Energi

Pushep Soroti Kebijakan Energi Tahun 2024 dengan Catatan Penting

Pushep Soroti Kebijakan Energi Tahun 2024 dengan Catatan Penting
Pushep Soroti Kebijakan Energi Tahun 2024 dengan Catatan Penting

JAKARTA - Pusat Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) melalui wakilnya, Bayu Yusya, memberikan evaluasi terhadap kebijakan energi nasional sepanjang tahun 2024. Khususnya mengenai sektor energi dan ketenagalistrikan, sejumlah isu strategis menjadi sorotan utama karena dianggap memiliki implikasi besar bagi peta jalan transisi energi di Indonesia.

Salah satu perhatian utama yang diangkat oleh Bayu adalah rencana perubahan kebijakan energi nasional. Pemerintah memang telah menunjukkan itikad untuk mendukung transisi energi dengan merevisi Rencana Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Namun, Bayu menyoroti bahwa kebijakan ini masih menyimpan sejumlah tantangan yang tidak bisa dianggap remeh. "Salah satu yang paling mencolok adalah penurunan target bauran energi baru terbarukan (EBT) dari 23% menjadi 17%-19% untuk tahun 2025," ujarnya pada konferensi pers Minggu, 29 Desember 2024.

Menurut Bayu, penurunan target ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam upaya dekarbonisasi dan bertentangan dengan target Just Energy Transition Partnership (JETP) yang menetapkan bauran energi sebesar 44% pada tahun 2030. "Langkah ini justru melemahkan upaya transisi energi yang menjadi prioritas global dan nasional. Selain itu, mekanisme pemantauan terhadap pencapaian target bauran energi juga belum optimal, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaannya," tambahnya.

Bayu juga menyoroti kurangnya partisipasi publik dalam perumusan kebijakan strategis, termasuk revisi KEN. Pelibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan dinilai penting agar kebijakan tersebut mendapatkan legitimasi yang kuat dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. "Pelibatan publik secara bermakna adalah hal yang mutlak untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan memiliki legitimasi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat," tegas Bayu.

Selain itu, Bayu memberikan apresiasi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XXI/2023 yang menegaskan inkonstitusionalitas sistem unbundling dalam pengelolaan ketenagalistrikan. Keputusan ini dipandang positif karena menguatkan peran negara dalam menyediakan akses energi listrik yang merata dan berkeadilan. Namun demikian, Bayu juga mengkritisi keterlambatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT) yang hingga kini belum mendapatkan kepastian hukum.

Bayu menilai bahwa molornya pengesahan RUU EBT dapat memperlambat pembangunan energi baru terbarukan di Indonesia. Ketidakpastian hukum semacam ini menjadi penghalang significant bagi investor untuk berkomitmen dalam pengembangan energi terbarukan. “Minimnya partisipasi publik dalam proses pembahasan juga menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi dalam proses legislasi energi kita,” tegasnya lagi.

Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret dan terukur untuk mengatasi tantangan yang ada di sektor energi dan ketenagalistrikan ini. Bayu menutup paparannya dengan menekankan bahwa kebijakan energi harus sejalan dengan prinsip keberlanjutan, keadilan, dan keberpihakan kepada kepentingan nasional. "Ini adalah kunci untuk mewujudkan transisi energi yang tidak hanya berhasil secara teknis, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat luas," pungkasnya.

Dengan catatan evaluatif dan rekomendasi strategis dari Pushep ini, pemerintah diharapkan dapat mendorong kebijakan energi yang lebih inklusif dan berorientasi pada pencapaian target energi bersih yang ambisius. Dibutuhkan komitmen yang lebih besar dari pemerintah untuk mempercepat upaya transisi energi yang berkelanjutan di Indonesia, demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index