Pemerintah Indonesia menegaskan langkah tegas dan komitmennya untuk memensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara meskipun menghadapi kendala pendanaan.
Dalam konferensi pers mengenai Capaian Kinerja ESDM yang berlangsung di Jakarta pada Senin, 3 Februari 2025, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan pernyataan tegas mengenai arah kebijakan ini. "Sebagai bentuk komitmen kita, Indonesia memensiunkan 660 MW PLTU Cirebon 1. Jadi, kita pensiun dini kan tujuh tahun lebih cepat sebelum masa pensiun, kita tarik," tegas Bahlil.
Selain kebijakan spesifik pensiun dini terhadap PLTU Cirebon-1, Bahlil juga menjelaskan bagaimana langkah ini dapat dilakukan lebih cepat berkat dukungan finansial dari Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB). Berdasarkan laporan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Indonesia telah memperoleh pinjaman berbasis kebijakan senilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,5 triliun dari ADB. "Ini sekarang udah mulai jalan (proses pensiun dini), (dana) ADB ya, kayak begini-begini, paten punya," tambah Bahlil, menunjukkan optimisme terkait progres kebijakan tersebut.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Bahlil menguraikan bahwa terdapat dua syarat utama untuk melaksanakan pensiun dini PLTU. Pertama, harus ada institusi pembiaya yang sudah jelas, sehingga secara ekonomi tidak membebani negara, Perusahaan Listrik Negara (PLN), maupun masyarakat. "Jadi kita mau mempensiunkan dini, ada yang membiayai, yang itu secara ekonomi, tidak membebankan negara, PLN, dan rakyat. Kalau ada yang membiayai murah begini, alhamdulillah," ujarnya.
Kedua, jika pembiayaan disediakan dalam bentuk pinjaman, maka harus dijamin bahwa tingkat bunganya tidak tinggi serta memiliki tenor yang panjang. "Kasih uangnya, nggak boleh bunga mahal, dan pinjaman jangka panjang. Dengan harga sampai ke rakyat yang murah, dan tidak membebani terlalu besar. Andaikan perlu subsidi, oke. Tapi pada harga yang sekarang, jangan dinaikkan," jelasnya lebih lanjut.
Namun, Bahlil juga mengeluhkan minimnya lembaga pembiayaan internasional yang memberikan dukungan pendanaan kepada Indonesia untuk agenda pensiun dini PLTU ini. "Jadi, saya mau tanya lembaga mana yang membiayai kita kalau kita mempensiunkan sekarang? Ini dilematik sekali. Bila perlu kita pensiunkan semua, yang penting ada yang membiayai dong," tegasnya, menambahkan panggilan kepada komunitas internasional untuk lebih proaktif dalam mendukung transisi energi bersih di Indonesia.
Menggantikan peran PLTU Cirebon 1 yang berdaya 660 MW, pemerintah memproyeksikan perlunya pembangunan beberapa sumber energi pengganti. Ini termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang didukung dengan Battery Energy Storage System (BESS) atau sistem penyimpanan energi baterai sebesar 700 megawatt (MW). Selain itu, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Banyu (PLTB) sebesar 1.000 MW, PLTS sebesar 346 MW, serta tambahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebesar 12 MW juga masuk dalam rencana.
Pemerintah Indonesia mengakui ukuran tantangan yang dihadapi dalam peralihan dari penggunaan batu bara ke sumber energi terbarukan. Namun, komitmen ini merupakan langkah strategis untuk menyeimbangkan kebutuhan akan listrik dengan tujuan menjaga kelestarian lingkungan. Upaya untuk memohon lebih banyak dukungan dan kolaborasi internasional adalah bagian dari strategi besar untuk memastikan keberlangsungan transisi energi di Indonesia.
Ini adalah misi yang membutuhkan koordinasi yang erat antara berbagai pemangku kepentingan nasional dan internasional. Pemerintah berharap dengan adanya pendanaan yang inovatif dan pendekatan kerjasama baru, target pensiun dini PLTU batu bara dapat tercapai dalam waktu yang ada. Dukungan ADB menjadi langkah awal yang menandai komitmen regional dan internasional dalam mendukung peralihan energi Indonesia ke arah yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Keberhasilan Indonesia dalam memensiunkan PLTU batu bara tidak hanya akan berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca tetapi juga membuka jalan bagi pengembangan ekonomi yang lebih inovatif dan pembukaan lapangan kerja yang ramah lingkungan. Di tengah tantangan pendanaan yang dihadapi, pemerintah dan seluruh pihak bersikukuh melanjutkan keberhasilan langkah ini dengan berharap akan ada lebih banyak inisiatif pendanaan serupa di masa mendatang.