Crypto

Crypto untuk Anak Muda: Investasi Cerdas atau FOMO?

Crypto untuk Anak Muda: Investasi Cerdas atau FOMO?
Crypto untuk Anak Muda: Investasi Cerdas atau FOMO?

JAKARTA - Di era digital saat ini, tren investasi tak lagi terbatas pada saham atau emas. Cryptocurrency atau mata uang kripto kini menjadi salah satu pilihan utama, khususnya di kalangan generasi muda. Sebagaimana dijelaskan Investopedia, kripto merupakan mata uang digital yang menggunakan kriptografi sebagai pengamanannya sehingga hampir mustahil untuk dipalsukan atau dibelanjakan secara ganda. Awal mula mata uang ini tercipta pada 2009 ketika Satoshi Nakamoto, seorang programmer anonim, menciptakan bitcoin karena kekhawatiran terhadap sistem uang fiat yang terlalu bergantung pada bank dan pemerintah (Britannica, 2025).

Seiring waktu, kripto menjadi komoditas dengan risiko tinggi dan volatilitas ekstrem, yang menawarkan potensi keuntungan besar sebanding dengan risikonya. Nilai keuntungan fantastis ini menjadi magnet bagi banyak orang untuk mencoba peruntungan di pasar kripto. Namun, sisi gelapnya muncul saat investor terjebak dalam FOMO (Fear of Missing Out). Fenomena ini sering terjadi ketika harga kripto sedang naik (bullish) atau ketika mereka melihat informasi di media sosial tentang orang lain yang mendapat keuntungan besar (Indodax, 2023). Volatilitas tinggi membuat para pelaku pasar yang termakan FOMO berpotensi mengalami kerugian signifikan.

Menariknya, data menunjukkan bahwa mayoritas pelaku dan investor kripto di Indonesia berasal dari kalangan muda usia produktif, yakni 25–30 tahun. Sebagaimana dilansir Bisnis (2025), mayoritas investor aset digital berada di rentang usia tersebut. Data Bappebti melalui Indodax (2024) mengonfirmasi bahwa lebih dari 60% investor kripto Indonesia berada di bawah 30 tahun. Fenomena ini bisa menjadi sinyal positif: meningkatnya literasi keuangan di kalangan anak muda dan bertambahnya tingkat inklusi keuangan yang menjangkau generasi muda lebih luas.

Meski demikian, kemunculan investor muda ini juga memunculkan pertanyaan penting. Apakah tren ini benar-benar mencerminkan literasi keuangan yang meningkat, ataukah sekadar ilusi karena banyak yang termakan FOMO? Studi tentang perilaku FOMO di kalangan muda memberikan gambaran menarik. Penelitian oleh Bahri dan Aeni (2025) terhadap 100 mahasiswa di Semarang menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat FOMO sedang hingga tinggi, yang berpotensi menimbulkan perilaku spekulatif. Paparan media sosial dan pengaruh teman sebaya menjadi faktor utama. Hal serupa ditemukan oleh Aritonang dan Haribowo (2024), yang melaporkan sentimen positif tinggi terhadap investasi kripto—indikasi kuat adanya FOMO di kalangan investor muda.

FOMO yang tinggi jelas berisiko, karena mendorong pengambilan keputusan impulsif dan kurang analisis. Fenomena ini tentu tidak bisa dijadikan tolok ukur literasi keuangan yang meningkat. Untuk menghindari jebakan FOMO, investor harus memahami aset yang akan dibeli atau diperdagangkan. Pemahaman fundamental kripto menjadi pondasi penting sebelum melakukan transaksi. Analisis mendalam mengenai risiko, potensi keuntungan, serta evaluasi kinerja aset kripto juga diperlukan. Tanpa literasi keuangan yang cukup, investor muda akan kesulitan menjalankan strategi ini, dan transaksi mereka cenderung bersifat spekulatif semata.

Selain itu, penting bagi investor untuk memperluas wawasan tentang bentuk, model, mekanisme, dan risiko yang melekat pada aset kripto. Pengetahuan ini tidak hanya mencegah kerugian akibat keputusan impulsif, tetapi juga meningkatkan pemahaman keuangan secara lebih luas. Dengan cara ini, investasi kripto bukan sekadar kejar keuntungan instan atau termakan FOMO, melainkan bagian dari literasi keuangan yang matang.

Fenomena ini menunjukkan paradoks menarik: generasi muda Indonesia semakin aktif di pasar aset digital, menandakan inklusi dan literasi keuangan meningkat, namun sisi psikologis seperti FOMO tetap menjadi tantangan. Hal ini menekankan perlunya edukasi berkelanjutan di kalangan investor muda, agar investasi tidak hanya berbasis tren dan sensasi sesaat, tetapi juga keputusan yang berlandaskan pengetahuan dan strategi matang.

Secara keseluruhan, pertumbuhan minat generasi muda terhadap kripto bisa menjadi indikator positif jika diiringi pemahaman yang tepat. Sebaliknya, tanpa literasi memadai, potensi risiko kerugian tetap tinggi. Maka dari itu, sebelum terjun ke dunia kripto, penting untuk mendalami seluk-beluk aset digital ini. Dengan pemahaman yang baik, investor muda bisa memanfaatkan peluang besar yang ditawarkan kripto, sekaligus mengasah kemampuan literasi keuangan mereka—bukan sekadar mengejar keuntungan instan karena FOMO.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index