Industri Motor Listrik RI Terancam Tekanan, Imbas Kebijakan Tarif Trump Terhadap 185 Negara

Minggu, 06 April 2025 | 10:32:44 WIB

JAKARTA - Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, berpotensi menimbulkan guncangan bagi berbagai sektor industri di Indonesia, termasuk industri sepeda motor listrik yang tengah berkembang pesat. Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI), Budi Setiyadi, menyampaikan keprihatinannya terkait potensi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap perekonomian nasional dan sektor kendaraan listrik.

Kebijakan tersebut mencakup pemberlakuan tarif impor terhadap 185 negara, termasuk Indonesia. Meski secara langsung Indonesia bukanlah pengekspor utama sepeda motor listrik maupun komponen kendaraan listrik ke Amerika Serikat, dampak kebijakan ini diperkirakan tetap akan merembet ke tanah air melalui jalur tidak langsung, seperti lonjakan produk impor dan potensi tekanan inflasi.

Dalam keterangannya pada Sabtu, 6 April 2025, Budi Setiyadi mengingatkan bahwa langkah proteksionis AS tersebut bisa memicu pergeseran pasar global, yang pada akhirnya dapat membanjiri Indonesia dengan produk asing yang lebih murah. "Kebijakan ini berisiko menekan daya beli masyarakat dan memicu inflasi. Negara-negara terdampak seperti China kemungkinan akan mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia, sehingga kita harus waspada terhadap lonjakan produk impor," ujar Budi.

Ancaman Impor Produk Listrik Murah dari China

Menurut Budi, salah satu dampak yang paling mungkin terjadi adalah serbuan produk-produk kendaraan listrik dari negara lain, terutama China, yang akan mencari pasar alternatif akibat kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat. Sebagaimana diketahui, China merupakan salah satu negara dengan produksi kendaraan listrik terbesar di dunia, dan dengan ditutupnya akses mereka ke pasar AS, Indonesia berpotensi menjadi sasaran empuk untuk pemasaran produk-produk tersebut.

“Apabila produk-produk kendaraan listrik dari China masuk ke Indonesia dalam jumlah besar dengan harga yang lebih kompetitif, ini bisa memukul industri lokal yang masih dalam tahap pengembangan,” tambah Budi.

Situasi ini bisa memperparah persaingan di pasar domestik, di mana produsen kendaraan listrik dalam negeri masih bergantung pada subsidi pemerintah dan insentif fiskal lainnya untuk meningkatkan daya saing produk mereka. Banjirnya produk impor berharga murah bisa membuat pelaku industri lokal kesulitan untuk bertahan.

Potensi Tekanan Inflasi dan Daya Beli Masyarakat

Tidak hanya dari sisi industri, Budi juga menyoroti dampak lebih luas terhadap ekonomi nasional, khususnya tekanan terhadap daya beli masyarakat. Menurutnya, kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan AS bisa memicu gelombang inflasi global. Apabila harga-harga barang konsumsi naik, masyarakat akan cenderung menahan belanja barang-barang non-pokok, termasuk kendaraan listrik.

“Daya beli masyarakat bisa melemah karena kenaikan harga-harga barang yang berimbas dari inflasi global. Jika ini terjadi, permintaan kendaraan listrik dalam negeri bisa ikut tertekan,” jelas Budi.

Padahal, Indonesia tengah gencar mendorong adopsi kendaraan listrik guna menekan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Penurunan daya beli bisa menjadi penghambat dalam mencapai target tersebut.

Indonesia Perlu Strategi Antisipatif

Menanggapi situasi ini, Budi Setiyadi mendorong pemerintah untuk segera merumuskan kebijakan antisipatif guna melindungi industri dalam negeri dari dampak kebijakan tarif Trump. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memperketat pengawasan terhadap produk impor, terutama kendaraan listrik dan komponen pendukungnya.

Selain itu, pemerintah juga didorong untuk terus memberikan stimulus bagi industri kendaraan listrik dalam negeri, baik dalam bentuk insentif fiskal, subsidi, maupun kemudahan akses permodalan bagi produsen lokal.

"Kita harus siapkan langkah antisipasi agar tidak kebanjiran produk impor yang bisa memukul industri dalam negeri," tegas Budi.

Pentingnya Kolaborasi Pemerintah dan Swasta

Dalam menghadapi potensi ancaman ini, Budi juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan asosiasi untuk merumuskan strategi bersama. Dengan koordinasi yang baik, Indonesia diharapkan bisa mempertahankan pertumbuhan positif industri kendaraan listrik yang saat ini tengah berkembang.

“Pemerintah dan pelaku industri perlu duduk bersama untuk merumuskan strategi jangka pendek dan jangka panjang. Kita harus proaktif agar industri kendaraan listrik Indonesia tetap tumbuh meski diterpa badai eksternal,” imbuh Budi.

Langkah-langkah strategis ini penting tidak hanya untuk menjaga keberlangsungan industri, tetapi juga demi mendukung agenda transisi energi nasional yang menargetkan elektrifikasi sektor transportasi secara masif dalam beberapa tahun ke depan.

Dampak Global yang Tidak Bisa Diabaikan

Kebijakan tarif yang dicanangkan oleh Presiden Trump bukan hanya menargetkan negara-negara besar seperti China, tetapi juga menyasar mitra dagang lainnya, termasuk Indonesia. Kebijakan ini sejalan dengan arah proteksionisme ekonomi yang kembali menguat di berbagai negara, terutama pasca-pandemi dan di tengah ketegangan geopolitik global.

Analis ekonomi memperkirakan, eskalasi tarif seperti ini dapat memicu ketidakpastian global yang lebih besar. Di satu sisi, negara-negara yang terkena dampak akan mencari pasar baru untuk menyalurkan produk mereka, sementara di sisi lain, negara-negara seperti Indonesia harus menghadapi persaingan yang semakin ketat di pasar domestik.

“Indonesia harus cermat membaca perkembangan ini, karena dampaknya tidak hanya pada industri motor listrik, tetapi juga pada sektor-sektor lain yang bergantung pada stabilitas perdagangan global,” ungkap seorang pengamat ekonomi industri.

Kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap 185 negara, termasuk Indonesia, telah menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri dalam negeri. Ketua AISMOLI, Budi Setiyadi, telah memperingatkan bahwa selain berpotensi memicu inflasi global dan menekan daya beli masyarakat, kebijakan ini juga membuka celah bagi membanjirnya produk impor murah ke Indonesia, khususnya dari China.

Guna merespons situasi ini, pemerintah diharapkan segera mengambil langkah strategis untuk melindungi industri dalam negeri, memperketat pengawasan impor, serta memperkuat kolaborasi dengan pelaku industri kendaraan listrik nasional. Hanya dengan strategi yang terkoordinasi, Indonesia dapat menghadapi ancaman eksternal ini dan terus mendorong pertumbuhan sektor kendaraan listrik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Terkini