari Direktorat Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero) periode 2013-2017. "Pemeriksaan ini menegaskan bahwa dalam pengadaan LNG dari Corpus Christie pada tahun 2013-2014, tidak terdapat kajian risiko dan studi kelayakan," ujar Tessa.
Pengusutan kasus ini dilatarbelakangi oleh vonis sembilan tahun penjara yang dijatuhkan kepada Karen Agustiawan. Seusai vonis tersebut, KPK mendalami indikasi tindak pidana korupsi lain yang melibatkan empat pengadaan LNG berbeda di Pertamina. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi bahwa ada indikasi baru terkait kasus ini. "Kami menemukan hal baru dalam penyidikan kasus yang melibatkan saudara KA (Karen Agustiawan), berhubungan dengan CCL di luar negeri," kata Asep dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Dalam penyelidikan yang semakin berkembang, KPK menetapkan dua tersangka baru. Keduanya adalah Yenni Andayani, Senior Vice President Gas and Power Pertamina 2013-2014, dan Hari Karyuliarto, Direktur Gas Pertamina 2012-2014. Yenni dan Hari adalah bawahan Karen Agustiawan dan memiliki andil dalam penandatanganan perjanjian jual beli LNG Train 1 dan Train 2 dengan anak usaha Cheniere Energy, Inc., yaitu Corpus Christie Liquefaction, LLC.
Karen Agustiawan sendiri telah divonis sembilan tahun penjara dengan denda sebesar Rp500 juta, atau jika tidak dibayar, diganti tiga bulan kurungan. Meski demikian, KPK menyatakan banding terhadap putusan tersebut karena tidak adanya pidana uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan US$104,016 (sekitar Rp2,8 miliar menurut kurs Bank Indonesia). Uang tersebut diyakini berasal dari gaji yang diterima Karen di Blackstone, perusahaan investasi yang menjadi pemegang saham Cheniere Energy, Inc. Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Karen Agustiawan meminta jabatan di Blackstone setelah berhasil mengamankan pembelian LNG dari CCL.
Tak hanya fokus pada kasus domestik, KPK juga berupaya untuk meraih penggantian kerugian keuangan negara sebesar US$113,83 juta yang semula dibebankan kepada Corpus Christie Liquefaction. Dalam usahanya untuk mencapai pemulihan aset, KPK berencana bekerja sama dengan penegak hukum Amerika Serikat. Langkah ini menunjukkan tekad KPK untuk menuntaskan pengungkapan kasus korupsi pengadaan LNG ini dengan tuntas, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Berita ini menambah daftar panjang pengusutan kasus korupsi yang melibatkan perusahaan BUMN. KPK terus membuktikan komitmennya dalam pemberantasan korupsi dengan menggali informasi dan indikasi baru, serta dengan melibatkan berbagai pihak terkait baik dari dalam maupun luar negeri. Pemulihan aset dan penegakan hukum bagi mereka yang terlibat menjadi target utama KPK dalam kasus ini.
Pengembangan kasus ini menunjukkan bahwa permasalahan integritas dan transparansi dalam pengadaan BUMN masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Langkah-langkah investigasi yang dilakukan KPK diharapkan dapat memberikan efek jera dan mendorong pelaksanaan tata kelola perusahaan yang lebih baik di masa mendatang.