JAKARTA - Langkah konkret terus diambil oleh pemerintah melalui perusahaan BUMN untuk mempercepat target transisi energi bersih. Salah satu bentuk komitmen tersebut ditunjukkan lewat kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang fokus pada pengembangan energi panas bumi sebagai salah satu sumber energi terbarukan di Indonesia.
Potensi pengembangan panas bumi di tanah air masih sangat besar, dan kolaborasi dua BUMN energi ini dinilai strategis untuk mempercepat implementasi transisi energi dari fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT). Dalam kerja sama terbaru, kedua perusahaan menyepakati percepatan proyek panas bumi dengan total potensi tambahan kapasitas listrik mencapai 1.130 megawatt (MW).
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Power Indonesia (Pertamina NRE), Dannif Danusaputro, dan Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Usaha PLN, Evy Haryadi. Penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury, dalam ajang ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF) yang berlangsung pada Selasa, 6 Agustus 2025.
Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury, menyatakan bahwa upaya ini merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mempercepat transisi energi melalui sinergi antar-BUMN. “Ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi BUMN untuk mendorong pengembangan panas bumi yang menjadi bagian dari energi baru dan terbarukan. Ini penting agar kita bisa mempercepat implementasi transisi energi,” kata Pahala.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina NRE, Dannif Danusaputro, menekankan pentingnya kolaborasi dalam menghadapi tantangan transisi energi. “Kami melihat bahwa kerja sama ini akan membawa manfaat besar dalam pengembangan potensi energi panas bumi yang masih sangat besar di Indonesia,” ujarnya.
Kerja sama ini juga diharapkan dapat memaksimalkan pengelolaan potensi panas bumi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, terutama di daerah dengan aktivitas vulkanik tinggi. Dengan demikian, proyek-proyek yang telah direncanakan dapat berjalan lebih efisien dan terintegrasi.
Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Usaha PLN, Evy Haryadi, juga menambahkan bahwa pengembangan energi terbarukan, termasuk panas bumi, merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan untuk mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. “Kami menyambut baik kerja sama dengan Pertamina NRE dalam memperkuat peta jalan transisi energi di sektor kelistrikan nasional,” ungkap Evy.
Nota kesepahaman ini bukanlah langkah awal, melainkan kelanjutan dari serangkaian inisiatif yang telah dijalankan oleh kedua perusahaan dalam beberapa tahun terakhir. Kedua BUMN ini sebelumnya juga telah melakukan kerja sama dalam pengembangan sejumlah wilayah kerja panas bumi (WKP) di Sumatera, Jawa, hingga wilayah timur Indonesia.
Dengan potensi tambahan sebesar 1.130 MW dari sektor panas bumi, kerja sama ini diharapkan bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap bauran energi nasional. Saat ini, panas bumi merupakan salah satu sumber EBT yang paling stabil dan bisa digunakan sebagai base load dalam sistem kelistrikan. Artinya, panas bumi mampu menyuplai listrik secara terus-menerus, berbeda dengan sumber EBT lain seperti surya dan angin yang bersifat intermiten.
Indonesia sendiri dikenal sebagai negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. Namun, hingga kini pemanfaatannya masih belum optimal. Melalui kerja sama strategis ini, diharapkan pemanfaatan energi panas bumi bisa semakin ditingkatkan sehingga turut membantu pencapaian target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.
Pertamina NRE sebagai subholding energi baru dan terbarukan dari Pertamina juga tengah mengembangkan sejumlah proyek panas bumi, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan mitra strategis. Beberapa proyek yang tengah digarap antara lain di Ulubelu, Lahendong, Kamojang, hingga Lumut Balai.
Selain pengembangan panas bumi, Pertamina NRE juga aktif dalam berbagai proyek energi hijau lainnya seperti solar PV, hidrogen hijau, hingga pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Di sisi lain, PLN juga tengah mempercepat transformasi digital dan dekarbonisasi sistem kelistrikan nasional melalui program-program seperti co-firing biomassa di PLTU, serta pembangunan pembangkit EBT skala besar.
Dengan semakin eratnya kolaborasi antara Pertamina dan PLN dalam proyek panas bumi ini, diharapkan investasi pada sektor energi bersih juga akan semakin menggeliat. Terlebih, proyek ini dinilai layak secara ekonomi dan lingkungan karena mampu mengurangi emisi karbon secara signifikan dalam jangka panjang.
Pemerintah pun terus mendorong agar lebih banyak BUMN maupun sektor swasta turut berpartisipasi dalam program transisi energi. Pahala Mansury menegaskan bahwa target Indonesia untuk mencapai netral karbon tidak akan tercapai tanpa dukungan nyata dari semua pihak, khususnya BUMN yang memiliki kapasitas dan sumber daya.
“Transisi energi bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal kolaborasi dan keberlanjutan. Sinergi seperti ini harus terus diperluas,” tutup Pahala.
Melalui upaya bersama ini, jalan menuju transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan semakin terbuka lebar. Proyek panas bumi Pertamina dan PLN menjadi salah satu pilar penting dalam mewujudkan masa depan energi Indonesia yang lebih hijau dan tangguh.