Minyak

Terpuruknya Harga Referensi Minyak Sawit di Tengah Menurunnya Permintaan dari India: Tinjauan Kementerian Perdagangan RI

Terpuruknya Harga Referensi Minyak Sawit di Tengah Menurunnya Permintaan dari India: Tinjauan Kementerian Perdagangan RI
Terpuruknya Harga Referensi Minyak Sawit di Tengah Menurunnya Permintaan dari India: Tinjauan Kementerian Perdagangan RI

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengumumkan bahwa harga referensi (HR) untuk minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada Februari 2025 mengalami penurunan signifikan. Harga yang ditetapkan sebagai acuan untuk penetapan bea keluar (BK) serta tarif Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) kini berada di angka 955,44 dolar AS per metrik ton (MT), menunjukkan penurunan drastis senilai 104,10 dolar AS, atau 9,82 persen, dari periode sebelumnya di bulan Januari yang tercatat sebesar 1.059,54 dolar AS/MT.


Penurunan Permintaan dari India dan Minyak Nabati Lainnya

Penurunan HR CPO ini terjadi akibat berbagai faktor, dengan penurunan permintaan dari India sebagai pemicu utama. India yang merupakan salah satu pengimpor terbesar CPO dari Indonesia menunjukkan penurunan permintaan yang signifikan belakangan ini. Di samping itu, penurunan harga minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai dan rapeseed, turut memperparah situasi penurunan harga CPO ini.

“Penurunan HR CPO tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penurunan permintaan terutama dari India dan penurunan harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan rapeseed,” ujar Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 3 Februari 2025.

Keputusan Menteri Perdagangan dan Perhitungan Harga Referensi

Penetapan HR CPO ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 123 Tahun 2025. Penetapan harga ini bersumber dari rata-rata harga CPO selama periode 25 Desember hingga 24 Januari 2025, mencakup bursa CPO di Indonesia yang tercatat di 867,83 dolar AS/MT, Malaysia sebesar 1.043,05 dolar AS/MT, dan pasar lelang CPO Rotterdam senilai 1.253,90 dolar AS/MT.

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, apabila terdapat selisih harga lebih dari 40 dolar AS dari tiga sumber, maka HR CPO ditetapkan berdasarkan rata-rata dua sumber harga yang menjadi median. Oleh sebab itu, penetapan harga dilakukan dengan mengambil referensi dari bursa CPO di Malaysia dan Indonesia.

"Saat ini, HR CPO turun mendekati ambang batas sebesar 680 dolar AS/MT. Oleh karena itu, merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar 124 dolar AS/MT dan pungutan ekspor (PE) CPO sebesar 7,5 persen dari HR CPO Februari 2025, yaitu sebesar 71,6581 dolar AS/MT," jelas Isy Karim.

Harga Referensi Biji Kakao yang Mengalami Kenaikan

Di tengah menurunnya harga CPO, situasi berbeda terjadi pada harga referensi biji kakao. Untuk periode yang sama, harga referensi biji kakao meningkat menjadi 11.102,84 dolar AS/MT, bertambah 553,25 dolar AS atau 5,24 persen dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini juga mengakibatkan meningkatnya Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Februari 2025 menjadi 10.600 dolar AS/MT, naik 540 dolar AS atau 5,36 persen dibandingkan periode sebelumnya.

Peningkatan harga biji kakao ini dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi, terutama disebabkan oleh penurunan produksi dari produsen utama di wilayah Afrika Barat. Namun, meski ada kenaikan harga, BK biji kakao tetap stabil di level 15 persen sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kolom 4 Lampiran Huruf B pada PMK Nomor 38 Tahun 2024.

Implikasi Terhadap Industri CPO dan Kebijakan Perdagangan

Penurunan harga referensi minyak sawit ini tentu membawa implikasi bagi industri kelapa sawit di Indonesia. Dengan menurunnya harga, industri menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan ekosistem produksi yang efisien dan berkelanjutan. Di sisi lain, pemerintah dituntut untuk mampu menyeimbangkan antara kebijakan perdagangan yang merangsang ekspor dan upaya mendukung para petani serta pelaku usaha di sektor perkebunan kelapa sawit.

Langkah-langkah strategis tentu diperlukan untuk mengatasi potensi dampak negatif ini, termasuk diversifikasi pasar dan peningkatan kualitas produk turunan kelapa sawit. Adanya penurunan harga diharapkan tidak meredam pertumbuhan sektor ini yang selama ini menjadi salah satu pilar penting ekonomi Indonesia.

Ke depannya, berbagai analisis pasar dan kebijakan dapat menjadi dasar yang kuat untuk mengatur arah dan strategi perdagangan minyak sawit yang lebih tegas dan berdaya saing di kancah internasional. Dengan demikian, Indonesia dapat terus mempertahankan posisinya sebagai pemain utama di pasar minyak sawit dunia, meski menghadapi fluktuasi harga dan tantangan permintaan global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index