JAKARTA - Perdagangan hari Kamis, 26 Desember 2024, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menunjukkan penguatan yang tipis di pasar minyak dunia. Pukul 08.03 WIB, harga minyak WTI kontrak Februari 2025 di New York Mercantile Exchange mencatatkan kenaikan sebesar 0,23% menjadi US$ 70,29 per barel. Ini merupakan pergerakan positif dari harga penutupan sebelumnya pada Selasa, 24 Desember sebesar US$ 70,10 per barel setelah jeda libur Natal.
Menurut analis dari FGE, harga minyak tampaknya akan berfluktuasi di sekitar level ini dalam waktu dekat. Situasi ini dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas di pasar saham selama musim liburan dan ketidakpastian terkait neraca minyak global untuk tahun 2024 dan 2025. "Perubahan pasokan dan permintaan pada bulan Desember sejauh ini telah mendukung pandangan mereka yang kurang bearish," ungkap analis FGE dalam catatannya yang dikutip Reuters.
Gangguan pasokan potensial tetap menjadi perhatian besar, dan setiap gangguan dapat memicu lonjakan harga lebih lanjut. Sejalan dengan itu, banyak analis yang mulai melihat tanda-tanda akan peningkatan permintaan minyak dalam beberapa bulan mendatang.
Neil Crosby, Asisten Wakil Presiden Analisis Minyak di Sparta Commodities, menjelaskan, "Prospek energi jangka pendek dari EIA baru-baru ini mengubah perkiraan pasokan-permintaan untuk 2025 menjadi seimbang, meskipun akan ada penambahan beberapa barel dari OPEC+ pada tahun depan." Pernyataan ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara pasokan dan permintaan akan menjadi faktor utama dalam menentukan tren harga ke depannya.
Selain itu, data yang diungkapkan oleh American Petroleum Institute menunjukkan adanya penurunan stok minyak mentah dan sulingan di Amerika Serikat sebesar 3,2 juta barel dan 2,5 juta barel masing-masing minggu lalu. Di sisi lain, persediaan bensin justru meningkat sebesar 3,9 juta barel. Angka-angka tersebut memberikan gambaran awal sebelum pengumuman resmi dari Badan Informasi Energi AS yang dijadwalkan pada hari Jumat.
Dalam perkembangan lain, rencana China untuk menerbitkan obligasi pemerintah senilai 3 triliun yuan (setara $411 miliar) telah memberikan angin segar bagi pasar minyak. Langkah ini merupakan bagian dari upaya stimulus fiskal China untuk memperkuat ekonomi yang tertekan selama beberapa waktu terakhir. Menurut Kelvin Wong, analis pasar senior di OANDA, "Stimulus China kemungkinan akan memberikan dukungan jangka pendek untuk minyak mentah WTI pada harga US$ 67 per barel."
Fokus pelaku pasar juga tertuju pada ekonomi AS, yang merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Meskipun terdapat sinyal melemahnya keyakinan konsumen di bulan Desember, lonjakan pesanan baru untuk barang-barang modal utama buatan AS pada bulan November menunjukkan bahwa permintaan yang kuat untuk mesin dan kenaikan penjualan rumah baru menjelang akhir tahun memberikan tanda positif bagi kestabilan ekonomi.
Dinamika pasar minyak yang diwarnai oleh kebijakan ekonomi China dan data ekonomi AS yang beragam, membuat para pelaku pasar terus memantau perkembangan tersebut dengan seksama. Keseimbangan antara pasokan dan permintaan global, serta langkah-langkah stimulus ekonomi menjadi penentu utama arah harga minyak dalam waktu dekat. Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi, para investor perlu tetap waspada dan siap menghadapi perubahan cepat dalam industri perminyakan global.