JAKARTA - Dalam upaya berkelanjutan untuk memperkuat posisi Indonesia di panggung global dan membuka gerbang ekonomi yang lebih luas, Presiden RI Prabowo Subianto baru-baru ini melakukan lawatan penting ke Eropa. Pada Minggu, 13 Juli 2025, Presiden Prabowo bertemu dengan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, di kantor pusat Uni Eropa, Gedung Berlaymont, Brussel, Belgia.
Pertemuan ini bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan sebuah respons terhadap undangan resmi dari Presiden Komisi Eropa sendiri, yang juga melibatkan pertemuan dengan pejabat tinggi Uni Eropa lainnya. Lawatan ini menandai tonggak penting dalam upaya Indonesia untuk memperluas akses pasar serta meningkatkan kerja sama strategis dalam berbagai bidang dengan Uni Eropa di masa mendatang.
Kunjungan Presiden Prabowo ke jantung Uni Eropa ini menunjukkan komitmen serius pemerintah Indonesia untuk memperdalam hubungan bilateral dan multilateral. Dalam konteks geopolitik dan ekonomi global yang terus berubah, membangun kemitraan yang kokoh dengan blok ekonomi sebesar Uni Eropa menjadi sangat krusial. Agenda utama yang dibahas dan hasil-hasil yang dicapai dari lawatan ini mencerminkan prioritas Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, diversifikasi perdagangan, dan penguatan posisi di rantai pasok global.
Hasil Krusial Lawatan Prabowo ke Eropa: Mempercepat Kemitraan Ekonomi Komprehensif
Lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Eropa menghasilkan beberapa poin penting yang akan berdampak signifikan pada hubungan Indonesia-Uni Eropa.
1. Percepatan Penyelesaian IEU-CEPA:
Salah satu fokus utama pertemuan adalah percepatan penyelesaian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif ini telah melalui perjalanan panjang, kini telah memasuki putaran negosiasi ke-19. Capaian dalam pertemuan ini menjadi sorotan utama.
“Hari ini kami telah mencapai sebuah terobosan. Setelah 10 tahun negosiasi, kami menyepakati sebuah perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif, yang pada dasarnya adalah perjanjian perdagangan bebas. Kami telah mencapai banyak kesepakatan yang pada intinya saling mengakomodasi kepentingan ekonomi kedua pihak dan bersifat saling menguntungkan,” ujar Presiden Prabowo Subianto dalam keterangan pers.
Pernyataan ini mengindikasikan kemajuan substansial dalam negosiasi yang telah berlangsung selama satu dekade, membuka jalan bagi kesepakatan yang diharapkan dapat memberikan keuntungan timbal balik bagi kedua belah pihak.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyambut baik pertemuan ini dan menyampaikan keyakinannya bahwa kemitraan Uni Eropa–Indonesia akan semakin kokoh di masa mendatang. Ia juga menyoroti kesamaan nilai dan cita-cita antara Indonesia dan Uni Eropa, sebuah fondasi yang kuat untuk membangun kerja sama yang lebih erat.
2. Prospek Kerja Sama dan Investasi di Masa Mendatang:
Presiden Ursula von der Leyen menyoroti potensi besar yang belum sepenuhnya tereksplorasi dalam hubungan ekonomi antara Indonesia dan Uni Eropa. Ia menyatakan bahwa total penduduk antara Indonesia dan Uni Eropa mencapai 730 juta orang, dan Indonesia merupakan pemasok utama dari barang-barang penting untuk Eropa. Meskipun demikian, ia mencatat bahwa Indonesia saat ini menempati urutan kelima di ASEAN untuk penerima investasi langsung (FDI) terbesar dari Uni Eropa, dan Indonesia juga masih menjadi mitra dagang terbesar kelima Uni Eropa di Asia Tenggara.
Dengan data ini, von der Leyen optimistis bahwa masih banyak potensi yang belum dieksplorasi. Ia percaya bahwa adanya CEPA antara Indonesia dan Uni Eropa dapat membuka peluang-peluang usaha dan kerja sama investasi yang baru antara dua belah pihak. Ini mencakup potensi peningkatan arus modal, transfer teknologi, dan penciptaan lapangan kerja yang akan menguntungkan kedua kawasan.
3. Isu Kebijakan Tarif Amerika Serikat:
Selain agenda bilateral, pertemuan ini juga menjadi platform bagi Uni Eropa untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai dinamika perdagangan global, khususnya terkait kebijakan tarif. Seperti dikutip dari CNA, dalam pidatonya, Von der Leyen menyinggung soal kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Von der Leyen mengatakan bahwa Brussels akan terus menunda serangan balik terhadap tarif baja dan aluminium Amerika Serikat, karena berupaya mencapai kesepakatan untuk menghindari pungutan yang lebih luas sebesar 30 persen.
Latar belakangnya adalah pengumuman Presiden AS Donald Trump pada Sabtu, 12 Juli 2025, yang mengancam akan mengenakan tarif besar-besaran terhadap blok 27 negara jika tidak ada kesepakatan yang dicapai sebelum 1 Agustus. "Amerika Serikat telah mengirimkan surat kepada kami berisi langkah-langkah yang akan berlaku kecuali ada solusi yang dinegosiasikan. Oleh karena itu, kami juga akan memperpanjang penangguhan tindakan balasan kami hingga awal Agustus," ujar von der Leyen dikutip dari CNA, Minggu. "Pada saat yang sama, kami akan terus mempersiapkan tindakan penanggulangan sehingga kami sepenuhnya siap," tambahnya. Ini menunjukkan sikap Uni Eropa yang berhati-hati namun tegas dalam menghadapi tekanan perdagangan.
4. Kesiapan Uni Eropa Membalas Kebijakan Donald Trump:
Penangguhan tindakan balasan Uni Eropa terhadap tarif baja dan aluminium AS telah ditetapkan berakhir pada Senin hingga Selasa malam. Brussels telah menyiapkan bea masuk atas barang-barang AS senilai sekitar 21 miliar Euro (USD 24 miliar) sebagai tanggapan atas pungutan yang dikenakan Trump pada impor logam awal tahun ini.
Namun, pada bulan April, pemerintah mengumumkan penundaan langkah-langkah tersebut untuk memberi ruang guna menemukan kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan pemerintahan Trump. "Sejak awal, kami telah bekerja dan sekarang siap untuk merespons dengan tindakan balasan. Kami telah mempersiapkan diri untuk ini, dan kami dapat merespons dengan tindakan balasan jika diperlukan," kata von der Leyen. Pernyataan ini menegaskan bahwa Uni Eropa memiliki strategi yang matang dan siap untuk mengambil tindakan balasan jika negosiasi tidak membuahkan hasil yang diharapkan, demi melindungi kepentingan ekonominya.
Secara keseluruhan, lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Eropa tidak hanya memperkuat hubungan diplomatik, tetapi juga membuka babak baru dalam kerja sama ekonomi yang lebih dalam antara Indonesia dan Uni Eropa. Ini adalah langkah maju yang signifikan dalam upaya Indonesia untuk mengoptimalkan potensi perdagangannya dan menarik investasi global.