Keputusan Presiden AS pada saat itu, Donald Trump, untuk menarik diri dari Paris Agreement 2015 telah menciptakan dampak signifikan bagi banyak negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Langkah ini bukan hanya merusak tatanan internasional dalam hal pengendalian perubahan iklim, tetapi juga memicu dilema besar di sektor energi terbarukan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadia, mengungkapkan tantangan ini dalam pernyataannya baru-baru ini. "Bicara tentang energi baru terbarukan ini bicara tentang sesuatu yang kesini-kesini sudah mulai hampir ketidakpastian," ujar Bahlil.
Langkah mundur Amerika Serikat dari perjanjian iklim telah menempatkan Indonesia dalam situasi yang rumit terkait pendanaan dan keberlanjutan proyek-proyek energi bersih. Kebijakan ini berdampak pada minimnya dukungan lembaga keuangan dunia terhadap energi terbarukan. Seperti yang dijelaskan Bahlil, "Yang namanya green energy, cost-nya pasti lebih mahal. Sebenarnya kita pada posisi yang sangat dilematis untuk mengikuti 'gendang' ini."
Pengaruh besar Amerika Serikat dalam kesepakatan iklim dan peran strategisnya dalam pendanaan telah menjadikannya one of the key players dalam tatanan energi terbarukan dunia. Bahlil mengilustrasikan situasi ini dengan mengatakan, "Kalau otaknya, kalau pemikirnya, negara yang memikirkan ini saja mundur, masa kita yang follower ini mau masuk pada jurang itu?"
Mengamati Keberhasilan China dalam Energi Terbarukan
Sebagai contoh kesuksesan, China telah menunjukkan peningkatan penggunaan energi terbarukan secara signifikan. Dalam lima tahun terakhir, di bawah pimpinan Xi Jinping, hampir 50% dari total konsumsi energi mereka berasal dari sumber terbarukan. Pada 2021, kontribusi energi terbarukan terhadap listrik nasional mencapai 30%, dengan proyek-proyek tenaga surya skala besar menyumbangkan lebih dari 560 GW pada 2022 dan 2023. Badan Energi Internasional memprediksi bahwa China akan memonopoli lebih dari 50% produksi energi terbarukan dunia pada 2024.
Konsistensi dan komitmen China terhadap Paris Agreement menjadikannya sebagai panutan dalam pemanfaatan energi terbarukan. Hal ini seharusnya menjadi motivasi bagi Indonesia untuk memanfaatkan potensi energi terbarukan yang melimpah.
Potensi dan Tantangan Energi Terbarukan di Indonesia
Indonesia memiliki cadangan energi terbarukan yang melimpah, namun pemanfaatannya masih di bawah potensi. Terlihat dari data pendukung bahwa meskipun potensi besar ada, realisasi pemanfaatannya masih jauh dari yang diharapkan. Namun, optimism harus tetap ada. Awal 2025, 37 proyek strategis energi terbarukan telah diresmikan di 18 provinsi, dengan total kapasitas 3,2 GW. Ini menunjukkan komitmen serius Presiden Prabowo terhadap swasembada energi melalui energi terbarukan.
Menurut Utusan Khusus Presiden bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo, pemerintah mempunyai rencana jangka panjang pengembangan energi terbarukan melalui PT PLN (Persero) dengan target kapasitas 103 GW dalam 15 tahun ke depan, di mana 75% di antaranya berasal dari renewable energy. "75% itu renewable energy, antara lain dari geothermal, tenaga bayu, tenaga surya, dan juga nature based dari biomassa," ujar Hashim.
Partisipasi Masyarakat dalam Pemanfaatan Energi Terbarukan
Selain dukungan pemerintah, partisipasi masyarakat sangat penting dalam pengembangan energi terbarukan. Keberhasilan China tidak lepas dari dukungan rakyatnya dalam membangun kemandirian energi, yang turut berperan memajukan ekonomi nasional. Oleh karena itu, dukungan masyarakat Indonesia sangat diperlukan untuk mencapai swasembada energi. Proyek energi terbarukan harus dilihat sebagai investasi untuk kesejahteraan rakyat, bukan sekadar agenda pemerintah.
Keterlibatan publik dan kolaborasi seluruh pihak adalah kunci sukses bagi Indonesia untuk mencapai target energi berkelanjutan dan pindah dari ketergantungan pada energi fosil yang merusak lingkungan. Dengan semangat dan upaya kolaboratif, tidak mustahil energi terbarukan akan menjadi solusi utama bagi kebutuhan energi nasional kita di masa depan.
Melalui langkah strategis ini, Indonesia diharapkan dapat mengatasi dilema energi terbarukan dan menjadi pelopor dalam memanfaatkan energi bersih di Asia Tenggara, sekaligus berkontribusi aktif dalam perjuangan global melawan perubahan iklim.