Kecamatan Routa di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, kini menjadi pusat perhatian berkat hadirnya berbagai perusahaan tambang. Diproyeksikan sebagai sumber signifikan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), perusahaan-perusahaan ini diharapkan dapat membawa kontribusi berarti tidak hanya dalam segi ekonomi, tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan sosial dan lingkungan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Meskipun harapan tinggi ini, realitas di lapangan menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Kontribusi perusahaan-perusahaan tambang di Routa, terutama dalam hal pajak daerah, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), masih jauh dari harapan. Apalagi, penyaluran dan pelaporan dana CSR juga belum memenuhi standar transparansi dan kepatuhan yang diharapkan oleh pemerintah daerah.
Direktur Utama PT Petronesia Benimel (PB), Remon Juhendrik, menegaskan bahwa sejak penandatanganan kerjasama penambangan nikel dengan PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) pada 19 Mei 2022, pihaknya telah melakukan berbagai pekerjaan penting. “Kami fokus pada pengupasan tanah, penambangan, dan pengangkutan bijih nikel. Namun, kami akui, pelaporan CSR kami harus lebih ditingkatkan,” ungkapnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Konawe, Dr. Ferdinand, menyatakan bahwa dari semua perusahaan di wilayah itu, hanya PT SCM yang memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah. "Penghasilan Asli Daerah dari PT SCM didapat dari sektor pajak, IMB, dan laporan RPTKA. Namun, lagi-lagi, hanya PT SCM yang melaporkan penggunaan dana CSR,” terang Ferdy pada Senin, 3 Februari 2025.
Ferdy menambahkan, "Kehadiran perusahaan tambang semestinya berkontribusi positif bagi daerah, termasuk melalui dana CSR. Namun, sampai kini, kami baru mendapatkan laporan dari PT SCM mengenai penggunaan dana CSR mereka."
Menurut Ferdy, laporan CSR yang diterima dari PT SCM masih belum rinci. "Perusahaan harus melaporkan kegiatan sosialnya secara spesifik, apa saja penerima manfaatnya, dan berapa besar dana yang disalurkan," tambahnya. Situasi serupa juga ditemukan pada Perusahaan Modal Asing (PMA) di Morosi, yang hingga kini belum melaporkan penggunaan dana CSR mereka sama sekali, meski telah menyalurkan dana tersebut.
Di sisi lain, pengamat CSR Dr. Herianto Wahab menggarisbawahi betapa pentingnya transparansi dalam pelaporan CSR. “Perusahaan, baik swasta maupun BUMN, diharapkan melaksanakan CSR dengan bertanggung jawab. Dana CSR harus dilaporkan tertulis dan dipublikasikan,” tegasnya.
Mengenai potensi alokasi dana CSR, Herianto menjelaskan bahwa alokasi tersebut haruslah proposional dan tepat sasaran, mendukung berbagai aspek pembangunan daerah. “Dana ini tidak boleh tumpang tindih dengan APBD. Sebagian bisa diarahkan untuk kegiatan fisik seperti perbaikan infrastruktur, sementara yang lain untuk kegiatan sosial dan ekonomi seperti mendukung UMKM,” jelas Herianto.
Lebih lanjut, ia menyarankan bahwa Pemda Konawe seharusnya melakukan monitoring dan evaluasi rutin terhadap aktivitas CSR perusahaan. “Langkah ini penting untuk memastikan bahwa dana tersebut benar-benar bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan tidak sekadar menjadi formalitas,” ujarnya.
Dengan adanya pengawasan yang ketat, diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas perusahaan dalam pelaksanaan CSR. Hal ini juga demi menghindari praktik yang merugikan masyarakat serta memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah dapat berjalan beriringan dengan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan.
Dalam jangka panjang, intervensi yang lebih kuat dari pemerintah daerah serta kerjasama yang baik antara perusahaan dan masyarakat sekitar, sangat diperlukan untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dan sosial dari industri tambang di Kecamatan Routa. Hanya dengan cara ini, diharapkan impian untuk melihat pertambangan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi daerah dapat terwujud.