Nasib Pekerja PT Sritex Masih Menggantung, BPJS Watch Soroti Ketidakpastian Kompensasi PHK

Sabtu, 05 April 2025 | 15:43:13 WIB

JAKARTA - Para pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga kini masih menghadapi ketidakjelasan terkait hak-hak mereka. Mulai dari pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak, hingga Tunjangan Hari Raya (THR), seluruhnya belum mendapat kepastian pembayaran. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, yang menyoroti ketidakpastian nasib ratusan pekerja korban PHK tersebut.

Sejak kabar PHK massal di Sritex mencuat, perhatian publik tertuju pada bagaimana perusahaan tekstil besar ini akan memenuhi kewajibannya kepada para pekerja. Terlebih lagi, situasi ini terjadi menjelang Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah, momen yang seharusnya menjadi masa penuh sukacita bagi para pekerja bersama keluarga mereka.

“Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dialami pekerja PT Sritex hingga saat ini belum memberikan kepastian kepada pekerja,” ungkap Timboel Siregar melalui sambungan gawai, Sabtu 5 April 2025.

Hak Pekerja Sesuai Undang-Undang Masih Menggantung

Timboel menegaskan bahwa berdasarkan regulasi yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang disahkan bersama dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat serta PHK, pekerja yang mengalami PHK memiliki hak-hak normatif yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

Hak tersebut meliputi pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak lainnya yang melekat sebagai konsekuensi dari berakhirnya hubungan kerja. Sayangnya, hingga awal April 2025 ini, para pekerja PT Sritex belum mendapatkan kejelasan kapan hak-hak tersebut akan dibayarkan oleh perusahaan.

“Pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak yang menjadi hak pekerja sesuai UU Nomor 6 Tahun 2023 junto PP Nomor 35 Tahun 2021 belum jelas kapan akan dibayarkan,” lanjut Timboel.

Tidak hanya itu, Tunjangan Hari Raya (THR) yang seharusnya membantu pekerja dan keluarganya menyambut Hari Raya Idulfitri juga masih menjadi tanda tanya besar. Kondisi ini semakin memprihatinkan karena THR menjadi salah satu harapan terakhir para pekerja untuk tetap dapat merayakan lebaran dengan layak, meski sudah tidak lagi bekerja.

“Hak pekerja atas THR yang seharusnya mendukung pekerja dan keluarga dalam merayakan Hari Raya Idulfitri 1446 H ini, juga tidak menunjukkan kejelasannya,” tegas Timboel Siregar.

Duka Jelang Lebaran: Harapan Pekerja Terus Tertunda

Lebaran yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan bagi para pekerja dan keluarganya justru diwarnai kekhawatiran dan ketidakpastian. Tanpa pesangon dan THR, banyak dari mereka yang harus memutar otak agar tetap bisa mencukupi kebutuhan menjelang hari raya.

Sejumlah pekerja yang terdampak PHK mengaku merasa kecewa dan bingung menghadapi situasi ini. Sebagian dari mereka bahkan mengandalkan bantuan saudara atau mencari pekerjaan sampingan sementara untuk bertahan hidup.

“Saya hanya berharap hak-hak kami dibayarkan secepatnya. Kami juga ingin merayakan lebaran dengan keluarga tanpa beban pikiran,” keluh salah satu mantan pekerja PT Sritex yang enggan disebutkan namanya.

Ketidakjelasan ini juga dinilai menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Jika perusahaan sebesar Sritex saja bisa lalai dalam memenuhi hak pekerjanya, dikhawatirkan hal ini dapat memicu kekhawatiran serupa di sektor industri lainnya.

Seruan BPJS Watch: Pemerintah Harus Turun Tangan

Sebagai lembaga pengawas implementasi jaminan sosial dan hak-hak pekerja, BPJS Watch mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan persoalan ini. Menurut Timboel Siregar, pemerintah seharusnya tidak tinggal diam ketika hak-hak normatif pekerja terancam.

"Pemerintah harus hadir, terutama Kementerian Ketenagakerjaan dan dinas terkait, untuk memastikan hak-hak pekerja PT Sritex dipenuhi," ujar Timboel.

Ia juga menambahkan, dalam kasus PHK massal seperti ini, pengawasan ketat sangat diperlukan agar perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawabnya. Terlebih, di tengah kondisi ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan, keberlangsungan hidup para pekerja sangat bergantung pada pemenuhan hak-hak mereka.

Selain itu, Timboel mengingatkan bahwa peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga wajib dipatuhi secara substantif demi keadilan bagi para pekerja.

"UU dan PP sudah sangat jelas mengatur hak-hak pekerja yang terkena PHK. Jangan sampai ini menjadi contoh buruk dalam penegakan hukum ketenagakerjaan kita," tambahnya.

Dorongan Agar Penyelesaian Lebih Transparan

Publik dan berbagai kalangan pegiat ketenagakerjaan juga mendesak agar proses penyelesaian hak pekerja PT Sritex dilakukan secara transparan. Diharapkan, baik perusahaan maupun pihak terkait memberikan penjelasan terbuka mengenai rencana pembayaran hak-hak pekerja agar tidak menambah kecemasan di kalangan buruh.

Upaya mediasi antara perusahaan dan pekerja pun perlu difasilitasi oleh pemerintah untuk menemukan jalan keluar yang adil bagi semua pihak. Dengan begitu, kepercayaan pekerja terhadap perlindungan hukum dan peran negara dalam melindungi hak-hak tenaga kerja dapat kembali pulih.

Harapan Akhir: Hak Pekerja Segera Terpenuhi

Kasus PHK di PT Sritex menjadi cerminan nyata tantangan besar yang dihadapi pekerja di tengah dinamika industri dan tantangan ekonomi global. Hak pekerja yang terlantar tanpa kepastian menambah beban psikologis yang berat, apalagi di momen yang seharusnya penuh kebahagiaan seperti Hari Raya Idulfitri.

BPJS Watch berharap, dengan adanya sorotan publik dan perhatian dari pemerintah, pihak perusahaan dapat segera menunaikan kewajibannya sehingga para pekerja dapat memperoleh hak-hak mereka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Kami berharap semua hak pekerja segera dipenuhi. Jangan sampai harapan mereka untuk merayakan lebaran bersama keluarga pupus karena hak-haknya tak dibayarkan,” pungkas Timboel Siregar.

Terkini