JAKARTA - Keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak per September 2025 menjadi sorotan tajam dalam dinamika pasar energi global. Di tengah gejolak geopolitik dan tekanan diplomatik internasional, kelompok produsen minyak utama dunia itu mengambil langkah berani menaikkan produksi sebesar 547.000 barel per hari.
Langkah ini dinilai sebagai strategi OPEC+ untuk merebut kembali pangsa pasar yang sempat tergeser akibat pemangkasan produksi besar-besaran sebelumnya. Keputusan yang diumumkan pada Minggu, 3 Agustus 2025, tersebut juga menandai dimulainya pembalikan penuh atas kebijakan pemotongan produksi yang sempat mereka terapkan.
Secara khusus, Uni Emirat Arab mendapat alokasi peningkatan produksi tersendiri hingga sekitar 2,5 juta barel per hari. Jumlah ini setara dengan sekitar 2,4 persen dari total permintaan minyak dunia.
- Baca Juga Update Harga BBM Terbaru Agustus 2025
Peningkatan ini terjadi dalam suasana ketidakpastian global, termasuk meningkatnya kekhawatiran akan potensi gangguan suplai yang melibatkan Rusia. Delapan anggota OPEC+ diketahui menggelar pertemuan virtual singkat sebagai respons atas situasi tersebut.
Pertemuan ini berlangsung di tengah tekanan yang meningkat dari Amerika Serikat terhadap India untuk menghentikan pembelian minyak dari Rusia. Tekanan tersebut merupakan bagian dari strategi Washington untuk mendorong Moskow duduk di meja perundingan guna mencari solusi damai bagi konflik yang masih berlangsung dengan Ukraina.
Presiden AS Donald Trump, yang memainkan peran sentral dalam dinamika ini, bahkan menyatakan keinginannya agar upaya diplomasi tersebut membuahkan hasil pada 8 Agustus mendatang.
OPEC+ dalam pernyataannya menyebut bahwa faktor ekonomi yang solid dan rendahnya stok minyak global menjadi latar belakang pengambilan keputusan ini. Harga minyak global sendiri masih berada pada posisi tinggi, meski produksi sudah mulai ditingkatkan sejak beberapa bulan sebelumnya.
Harga minyak mentah Brent tercatat hampir menyentuh angka USD 70 per barel pada penutupan perdagangan Jumat lalu. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan titik terendahnya pada April 2025 yang sempat mencapai USD 58 per barel. Lonjakan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh permintaan musiman yang cenderung meningkat.
Namun, sentimen pasar juga menunjukkan dinamika yang bervariasi. Minyak mentah ringan AS, misalnya, justru mengalami penurunan sekitar USD 2 per barel pada awal perdagangan di New York, menjelang proyeksi peningkatan produksi dari OPEC+ dan mitranya.
“Mengingat harga minyak yang cukup kuat di sekitar USD 70, hal ini memberi OPEC+ keyakinan tentang fundamental pasar,” ujar Amrita Sen, salah satu pendiri lembaga riset energi Energy Aspects. Ia juga menambahkan bahwa struktur pasar menunjukkan tanda-tanda stok yang ketat, sebuah kondisi yang menguntungkan bagi produsen.
Kedelapan anggota OPEC+ tersebut dijadwalkan menggelar pertemuan lanjutan pada 7 September. Dalam pertemuan itu, mereka kemungkinan akan mempertimbangkan untuk menerapkan kembali pemangkasan produksi sebesar 1,65 juta barel per hari. Dua sumber dari internal OPEC+ menyebut bahwa kebijakan pemotongan saat ini berlaku hingga akhir tahun depan.
OPEC+ merupakan aliansi strategis yang mencakup 10 negara produsen minyak non-OPEC, termasuk Rusia dan Kazakhstan. Kelompok ini memiliki pengaruh besar di pasar energi global karena mengontrol hampir setengah dari total produksi minyak dunia.
Selama beberapa tahun terakhir, OPEC+ telah konsisten memangkas produksi demi menopang harga minyak yang sempat anjlok akibat kelebihan pasokan dan ketidakpastian global. Namun pada tahun ini, arah kebijakan mereka berubah drastis, didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan volume produksi dan juga tekanan dari Presiden Trump agar suplai global ditambah.
Sejak April 2025, kelompok ini mulai menggenjot produksi secara bertahap. Dimulai dari penambahan 138.000 barel per hari, lalu berturut-turut naik sebesar 411.000 barel per hari pada Mei hingga Juli, 548.000 barel per hari pada Agustus, dan kini kembali ditingkatkan 547.000 barel per hari untuk bulan September.
Respons pasar terhadap peningkatan produksi ini cenderung positif. “Sejauh ini pasar telah mampu menyerap tambahan barel tersebut dengan sangat baik, juga karena aktivitas penimbunan di Tiongkok,” kata Giovanni Staunovo dari UBS.
Menurut Staunovo, pasar kini menunggu langkah lanjutan dari Presiden Trump terkait Rusia, yang dijadwalkan diumumkan pada Jumat ini. Sentimen politik jelas memainkan peran signifikan dalam pergerakan harga dan dinamika pasokan global.
Selain pemangkasan sukarela sebesar 1,65 juta barel per hari yang saat ini diberlakukan oleh delapan anggota inti, OPEC+ juga masih memiliki potensi pemangkasan tambahan sebesar 2 juta barel per hari dari seluruh anggotanya. Pemotongan ini dijadwalkan berakhir pada penghujung 2026.
Menurut Jorge Leon dari Rystad Energy, yang juga merupakan mantan pejabat OPEC, langkah OPEC+ saat ini bisa dikatakan berhasil melewati ujian pertama. "OPEC+ telah melewati ujian pertama, karena berhasil membatalkan pemangkasan produksi terbesar mereka tanpa menjatuhkan harga pasar," ujarnya.
Namun Leon menegaskan bahwa tantangan ke depan akan jauh lebih sulit. “Tugas selanjutnya akan lebih sulit: memutuskan apakah dan kapan akan melepas sisa 1,66 juta barel, sembari menavigasi ketegangan geopolitik dan menjaga kohesi internal,” tutupnya.