JAKARTA - PT Pertamina (Persero) tengah berupaya keras mendukung agenda nasional dalam mewujudkan kemandirian energi melalui peluncuran bahan bakar baru, B40. Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Pertamina telah menyiapkan dua kilang utama untuk memproduksi bahan bakar campuran biodiesel dengan kandungan 40 persen bahan bakar nabati, yaitu Refinery Unit (RU) III Plaju di Palembang dan RU VII Kasim di Papua.
Upaya ini menandakan langkah signifikan dalam perjalanan Indonesia menuju kemandirian energi dan pengurangan emisi karbon. Pencampuran secara teknis akan dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan dan distribusi.
Komitmen Pertamina dalam Produksi B40
Didik Bahagia, Direktur Operasi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), menyatakan, "Pada dasarnya, kilang kami rata-rata memproduksi bahan bakar B0, dan insya Allah siap untuk memproduksi B40. Kilang yang akan memproduksi B40 adalah RU III Plaju dan RU VII Kasim, sementara blending-nya dilakukan oleh Patra Niaga."
Pernyataan ini menegaskan kesiapan Pertamina dalam memenuhi kebutuhan energi ramah lingkungan yang semakin meningkat. Komitmen ini juga mencerminkan upaya perusahaan dalam mendukung kebijakan bahan bakar nabati sebagai bagian dari agenda nasional.
Bioavtur: Inovasi Terbaru dari Pertamina
Selain produksi B40, Pertamina juga memperluas lini produknya dengan memproduksi bioavtur atau Sustainable Aviation Fuel (SAF), yang merupakan bahan bakar aviasi dengan campuran 2,4 persen bahan bakar berbasis sawit. Produksi bioavtur ini dilakukan di Green Refinery Kilang Cilacap menggunakan metode co-processing.
"Kapasitas pengolahan bioavtur saat ini mencapai 9.000 barel per hari (bph), dengan bahan baku dari produk turunan kelapa sawit, yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO). Uji coba telah dilakukan menggunakan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-800 untuk rute Jakarta-Solo pulang pergi," tambah Didik.
Langkah ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia dalam memimpin pasar biofuel global, tetapi juga menandai kemajuan penting dalam industri penerbangan berkelanjutan.
Dukungan Kebijakan Pemerintah
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendukung penuh upaya ini dengan rencana implementasi biodiesel 40 (B40) pada 2025, dengan target produksi hingga 15,62 juta kiloliter (KL). Kebijakan ini sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menempatkan ketahanan pangan dan energi sebagai prioritas nasional.
B40 merupakan campuran solar sebanyak 60 persen dan bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit sebesar 40 persen. Penggunaan B40 diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, sekaligus meningkatkan nilai tambah produk kelapa sawit Indonesia.
Tantangan dan Peluang
Penerapan teknologi dan peningkatan kapasitas produksi adalah tantangan yang harus dihadapi Pertamina. Namun, dengan dukungan teknologi canggih dan keahlian lokal, Pertamina optimistis dapat mengatasi semua tantangan yang ada. Pengembangan kilang dan teknologi blending memegang peranan vital dalam proses ini.
"Tantangan utama adalah memastikan proses produksi dan distribusi berjalan lancar dan sesuai standar, sekaligus menjaga kualitas bahan bakar tetap optimal," jelas Didik.
Selain itu, inisiatif ini juga membuka peluang baru dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi daerah, terutama di sekitar lokasi kilang yang menjalankan produksi B40.
Dampak secara Global dan Lokal
Pengembangan bahan bakar B40 dan bioavtur mencerminkan langkah strategis Indonesia dalam merespons tuntutan global terhadap bahan bakar berkelanjutan. Dalam konteks global, upaya ini diharapkan tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai pelopor dalam pemanfaatan bahan bakar hayati, tetapi juga memperkuat posisi negara ini dalam pasar energi internasional.
Secara lokal, dampak positif juga diharapkan pada peningkatan kesejahteraan petani kelapa sawit melalui penyerapan produk nabati yang lebih tinggi. Selain itu, penerapan B40 berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca, menjaga kelestarian lingkungan, serta meningkatkan ketahanan energi nasional.
Dengan pengalaman dan sumber daya yang dimiliki, Pertamina menunjukkan komitmen kuat terhadap inisiatif energi hijau dan terbarukan. Kesiapan dua kilang utama dalam memproduksi B40 dan keberhasilan dalam pengembangan bioavtur adalah bukti konkret bahwa Indonesia semakin siap mengimplementasikan kebijakan bahan bakar nabati yang ambisius.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi katalis bagi transformasi industri energi nasional menuju masa depan yang lebih hijau, sekaligus mendukung inisiatif global dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Pertamina, sebagai tulang punggung energi Indonesia, akan terus memainkan peran penting dalam mencapai cita-cita besar nasional dan global.