Transisi Energi Terbarukan: Indonesia Siap Tinggalkan Energi Fosil Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Rabu, 29 Januari 2025 | 08:56:30 WIB
Transisi Energi Terbarukan: Indonesia Siap Tinggalkan Energi Fosil Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Indonesia sedang menapaki jejak baru dalam pengelolaan energi dengan memusatkan perhatian pada pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Langkah ini tidak hanya bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga merupakan upaya signifikan dalam mengurangi emisi karbon yang menjadi salah satu penyebab utama perubahan iklim global. EBT diyakini memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi ini secara signifikan.

Dalam proses produksi energi dari sumber terbarukan seperti surya dan angin, tak ada pelepasan emisi karbon, berbeda dengan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Ini menjadikan EBT solusi utama dalam menggantikan sumber energi fosil yang selama ini dominan dan menjadi penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia maupun dunia.

EBT: Kunci Masa Depan Energi Indonesia

Menggunakan EBT secara massal bukan hanya soal penggantian jenis energi, tetapi juga memberikan percepatan dalam transisi menuju sistem energi yang bersih dan berkelanjutan. Saat ini, EBT di Indonesia meliputi sumber-sumber seperti energi surya, angin, biomassa, dan hidro. Tenaga Ahli Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Satya Hangga Yudha, mengungkapkan optimisme terhadap kapasitas Indonesia beralih dari energi fosil ke EBT, sejajar dengan negara-negara maju.

"Transisi energi harus bertahap. Kita beralih ke EBT, namun batu bara masih menjadi sumber energi yang kompetitif dan murah. Maka, supaya kita konsisten dengan penurunan emisi karbon di PLTU batu bara, perlu dilakukan co-firing dengan biomassa dan ke depan dengan teknologi penyimpanan karbon CCS dan CCUS," kata Satya dalam keterangannya di Jakarta.

Masa Depan EBT di Indonesia

Lebih lanjut, Satya menekankan pentingnya peran kebijakan dan investasi dalam mendorong penggunaan EBT. “Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, Indonesia akan mengembangkan energi baru terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil,” ujarnya.

Diharapkan, dari tahun 2023 hingga 2040, kapasitas energi lebih dari 100 GW akan dibangun, di mana 75 persen berasal dari energi terbarukan, 5 GW nuklir, dan 20 GW dari gas. Ini menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah Indonesia dalam mengembangkan potensi energi terbarukan untuk masa depan yang lebih hijau.

Satya juga menyoroti bahwa Keputusan Presiden (Keppres) tentang Satuan Tugas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional adalah langkah penting. Kebijakan ini dipimpin oleh Menteri ESDM dan dirancang untuk meningkatkan investasi, meningkatkan hilirisasi, serta menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan nilai tambah pada komoditas Indonesia.

Tantangan dan Solusi dalam Transisi Energi

Dalam rangka mencapai target pengurangan emisi sesuai Paris Agreement pada tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060, Indonesia harus mampu meninggalkan bahan bakar fosil. Satya menegaskan pentingnya tahap penurunan penggunaan batu bara (coal phase down) yang membutuhkan solusi penggantinya.

"PLTU akan dipensiunkan, tetapi harus ada penggantinya. Sumber energi yang bisa menjadi base load, yang murah, dan dapat diakses oleh masyarakat adalah co-firing dengan biomassa, gas, dan EBT," tegas Satya.

Langkah lain yang penting adalah peningkatan penggunaan biodiesel. “Menteri ESDM sudah mengeluarkan kepmen tentang B40 (biodiesel) dan kami berharap kepmen tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Tahun depan, targetnya meningkat ke B50 dan seterusnya sampai B100,” tambahnya.

Menghadapi tantangan dalam transportasi bahan bakar nabati, Satya menegaskan perlunya perusahaan yang dapat diandalkan untuk mengangkut komoditas tersebut. Adapun subsidi BBM, listrik, dan LPG diarahkan untuk tepat sasaran, dimana skemanya akan dijelaskan oleh Presiden dan Menteri ESDM.

Peran Kebijakan dan Generasi Muda

Satya juga menyebutkan upaya koordinasi dengan Komisi XII DPR dan Dewan Energi Nasional (DEN) dalam penyusunan Kebijakan Energi Nasional yang sejalan dengan Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden RI. Hal ini termasuk revisi regulasi seperti Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

“Ada banyak pembahasan di Kementerian ESDM tentang sejumlah RUU untuk meningkatkan produksi migas melalui program seperti IOR/EOR,” katanya.

Tak hanya fokus pada kebijakan, Satya menyebut peran penting generasi muda dalam pengembangan energi terbarukan. Sebagai Vice Chairman for Energy Policy di Youth Energy & Environment Council (YeC), ia menekankan bahwa kedisiplinan adalah kunci kesuksesan generasi masa depan dalam menavigasi perubahan energi dan menghindari tekanan untuk cepat mendapatkan hasil di era media sosial.

"Generasi muda akan menjadi pemangku kebijakan di masa depan. Namun, salah satu tantangan terbesar mereka adalah kedisiplinan, terutama di era media sosial, di mana tekanan untuk meraih sesuatu dengan cepat sangat tinggi,” ujar Satya.

Dengan seluruh persiapan dan langkah-langkah yang diambil, Indonesia tampak memantapkan jalannya menuju masa depan berbasis energi terbarukan yang berkelanjutan, dengan tekad kuat meninggalkan jejak energi fosil yang selama ini mendominasi.

Terkini