Kejaksaan Agung Tetapkan Lima Perusahaan Sebagai Tersangka Kasus Tata Niaga Timah, Dampak dan Implikasinya Terhadap Usaha Pertambangan di Indonesia

Jumat, 03 Januari 2025 | 09:11:58 WIB
Kejaksaan Agung Tetapkan Lima Perusahaan Sebagai Tersangka Kasus Tata Niaga Timah, Dampak dan Implikasinya Terhadap Usaha Pertambangan di Indonesia

JAKARTA - Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka dalam kasus korupsi dan kerusakan lingkungan terkait tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Penetapan ini merupakan kelanjutan dari penyelidikan kasus korupsi yang sebelumnya menjaring beberapa tokoh termasuk Harvey Moeis.

Lima perusahaan tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP). Kasus ini menyoroti pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan akibat aktivitas pertambangan dan bagaimana hal tersebut berdampak terhadap tata kelola ekonomi dan lingkungan di Indonesia.

Guru Besar Bidang Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Sudarsono, memberikan pandangannya terkait kasus ini. Menurut Sudarsono, langkah Kejaksaan Agung ini dapat membawa dampak signifikan terhadap sektor usaha pertambangan di Indonesia. "Setiap kali ada eksplorasi lahan, perubahan tutupan lahan pasti terjadi. Tidak hanya tambang, sektor lain seperti perkebunan sawit pun demikian," ujarnya, menyoroti tantangan yang dihadapi sektor pertambangan terkait perubahan lingkungan.

Sudarsono menambahkan bahwa apabila kerusakan lingkungan dijadikan dasar untuk menghitung kerugian negara yang dibebankan kepada pelaku usaha, potensi kehancuran industri pertambangan sangat mungkin terjadi. "Jika ini dijadikan dasar untuk menghitung kerugian negara dan dibebankan kepada pelaku usaha, maka semua pihak pasti masuk penjara atau bangkrut," tegasnya.

Penting untuk dicatat bahwa seluruh kegiatan pertambangan di wilayah IUP dilakukan sesuai dengan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah. "Jika penambangan dilakukan di wilayah IUP artinya legal, maka negaralah yang bertanggung jawab. Kan dia sudah mengeluarkan IUP. Artinya, saat izin diberikan, negara sadar pasti akan terjadi kerugian lingkungan," jelasnya. Sudarsono menekankan pentingnya tanggung jawab negara dalam mengawal aktivitas yang sudah mendapatkan izin resmi.

Meski demikian, Sudarsono menggarisbawahi bahwa pemegang IUP memiliki kewajiban untuk melakukan reklamasi lahan pasca-eksplorasi. Jika reklamasi tidak dilakukan, sanksi hukum baru layak diterapkan. "Bukan seperti sekarang, langsung dipidana dan dihitung sebagai kerugian negara. Kalau begitu, tidak ada lagi orang yang berani menambang," ujarnya mengkritik pendekatan hukum yang dianggapnya bisa menghambat iklim usaha.

Di sisi lain, Sudarsono sepakat bahwa tindakan tegas perlu dilakukan terhadap penambang liar yang beroperasi tanpa izin. Aktivitas ini dianggap melanggar hukum dan merugikan lingkungan secara langsung.

Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan bahwa kerugian akibat kerusakan lingkungan dari kasus ini mencapai Rp 271 triliun, angka yang dikategorikan sebagai salah satu kerugian terbesar. "Kita bersyukur bahwa kerusakan lingkungan itu dapat dibuktikan oleh jaksa di dalam persidangan. Biasanya sangat sulit untuk membuktikan itu," ujar Burhanuddin pada konferensi pers di Kompleks Kejagung, Jakarta.

Penetapan lima perusahaan ini sebagai tersangka merupakan bagian dari upaya pemulihan lingkungan dan penegakan hukum. Burhanuddin mengungkapkan keyakinannya bahwa dana yang dihasilkan dari proses hukum ini dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang telah rusak. "Insya Allah dengan dana-dana yang ada, apabila nanti bisa dikembalikan kepada pemerintah, untuk perbaikan lingkungan akibat dari pertambangan-pertambangan ini," ucapnya optimis.

Kasus ini tidak hanya menjadi gambaran kompleksitas pengelolaan sumber daya alam di Indonesia namun juga menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah, pengusaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menjaga keseimbangan antara perkembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Kejaksaan Agung dan pihak berwenang lainnya diharapkan terus mengedepankan transparansi dan keadilan dalam menuntaskan kasus ini demi keberlanjutan usaha pertambangan yang bertanggung jawab di masa depan.

Terkini