Harga Minyak Dunia Stabil Awal Pekan Ini

Selasa, 22 Juli 2025 | 07:11:42 WIB
Harga Minyak Dunia Stabil Awal Pekan Ini

JAKARTA - Pasar minyak global menunjukkan ketenangan pada awal pekan ini, meskipun Uni Eropa kembali menjatuhkan paket sanksi baru terhadap Rusia. Pergerakan harga minyak yang cenderung stabil menunjukkan bahwa para pelaku pasar tidak memperkirakan adanya gangguan besar terhadap pasokan global.

Pada perdagangan, Selasa, 22 Juli 2025, harga minyak mentah Brent hanya mengalami sedikit penurunan sebesar 12 sen atau sekitar 0,2 persen, menjadi US$69,16 per barel pada pukul 15.00 WIB. Sebelumnya, Brent sempat melemah sebesar 0,35 persen. Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat tercatat stagnan di US$67,34 per barel, setelah sesi sebelumnya turun 0,3 persen.

Sikap pasar yang tidak terlalu reaktif ini muncul seiring keyakinan bahwa putaran sanksi ke-18 dari Uni Eropa terhadap Rusia tidak akan banyak mengganggu alur distribusi minyak dunia.

Paket sanksi tersebut, yang diumumkan Jumat lalu, juga mencantumkan Nayara Energy, perusahaan asal India yang dikenal luas sebagai pengolah dan pengekspor produk minyak dari minyak mentah Rusia. Namun demikian, para analis meyakini bahwa Rusia memiliki kemampuan untuk tetap menjaga aliran pasokannya meski terus mendapat tekanan dari negara-negara Barat.

"Putaran sanksi terbaru dari Uni Eropa kemungkinan tidak akan mengubah keseimbangan pasokan minyak secara signifikan. Itu sebabnya pasar tidak bereaksi berlebihan," ujar Harry Tchiliguirian.

Menurutnya, Rusia selama ini telah menunjukkan kelihaian dalam mencari celah dan adaptasi terhadap sanksi yang dijatuhkan. Hal ini juga tercermin dalam pernyataan dari Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang mengatakan bahwa Rusia telah membentuk semacam "kekebalan" terhadap sanksi yang diberikan negara-negara Barat.

Sanksi ini muncul bersamaan dengan peringatan keras dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengancam akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap negara-negara yang masih mengimpor minyak dari Rusia. Trump menyebut bahwa kecuali Moskow bersedia menandatangani kesepakatan damai dalam kurun 50 hari ke depan, maka AS akan memperluas langkah hukum terhadap para mitra dagang Rusia.

Namun demikian, analis dari ING menilai bahwa dari keseluruhan isi sanksi Uni Eropa, hanya satu poin yang berpotensi membawa dampak nyata, yakni larangan terhadap produk olahan minyak Rusia yang diproses di negara ketiga sebelum diekspor ke Eropa. Meski demikian, mereka juga menyoroti bahwa pelaksanaan kebijakan ini akan menemui tantangan besar di lapangan, khususnya dalam aspek pengawasan.

Di luar isu Rusia, perhatian pasar juga tertuju pada perkembangan diplomatik terkait Iran, produsen minyak utama yang selama ini juga berada dalam bayang-bayang sanksi internasional. Iran dijadwalkan untuk melakukan perundingan nuklir dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada hari Jumat mendatang. Ketiga negara Eropa tersebut sebelumnya telah menyampaikan ultimatum bahwa jika negosiasi gagal dilanjutkan, maka sanksi internasional terhadap Teheran berpotensi diberlakukan kembali.

Situasi geopolitik ini terus mewarnai dinamika pasar energi global. Namun, dari sisi produksi, data menunjukkan bahwa aktivitas pengeboran di Amerika Serikat justru sedikit menurun. Jumlah rig aktif untuk minyak di AS turun sebanyak dua unit menjadi 422 unit, menurut laporan mingguan dari Baker Hughes. Angka ini merupakan yang terendah sejak September 2021 dan dapat menjadi indikator pengetatan pasokan di masa mendatang.

Sementara itu, dari sisi perdagangan global, tensi perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa juga ikut menjadi sorotan. Tarif impor AS terhadap produk dari Uni Eropa dijadwalkan mulai diberlakukan pada 1 Agustus mendatang. Meski demikian, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan pada hari Minggu bahwa dirinya tetap optimistis akan tercapainya kesepakatan dagang antara Washington dan blok Eropa sebelum tenggat waktu diberlakukan.

Menurut analis pasar dari IG, Tony Sycamore, dinamika sanksi dan kebijakan dagang ini akan terus memberi tekanan maupun dukungan terhadap harga minyak dalam jangka pendek. Ia menyebut, "Ketidakpastian soal tarif kemungkinan masih akan membayangi hingga tenggat 1 Agustus. Namun, laporan persediaan minyak yang menunjukkan pengetatan pasokan bisa memberikan dukungan harga."

Ia menambahkan, “Harga Brent kemungkinan akan bergerak dalam rentang US$64 hingga US$70 sepanjang pekan ini.”

Sejak adanya kesepakatan gencatan senjata pada 24 Juni lalu, yang mengakhiri konflik antara Israel dan Iran selama 12 hari, harga Brent bergerak relatif stabil, berkisar antara US$66,34 hingga US$71,53 per barel. Kisaran ini menunjukkan bahwa meskipun berbagai peristiwa geopolitik terjadi, pasar tetap menjaga keseimbangan antara ekspektasi dan realita pasokan-permintaan.

Dengan berbagai perkembangan tersebut, pelaku pasar saat ini memilih pendekatan wait and see, sambil menanti hasil implementasi sanksi Eropa, sikap lanjutan Amerika Serikat, serta dinamika dari negosiasi nuklir Iran.

Terkini

MIND ID Dukung Transisi Energi Nasional

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:42:32 WIB

Danantara Terima 18 Proyek Hilirisasi Energi

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:52:29 WIB