Jakarta - Aktivitas truk pengangkut batu bara yang melintasi jalur utama Rengat–Tembilahan, terutama di wilayah Kecamatan Kempas dan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), semakin memicu keresahan masyarakat. Kerusakan parah pada badan jalan, polusi debu, hingga potensi gangguan kesehatan menjadi sorotan utama warga yang terdampak langsung, Senin, 7 April 2025.
Truk-truk bertonase besar yang membawa batu bara dari kawasan pertambangan di Selansen dan Kemuning (Inhil), serta sebagian wilayah Indragiri Hulu (Inhu), menuju pelabuhan tongkang di Kempas dinilai telah merusak infrastruktur jalan dan menurunkan kualitas hidup masyarakat setempat. Hal ini membuat aktivitas sehari-hari warga terganggu, terutama karena banyak ruas jalan yang rusak berat serta limbah dan debu batu bara yang berserakan.
Ilyas Haris, Anggota DPRD Inhil dari daerah pemilihan Kempas dan Tempuling, menyatakan bahwa keresahan masyarakat sudah mencapai titik kritis. Ia meminta Pemerintah Kabupaten Inhil segera turun tangan untuk menangani persoalan ini agar tidak berujung pada konflik horizontal di masyarakat.
Menurut Ilyas, aktivitas angkutan batu bara yang sudah berlangsung bertahun-tahun tersebut tidak hanya berdampak pada infrastruktur, tetapi juga menciptakan ketidaknyamanan yang luar biasa bagi masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan investasi dan kenyamanan hidup warga.
Ilyas menegaskan bahwa pihak DPRD telah melakukan pertemuan dengan berbagai stakeholder terkait guna mencari solusi. Namun, ia menilai tanggapan pemerintah daerah masih belum menunjukkan langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Jalan di Atas Rawa, Tidak Layak Dilewati Truk Bertonase Besar
Permasalahan semakin kompleks karena kondisi geografis jalan Rengat–Tembilahan yang dibangun di atas tanah rawa dengan daya dukung yang rendah. Jalan kelas rendah ini tidak dirancang untuk dilalui truk bertonase tinggi seperti angkutan batu bara.
Akibatnya, perbaikan jalan yang dilakukan selama ini tidak bertahan lama. Aspal yang baru diperbaiki dengan cepat kembali rusak akibat beban berat yang terus-menerus melintasi jalan tersebut. Hal ini menimbulkan kerugian berlipat, baik dari sisi anggaran perbaikan maupun dari sisi kenyamanan dan keselamatan masyarakat.
Dampak Kesehatan dari Debu dan Limbah Batu Bara
Selain kerusakan jalan, aktivitas angkutan batu bara juga membawa dampak kesehatan yang serius. Debu dan limbah batu bara yang bertebaran di sepanjang jalan dinilai membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak dan lansia yang tinggal di sekitar jalur lintasan truk.
Kondisi ini juga memicu keluhan dari warga yang merasa lingkungan tempat tinggal mereka menjadi tidak sehat. Sayangnya, hingga saat ini belum ada tindakan konkret dari pemerintah daerah untuk menanggulangi pencemaran ini.
Desakan Solusi Komprehensif
Masyarakat dan wakil rakyat berharap pemerintah daerah tidak hanya fokus pada perbaikan jalan semata, tetapi juga menyusun regulasi atau kebijakan transportasi batu bara yang ramah lingkungan dan tidak merugikan warga.
Beberapa opsi solusi yang diusulkan di antaranya adalah pembangunan jalur khusus truk batu bara, pembatasan jam operasional, hingga penguatan pengawasan terhadap pelaksanaan standar operasional angkutan tambang.
Jika tidak segera ditangani, keresahan masyarakat dikhawatirkan bisa berkembang menjadi konflik sosial yang lebih besar. Pemerintah daerah dituntut untuk lebih proaktif dan responsif terhadap persoalan yang terus berulang setiap tahunnya.