Batu Bara

Saham Adaro Andalan Indonesia (AADI) Bangkit di Tengah Dinamika Batu Bara

Saham Adaro Andalan Indonesia (AADI) Bangkit di Tengah Dinamika Batu Bara
Saham Adaro Andalan Indonesia (AADI) Bangkit di Tengah Dinamika Batu Bara

JAKARTA– Saham PT Adaro Andalan Indonesia (AADI) kembali mencuri perhatian publik setelah mengalami peningkatan performa usai melewati periode merah selama sepekan terakhir. Pada perdagangan 17 Desember hingga 23 Desember 2024, saham AADI terus berada di zona merah. Namun, peningkatan aktivitas perdagangan pada akhir pekan ini membuktikan potensi bangkitnya emiten tambang batu bara raksasa ini.

Meskipun demikian, investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) untuk saham AADI sebesar Rp 49,1 miliar, dengan total nilai transaksi jual mencapai Rp 76,5 miliar. Hal ini menunjukkan dinamika pasar yang masih dibayangi ketidakpastian terkait industri batu bara.

Performa Keuangan dan Posisi Kompetitif AADI

Research yang dipublikasikan oleh CGS International Sekuritas pada 19 Desember menyoroti bahwa AADI merupakan salah satu produsen utama batu bara di Indonesia. AADI dikenal memproduksi batu bara dengan nilai kalori menengah (mid-CV) berkisar antara 4,200-5,000 kcal/kg. Keunggulan kompetitif AADI terletak pada struktur biaya yang paling rendah di antara perusahaan sejenis, dengan strip ratio sekitar 4.5x, lebih rendah dibandingkan rata-rata perusahaan sejenis yang mencapai 10x.

"Selain itu, AADI memiliki margin kas tertinggi sebesar 44% pada FY23 (tidak termasuk royalti) di antara perusahaan sejenis dan kami memperkirakan margin kas dapat mencapai 39-41% pada FY25F-26F (vs. rata-rata peers: 27-30%)," papar penelitian yang digawangi oleh Jacquelin Hamdani dan Nathania Giovanna Adjie.

Prospek dan Tantangan

Lebih lanjut, CGS memperkirakan harga batu bara akan menurun menjadi US$ 110/ton hingga US$ 95/ton pada FY25F/26F, dari US$135/ton pada FY24F, akibat kemungkinan kelebihan pasokan. Hal ini akan menyebabkan pendapatan AADI turun menjadi US$ 4,4 miliar (-16% yoy) dan US$ 3,9 miliar (-11% yoy) pada FY25F dan FY26F. Sementara itu, produksi diprediksi mencapai 66.9 juta-68.3 juta ton selama periode yang sama, meningkat sebesar 2% yoy.

"Kami memperkirakan laba bersih inti untuk FY25F dan FY26F masing-masing akan mencapai US$ 756 juta (-23% yoy) dan US$ 645 juta (-15% yoy)," ungkap CGS.

Strategi Pembayaran Dividen dan Skenario Pembiayaan

Dalam skenario dasarnya, CGS mengasumsikan rasio pembayaran dividen sebesar 40% untuk FY25F-26F, yang mengimplikasikan yield sebesar 5,9-7,0%. Angka ini didasarkan pada asumsi pembayaran pinjaman sebesar US$ 106 juta dan belanja modal sebesar US$ 450 juta untuk pengembangan pembangkit listrik pada FY25F.

Dalam skenario terbaiknya, CGS berpendapat tidak akan ada pembayaran pinjaman dan rasio pembayaran dividen dapat mencapai 55%, menghasilkan imbal hasil sebesar 8,1-9,6%. Namun, dalam skenario terburuk, di mana belanja modal untuk pengembangan tambang baru lebih besar dan pembayaran pinjaman meningkat signifikan, asumsi pembayaran dividen bisa turun hingga 25%, dengan imbal hasil sebesar 3,7-4,3%.

Valuasi dan Prospek Pasar

Sejak melantai di bursa pada 5 Desember, harga saham AADI telah meningkat sebesar 56%. Menurut analisis dari CGS, saham AADI saat ini diperdagangkan pada 5,8x P/E untuk FY25F, yang dianggap wajar dibandingkan rata-rata perusahaan sejenis di kisaran 6,7x.

"Kami memulai coverage pada AADI dengan peringkat Hold dan target harga berbasis DCF sebesar Rp 8.900 (WACC: 12%; TG berdasarkan umur tambang 7 tahun), mengimplikasikan 5,9x FY25F P/E. Risiko peningkatan mencakup pembayaran dividen dan harga batu bara yang lebih tinggi. Risiko penurunan mencakup pembayaran dividen dan harga batu bara yang lebih rendah," terang CGS.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor ini, saham AADI masih menawarkan prospek yang menarik bagi para investor, khususnya yang memiliki eksposur pada industri batu bara. Keunggulan kompetitif dalam hal biaya produksi dan strategi diversifikasi bisnis yang adaptif akan menjadi penentu dalam mendukung peningkatan nilai saham AADI di masa mendatang. Para pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap dinamika global yang mempengaruhi harga batu bara dan kebijakan pemerintah terkait energi dan lingkungan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index