JAKARTA - Kenaikan harga BBM non-subsidi yang resmi berlaku mulai Selasa, 1 Juli 2025, bukan hanya menjadi angka di papan SPBU, tetapi juga sinyal penting bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk bersiap menghadapi potensi tekanan ekonomi lanjutan. Seluruh badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, BP-AKR, hingga PT Vivo Energy Indonesia, serentak melakukan penyesuaian harga untuk produk BBM non-subsidi di seluruh Indonesia.
Sebagai contoh, untuk wilayah DKI Jakarta, harga Pertamax (RON 92) milik Pertamina naik dari Rp 12.100 per liter pada Juni 2025 menjadi Rp 12.500 per liter pada awal Juli ini. Tak hanya Pertamax, harga Pertamax Turbo turut naik menjadi Rp 13.500 per liter dari sebelumnya Rp 13.050 per liter. Kenaikan ini tak terelakkan di tengah tren harga minyak dunia yang kembali menunjukkan volatilitas signifikan.
Selain itu, harga Pertamax Green (RON 95) melonjak dari Rp 12.800 menjadi Rp 13.250 per liter. Adapun untuk solar non-subsidi seperti Dexlite (CN 51), kini dihargai Rp 13.320 per liter dari sebelumnya Rp 12.740 per liter. Begitu pula dengan Pertamina Dex (CN 53) yang kini dijual seharga Rp 13.650 per liter dari harga bulan lalu di Rp 13.200 per liter.
Menariknya, harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar tidak mengalami perubahan, masing-masing tetap dijual Rp 10.000 per liter dan Rp 6.800 per liter. Stabilitas harga BBM subsidi ini setidaknya memberikan napas bagi kelompok masyarakat yang mengandalkan jenis bahan bakar tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, bagi pengguna BBM non-subsidi — mulai dari pengguna kendaraan roda empat, pengusaha angkutan barang, hingga pelaku usaha logistik — kenaikan harga ini berpotensi mengerek biaya operasional yang bisa berdampak pada harga barang dan jasa secara luas.
Penyesuaian Harga di SPBU Swasta Ikut Naik
Penyesuaian harga juga dilakukan SPBU milik perusahaan swasta. Berdasarkan situs resmi Shell Indonesia, harga Shell Super — setara dengan Pertamax — naik dari Rp 12.370 per liter pada Juni menjadi Rp 12.810 per liter sejak 1 Juli 2025. Harga Shell V-Power pun terkerek dari Rp 12.840 menjadi Rp 13.300 per liter.
Shell V-Power Diesel dan Shell V-Power Nitro+ tidak ketinggalan menyesuaikan harga, masing-masing naik harga mulai awal bulan ini. Begitu pula SPBU BP-AKR yang menaikkan harga BBM-nya: BP Ultimate dijual Rp 13.300 per liter, BP 92 Rp 12.600 per liter, dan BP Ultimate Diesel mencapai Rp 13.800 per liter.
Di SPBU Vivo, kenaikan harga juga tercermin pada seluruh produk: Revvo 90 dihargai Rp 12.730 per liter, Revvo 92 menjadi Rp 12.810 per liter, Revvo 95 naik ke Rp 13.300 per liter, dan Diesel Primus Plus dijual Rp 13.800 per liter.
Daftar Harga BBM Lengkap per 3 Juli 2025
Berikut daftar harga resmi BBM non-subsidi di sejumlah SPBU Jabodetabek, yang mulai berlaku efektif sejak 1 Juli 2025:
SPBU Pertamina:
Solar Subsidi: Rp 6.800/liter
Pertalite: Rp 10.000/liter
Pertamax: Rp 12.500/liter
Pertamax Turbo: Rp 13.500/liter
Pertamax Green: Rp 13.250/liter
Dexlite: Rp 13.320/liter
Pertamina Dex: Rp 13.650/liter
Pertamax di Pertashop: Rp 12.400/liter
SPBU Shell:
Shell Super: Rp 12.810/liter
Shell V-Power: Rp 13.300/liter
Shell V-Power Diesel: Rp 13.830/liter
Shell V-Power Nitro+: Rp 13.540/liter
SPBU BP-AKR:
BP Ultimate: Rp 13.300/liter
BP 92: Rp 12.600/liter
BP Ultimate Diesel: Rp 13.800/liter
SPBU Vivo:
Revvo 90: Rp 12.730/liter
Revvo 92: Rp 12.810/liter
Revvo 95: Rp 13.300/liter
Diesel Primus Plus: Rp 13.800/liter
Mengapa Harga BBM Non-Subsidi Naik Serempak?
Kenaikan ini bukan tanpa alasan. Fluktuasi harga minyak mentah global, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta biaya distribusi dalam negeri menjadi faktor utama yang mempengaruhi harga jual BBM non-subsidi di Indonesia. Ketika harga minyak dunia merangkak naik, biaya impor BBM dan bahan baku pun meningkat. Badan usaha pun terpaksa melakukan penyesuaian harga agar tetap menjaga keseimbangan finansial perusahaan.
Penyesuaian harga BBM secara berkala sebenarnya sudah diatur dalam regulasi pemerintah yang memberikan kebebasan bagi badan usaha menetapkan harga jual BBM non-subsidi sesuai mekanisme pasar. Kebijakan ini juga menciptakan kompetisi harga antar-SPBU, sehingga konsumen memiliki pilihan sesuai preferensi dan anggaran.
Dampak Kenaikan BBM pada Ekonomi
Kenaikan harga BBM non-subsidi tidak hanya berdampak langsung pada pemilik kendaraan pribadi, tetapi juga sektor transportasi, logistik, hingga industri yang menggunakan BBM sebagai bahan bakar mesin produksi. Kenaikan biaya operasional ini dapat berpotensi memicu kenaikan harga barang konsumsi, terutama yang membutuhkan distribusi melalui jalur darat.
Meski BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar tetap stabil, pemerintah dan pelaku usaha perlu mengantisipasi efek lanjutan dari kenaikan BBM non-subsidi ini. Jika harga barang melonjak, tekanan inflasi bisa meningkat, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Kenaikan harga BBM di awal Juli ini menjadi pengingat bahwa kondisi ekonomi global yang masih bergejolak, termasuk tensi geopolitik dan dinamika pasar energi, masih sangat berpengaruh pada harga komoditas strategis di dalam negeri. Bagi masyarakat, bijak dalam mengatur penggunaan BBM dan mencari alternatif transportasi lebih hemat energi bisa menjadi langkah adaptasi yang realistis.