Kota Solo menonjol sebagai salah satu kota di Indonesia dengan potensi besar dalam melaksanakan program elektrifikasi transportasi umum, termasuk penerapan bus listrik pada armada Batik Solo Trans (BST). Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dalam hal ini, mulai merancang strategi guna merealisasikan program tersebut melalui kerja sama erat dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.
Namun, peralihan ke transportasi elektrifikasi ini menemukan hambatan yang perlu segera diatasi. Dekan Fakultas Teknik UNS Solo, Wahyudi Sutopo, mengungkapkan bahwa ada dua kendala utama dalam merealisasikan elektrifikasi transportasi umum di Solo. Pertama adalah belum adanya investasi yang memadai, dan kedua adalah kekurangan sumber daya manusia (SDM) terampil dalam bidang tersebut.
“Kami, di UNS, mencoba berperan aktif melalui program Koneksi, yang merupakan program hibah riset dari Pemerintah Australia ke Indonesia, untuk mencari solusi bersama,” ujar Wahyudi dalam acara CEO Talk #1 dan Forum Discussion Group (FGD) bertajuk "Bus Listrik untuk Dekarbonisasi" di Fakultas Teknik UNS Solo.
Elemen mendasar dalam implementasi ini adalah dana investasi yang cukup besar. Wahyudi menjelaskan bahwa setiap unit bus listrik memiliki biaya sekitar Rp3 miliar. Dengan estimasi kebutuhan Kota Solo sebanyak 100 bus listrik, diperlukan anggaran sekitar Rp1,2 triliun hingga Rp1,6 triliun, termasuk fasilitas pendukung kelistrikan lainnya.
Tidak hanya terkait biaya, elektrifikasi armada BST juga membutuhkan penyiapan energi terbarukan untuk memasok listrik bagi kendaraan tersebut. Diperlukan energi listrik sebesar 37 mega watt untuk menggerakkan 100 bus. Saat ini, produksi listrik di Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo baru mampu menghasilkan maksimum 5 mega watt.
“Dalam hal ini, potensi pengembangan energi terbarukan dapat dioptimalkan melalui pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Waduk Cengklik dan Waduk Gajah Mungkur. Upaya ini akan menciptakan kesempatan kerja baru serta merangsang pertumbuhan ekonomi hijau. Dengan demikian, bus listrik menjadi solusi meningkatkan permintaan listrik yang didukung oleh energi terbarukan, sehingga mampu menekan biaya operasional,” tambah Wahyudi.
Adapun dari sisi tenaga kerja, pengembangan tenaga terampil untuk proyek elektrifikasi ini perlu diprioritaskan pada SDM yang sudah ada agar menghindari persoalan baru. Posisi seperti driver dan teknisi tidak perlu diganti, melainkan ditingkatkan kompetensinya untuk mengoperasikan dan merawat bus listrik.
“Pekerja yang sudah ada hanya memerlukan pelatihan tambahan karena perawatan bus listrik lebih sederhana dan hanya memerlukan sertifikasi khusus. Australia memiliki teknologi yang dibutuhkan, dan UNS dapat berperan sebagai jembatan melalui training tenaga terampil elektrifikasi bus di pusat pengembangan bisnis kami, Pusbangnis,” jelas Wahyudi.
Melalui kolaborasi dengan Pemkot Solo, UNS berharap dapat mewujudkan kota ini sebagai pionir dalam penerapan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan di Indonesia. Selain memberikan manfaat langsung berupa pengurangan emisi karbon dan peningkatan kualitas udara kota, langkah ini diharapkan juga dapat menarik investor dan menjadi cetak biru bagi kota-kota lain yang ingin mengikuti jejak Solo dalam mendorong elektrifikasi sektor transportasi.
Demi mendukung langkah ini, berbagai inovasi dan kebijakan strategis dari pemerintah pusat hingga daerah diharapkan mampu mempercepat proses elektrifikasi transportasi umum ini. Kolaborasi antara insitusi akademik, pemerintah, serta sektor swasta menjadi kunci sukses untuk mewujudkan visi transportasi hijau di Solo.
Dengan dukungan energi terbarukan yang optimal dan tenaga kerja terampil, Solo berpotensi menjadi salah satu kota di garis depan yang mampu beralih ke transportasi elektrifikasi secara efektif dan efisien, sekaligus berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon nasional. langkah maju ini diharapkan dapat segera terlaksana, menjadikan Solo sebagai model keberhasilan bagi kota lainnya di Indonesia.
Potensi elektrifikasi transportasi umum di Solo menjanjikan pengurangan emisi karbon dan peningkatan kualitas hidup warga. Namun, kendala investasi dan SDM harus segera diatasi. UNS dan Pemkot Solo bekerjasama untuk merealisasikan elektrifikasi armada BST dengan memanfaatkan hibah dan teknologi dari Australia, serta mengoptimalkan sumber daya lokal. Dukungan dan kolaborasi lintas sektoral diharapkan mampu mempercepat implementasi program ini sehingga Solo bisa menjadi pionir transportasi ramah lingkungan di Indonesia.