Jakarta - Proses penyelidikan dugaan korupsi yang melibatkan penyelewengan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Ambon Kota masih belum menunjukkan kemajuan berarti. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dinilai lambat dalam menangani kasus korupsi yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp1,9 miliar ini. Masyarakat dan pengamat hukum terus mendesak pihak berwenang untuk segera mengungkap siapa saja di balik kasus tersebut.
Hampir satu tahun berlalu sejak Kejati Maluku mulai menyelidiki kasus ini pada Mei 2024. Namun, hingga akhir Januari 2025, penyidik belum mengidentifikasi atau menetapkan tersangka, meskipun nilai penyelewengan telah diumumkan. Penyelewengan ini dilakukan dengan modus kredit fiktif melalui nasabah topengan. Kejati Maluku telah memeriksa sejumlah saksi, tetapi belum ada perkembangan berarti terkait pengungkapan pelaku, Senin, 3 Februari 2025.
Henry Lusikooy, S.H., M.H., seorang pengamat hukum, menyatakan bahwa penetapan tersangka harus segera dilakukan, terutama setelah nilai kerugian negara diketahui. "Jaksa sudah harus mengungkap siapa saja yang terlibat. Sebab biasanya kalau sudah diketahui nilai kerugian keuangan negaranya, maka nama pelakunya juga sudah harus diketahui, siapa saja yang turut membantu atau menerima uang," ujar Lusikooy saat diwawancarai di Ambon pada Minggu, 2 Februari 2025.
Lusikooy juga menyoroti pernyataan mantan Plt. Kasi Penkum Kejati Maluku, Aizit P. Latuconsina, yang mengatakan bahwa penyelewengan tersebut diduga dilakukan oleh oknum pegawai bank melalui skema kredit fiktif. Selain itu, pihak BRI Cabang Ambon juga mengonfirmasi telah mengambil tindakan tegas berupa pemecatan terhadap pegawai yang terbukti terlibat dalam kasus tersebut.
"Ini yang harus diperjelas, siapa oknum pegawai bank tersebut? Apa jabatannya? dan apakah pelakunya tunggal ataukah ada orang lain dalam hal ini atasan dia yang turut terlibat," tegas Lusikooy. Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus korupsi seperti ini, biasanya melibatkan lebih dari satu orang, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya persekongkolan.
Kasi Penkum Kejati Maluku, Ardy, menjelaskan bahwa pihak Kejaksaan masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku untuk mendapatkan data kerugian negara secara resmi. "Untuk kasus BRI Ambon, penyidik masih menunggu perhitungan dari BPKP," ujar Ardy saat ditemui di kantornya. Setelah laporan audit diterima, Kejati berencana untuk melakukan gelar perkara guna menetapkan siapa saja yang bertanggung jawab.
Dokumen penting terkait kasus ini sudah diserahkan kepada tim auditor BPKP. "Kita sudah ekspose di BPKP, dan kita juga sudah serahkan dokumen apa saja yang dibutuhkan BPKP," kata Ardy. Penyelidikan ini tetap memerlukan koordinasi lebih lanjut terkait dokumen yang masih kurang.
Kerugian finansial yang diidentifikasi dalam audit internal BRI mencapai sekitar Rp1,9 miliar. "Meskipun sudah ada temuan internal (BRI), tetap kita meminta pihak BPKP untuk menghitung kembali total kerugian keuangan negara," tambah Ardy.
Dalam wawancara terpisah, beberapa nasabah BRI yang diperiksa oleh jaksa penyidik menuturkan bahwa mereka sempat diminta oleh seorang pegawai BRI menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pengajuan kredit usaha. Kredit tersebut seharusnya tidak menimbulkan kewajiban bagi nasabah untuk membayar angsuran, namun kenyataannya nasabah dihubungi untuk pembayaran yang tidak seharusnya mereka tanggung. Mereka mencurigai adanya permainan dari FJ alias Fita, pegawai BRI yang diduga terlibat dalam kasus ini.
"Para nasabah ini memberikan KTP mereka karena FJ alias Fita menjanjikan bahwa ke depan nasabah aman dan tidak akan ditagih oleh pihak bank (BRI) untuk pembayaran angsuran setiap bulannya," ungkap salah satu sumber media kami. Namun, kredit senilai Rp10 juta yang dicairkan, di mana nasabah hanya menerima Rp250 ribu sebagai kompensasi, harus mereka bayar kembali.
Seiring berjalannya waktu, nasabah justru malah ditagih oleh bank. "Para nasabah ini merasa dirugikan dan telah menandatangani surat penyataan bahwa mereka tidak menggunakan uang kredit tersebut," tambah sumber yang meminta anonimitas.
Penyelidikan terus berlanjut, dan publik berharap Kejati Maluku segera mengungkap dan membawa pelaku ke pengadilan demi keadilan dan akuntabilitas keuangan negara.