JAKARTA - Dalam langkah besar menuju penguatan sistem pengawasan obat nasional dan peningkatan kerja sama internasional, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) strategis dengan United States Pharmacopeia (USP) pada ajang USP Convention 2025. Acara bergengsi tersebut digelar pada 6 hingga 8 Mei 2025 di Bethesda, Maryland, Amerika Serikat.
Kegiatan ini dihadiri lebih dari 500 pemimpin dan delegasi dari berbagai organisasi farmasi terkemuka di dunia. Keikutsertaan BPOM dalam forum ini menjadi penegasan akan komitmen Indonesia untuk aktif dalam percaturan internasional dalam hal pengawasan obat dan peningkatan akses terhadap produk farmasi yang bermutu.
Kepala BPOM, Prof. Dr. Taruna Ikrar, menjadi salah satu pembicara utama dalam sesi pleno yang mengangkat tema "Challenges and Progress in Indonesia in Ensuring Access to Quality Medicines and Opportunities for Collaboration with USP." Dalam presentasinya, Taruna menyoroti tantangan dan capaian pengawasan obat di Indonesia serta memaparkan peluang kerja sama ke depan antara Indonesia dan USP.
"Partisipasi Indonesia dalam USP Convention ini merupakan bukti nyata dari komitmen kami untuk menjamin mutu obat nasional, memperkuat sistem pengawasan, dan membuka ruang kolaborasi global," ujar Taruna Ikrar dalam pidatonya di hadapan para peserta konvensi.
Langkah Konkret Melalui MoU Strategis
Penandatanganan MoU antara BPOM RI dan USP menjadi momen penting dalam sejarah pengawasan farmasi di Indonesia. Kesepakatan ini mencakup pengembangan metode analisis mutakhir, riset bersama antar lembaga, pertukaran informasi strategis, serta kolaborasi dalam forum-forum ilmiah dan panel ahli.
"Kerja sama ini akan memperkaya kapasitas nasional dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat, terutama dalam memastikan ketersediaan produk farmasi dan pangan olahan yang aman, bermutu, dan terjangkau," tegas Taruna.
BPOM juga menyatakan dukungan penuh terhadap dua resolusi utama yang diangkat dalam USP Convention 2025. Resolusi II menekankan pentingnya peningkatan akses global terhadap obat biologis. Sementara Resolusi III menyoroti urgensi membangun ketahanan rantai pasok farmasi global.
Dalam hal ini, BPOM mendorong adanya percepatan akses ke standar referensi, penyederhanaan regulasi untuk biosimilar, dan kolaborasi lintas negara dalam produksi bahan baku serta pengembangan alat uji mutu sederhana yang bisa diterapkan secara luas.
Dukungan USP untuk Penguatan Regulasi Nasional
Dalam sesi wawancara video yang dilakukan selama konvensi, Kepala BPOM menyampaikan bahwa standar USP telah memainkan peran penting dalam mendukung penguatan sistem regulasi di Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya aliansi global dalam menjaga mutu, keamanan, dan efikasi obat yang beredar di masyarakat.
"Kolaborasi dengan USP dan organisasi internasional lainnya sangat krusial dalam membangun sistem pengawasan obat modern yang sejajar dengan praktik terbaik di dunia. Dengan pendekatan ini, kita bisa mempercepat transformasi sistem pengawasan di Indonesia," terang Taruna.
MoU dengan USP ini juga akan membuka peluang lebih luas dalam hal pelatihan teknis bagi tenaga pengawas Indonesia, peningkatan kapasitas laboratorium, serta adopsi teknologi pengujian terkini yang sesuai dengan standar internasional.
Langkah Strategis Menuju Transformasi Pengawasan
Melalui kerja sama ini, BPOM berupaya mempercepat transformasi digital dan adopsi teknologi canggih dalam proses pengawasan obat dan makanan. Dengan dukungan USP yang memiliki pengalaman lebih dari 200 tahun dalam menetapkan standar mutu farmasi, Indonesia diharapkan dapat mengejar ketertinggalan dalam pengawasan mutu produk-produk farmasi dan pangan.
Selain itu, kolaborasi ini diyakini dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang aktif dan kredibel dalam percaturan farmasi global. Penandatanganan MoU ini diharapkan menjadi landasan yang kuat untuk mewujudkan pengawasan obat yang tidak hanya efektif secara nasional tetapi juga berstandar internasional.
Taruna menambahkan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang BPOM dalam menciptakan ekosistem pengawasan yang adaptif, transparan, dan inovatif.
"Kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi pemain penting dalam pengawasan farmasi global. Dengan MoU ini, kita membuka peluang kerja sama yang lebih luas dan menjadikan sistem pengawasan kita lebih tangguh menghadapi tantangan global," pungkas Taruna.
Keterlibatan BPOM dalam USP Convention 2025 serta penandatanganan MoU dengan USP bukan hanya menjadi pencapaian diplomatik, tetapi juga langkah substantif dalam memperkuat infrastruktur pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Indonesia menegaskan posisinya sebagai mitra strategis dalam menjamin akses global terhadap obat-obatan berkualitas.