JAKARTA– Kasus dugaan penyimpangan impor minyak oleh Pertamina saat ini tengah menjadi sorotan publik. Mantan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Ugan Gandar, secara tegas mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas. Tujuannya agar tidak menimbulkan efek negatif bagi pertamina serta karyawannya.
"Semoga semuanya menjadi terang benderang. Kalau ada penyimpangan ya harus ditindak oknum-oknumnya, tapi kalau tidak ada penyimpangan, Kejagung harus segera clear-kan masalah impor minyak ini," ujar Ugan Gandar saat ditemui pada Kamis, 2 Januari 2025.
Ugan menyoroti bahwa isu-isu seperti ini sering kali muncul menjelang perombakan jajaran direksi, baik di holding maupun subholding Pertamina. "Biasanya perombakan direksi di grup Pertamina didahului dengan isu-isu yang tidak membuat nyaman para pekerjanya. Padahal para pekerja di Pertamina Grup sudah optimal menjalankan tugas-tugas dan pekerjaannya," tambahnya. Selain itu, dia meminta agar para pekerja di Pertamina tidak terjebak dalam permainan negatif dari beberapa individu di pucuk pimpinan.
"Dengan adanya isu yang tidak benar, jangan sampai mereka disakiti dengan isu-isu negatif dan perbuatan yang menyimpang dari para pimpinannya, jangan! Karena mereka pasti akan bereaksi," tegasnya menambahkan.
Sementara itu, Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), menyebutkan bahwa kasus ini menyangkut pelayanan terhadap hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya menjaga nama baik Pertamina dari praktik-praktik oknum yang merugikan. "Karena ini menyangkut melayani hajat hidup orang banyak, jangan sampai nama baik Pertamina rusak gara-gara oknumnya bermain, efeknya bisa ragu-ragu dalam memutuskan kebijakan melayani kepentingan umum," kata Yusri.
Yusri juga menyoroti bahwa untuk penyelidikan yang dilakukan, penggeledahan harus mendapatkan izin dari pengadilan kecuali dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) untuk mencegah penghilangan barang bukti. "Belakangan ini, beberapa inisial nama pejabat Pertamina yang sudah diuraikan sebelumnya, ternyata nomor telepon seluler mereka sudah pada tidak aktif, jika dikirim pesan WA hanya tercontreng satu," ungkapnya.
Kasus dugaan penyimpangan ini, yang mencakup aktivitas impor minyak mentah dan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 1 juta barel per hari oleh Pertamina dalam rentang waktu 2018 hingga 2023, memang terkesan cukup tertutup. Informasi yang beredar, Kejagung telah menetapkan status penyelidikan menjadi penyidikan dan beberapa nama sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Yusri meminta agar Kejagung lebih transparan kepada publik untuk menghindari spekulasi yang tidak berdasar. "Yang mengejutkan, infonya Kejagung sudah menaikan statusnya menjadi penyidikan dan sudah ada beberapa tersangkanya, jika benar informasi ini sebaiknya Kejagung terbuka ke publik untuk menghindari spekulasi," beber Yusri.
Yusri juga menyoroti munculnya nama tokoh James dalam sengkarut kasus impor minyak ini, yang sebelumnya pernah disebut dalam rapat dengar pendapat dengan Pertamina di Komisi VII DPR pada tahun 2023. "Apa benar nama itu sama? Itulah yang harus dijawab Tim Pidsus Kejagung, lantaran jika sama maka patut diduga telah berkolaborasinya tokoh suap SKK Migas pada tahun 2013 dengan tokoh 'papa minta saham' di proses impor minyak Pertamina," tanya Yusri dengan penasaran.
Menurut informasi dari CERI, sejak tahun 2018 hingga 2023, diduga terjadi pemborosan sekitar USD 1,2 miliar setiap tahun akibat prosedur importasi yang bermasalah. Total kerugian tersebut bisa mencapai USD 6 miliar atau setara sekitar Rp 96 triliun, jika mengacu pada nilai tukar USD = Rp 16.000. Bahkan, informasinya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kini tengah melakukan perhitungan terkait dugaan pemborosan tersebut.
Dengan sorotan yang mengarah pada dugaan penyimpangan besar ini, diharapkan penegak hukum dapat bertindak tegas dan terbuka dalam menuntaskan penyelidikan. Publik, terutama para pekerja Pertamina, menantikan kejelasan dari kasus ini untuk menjaga integritas dan kelancaran operasional perusahaan yang menjadi tulang punggung sektor energi nasional ini.
Transparansi serta kejelasan atas permasalahan ini diyakini dapat menjaga stabilitas iklim kerja di internal Pertamina dan meminimalisasi dampak negatif terhadap kinerja perusahaan dalam melayani kebutuhan energi masyarakat Indonesia.