JAKARTA – Upaya meningkatkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi langkah strategis Pemerintah Indonesia dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Hingga tahun 2023, realisasi bauran EBT baru mencapai 13,09%, sedikit di bawah target tahun ini yaitu 17,87%. Target yang lebih ambisius hingga 23% pada tahun 2025 telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2024 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan pemerintah tengah menyusun Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk 2025-2035 bersama PT PLN (Persero). "Skema ini penting sebagai landasan kerja sama dengan pengembang pembangkit listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP)," ujar Bahlil. Kolaborasi ini diharapkan dapat mengoptimalkan kontribusi semua pemangku kepentingan dalam mewujudkan ketahanan energi nasional.
Peran IPP sebagai mitra strategis PLN sangat krusial. Mereka memberikan dukungan dalam menyediakan suplai energi yang merata dan berkelanjutan. Pengembangan energi ini didukung dengan teknologi mutakhir yang diadopsi oleh IPP, yang tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi listrik tetapi juga dapat menurunkan tarif listrik bagi konsumen.
Investasi di sektor energi terbarukan berpotensi membebani anggaran jika hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mengakibatkan tingginya beban fiskal negara. Oleh karena itu, kemitraan dengan pihak swasta sangat diperlukan. Chatib Basri, mantan Menteri Keuangan, mengatakan, "Ada keterbatasan pembiayaan dari APBN. Partisipasi IPP sangat membantu memastikan pembiayaan lebih seimbang," ungkapnya, menekankan pentingnya peranan investasi swasta.
Pemerintah memperkirakan, untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur energi terbarukan hingga tahun 2025, dibutuhkan investasi sebesar US$ 14,2 miliar atau sekitar Rp 22,78 triliun. Peran IPP juga terbukti krusial, dengan kemampuannya mengakses pendanaan dari sumber seperti green bond atau green financing, investasi yang difokuskan pada proyek-proyek berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Di bawah kerjasama strategis ini, Pemerintah dapat lebih leluasa membangun sektor lain dengan alokasi APBN yang lebih efisien, sementara PLN dan IPP bekerja sama dalam menyediakan listrik hingga ke pelosok negeri. Tingkat ketersediaan listrik yang stabil dan terjangkau akan memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi yang menjadi visi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
"Inovasi IPP di bidang energi terbarukan tidak hanya menopang pertumbuhan ekonomi, tapi juga menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi ribuan pekerja," jelas Chatib Basri. Manfaat tersebut diperoleh karena banyak proyek infrastruktur pembangkit yang melibatkan tenaga kerja lokal, sementara energi dari EBT yang lebih bersih dan efisien akan membuat tarif listrik lebih murah dalam jangka panjang.
Pemerintah juga berusaha mendorong sektor swasta untuk berinvestasi lebih dalam pengembangan energi terbarukan dengan memberikan insentif menarik. Hal ini juga dipandang sebagai peluang untuk merangsang industri dan menciptakan rantai pasokan serta manufaktur energi terbarukan, dari produksi sel surya hingga pembangunan turbin angin dan komponen mobil listrik.
Mempertimbangkan semua faktor tersebut, kolaborasi sinergis antara pemerintah, PLN, dan IPP tidak hanya berpotensi mencapai kemandirian energi terbarukan tapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan. Selain infrastruktur pembangkit, prospek kemajuan sektor ini bisa memicu pembangunan ekowisata ramah lingkungan dan penggunaan teknologi mutakhir seperti jaringan smart grid.
Dengan kolaborasi ini, Indonesia tidak hanya bergerak menuju target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, tetapi juga menuju visi energi bersih sebesar 60% di tahun 2050 dan 70% pada tahun 2060. Strategi ini diharap menjadi landasan kuat bagi masa depan ekonomi dan lingkungan yang lebih hijau bagi Indonesia.