Harga Minyak Global Bergerak Fluktuatif

Rabu, 09 Juli 2025 | 09:11:23 WIB
Harga Minyak Global Bergerak Fluktuatif

JAKARTA - Setelah sempat menyentuh level tertinggi dalam dua pekan terakhir, harga minyak mentah global menunjukkan pergerakan beragam pada perdagangan Selasa, 9 Juli 2025. Meskipun sempat menguat, tekanan pasar dan dinamika geopolitik membuat harga minyak kembali bergerak tidak seragam di sesi penutupan.

Menurut data terbaru yang dihimpun dari pasar internasional, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2025 ditutup pada level US$81,41 per barel. Ini menunjukkan koreksi sebesar 0,1% dibandingkan penutupan sebelumnya.

Sementara itu, minyak mentah Brent—yang menjadi acuan utama untuk pasar global—juga mengalami tekanan. Brent untuk kontrak pengiriman September 2025 ditutup turun tipis di level US$85,75 per barel. Penurunan ini memperlihatkan bahwa meskipun harga sempat melonjak sebelumnya, pelaku pasar tetap berhati-hati dalam merespons berbagai sentimen yang berkembang, mulai dari tensi geopolitik hingga ekspektasi permintaan global.

Lonjakan Awal yang Dipicu Sentimen Positif

Kenaikan harga minyak yang terjadi sebelumnya sempat dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, serta ekspektasi permintaan bahan bakar yang lebih tinggi menjelang musim panas di belahan bumi utara. Faktor cuaca juga turut mendukung ekspektasi tersebut, mengingat bulan Juli dan Agustus kerap menjadi puncak konsumsi bahan bakar akibat peningkatan mobilitas masyarakat.

Namun, lonjakan tersebut tampaknya tidak bertahan lama. Koreksi kembali terjadi setelah pelaku pasar mengambil langkah hati-hati, terutama karena beberapa data ekonomi dari negara konsumen utama menunjukkan perlambatan.

Faktor Tekanan: Prospek Ekonomi dan Cadangan Minyak

Di tengah potensi peningkatan konsumsi, pasar juga memperhatikan rilis data ekonomi dari China dan Amerika Serikat. Indikator manufaktur yang lemah dari China kembali menimbulkan kekhawatiran akan berlanjutnya perlambatan ekonomi di negara konsumen minyak terbesar kedua di dunia tersebut.

Di sisi lain, laporan American Petroleum Institute (API) memperkirakan adanya kenaikan cadangan minyak mentah AS sebesar 1,5 juta barel dalam pekan yang berakhir 5 Juli 2025. Jika data ini dikonfirmasi oleh laporan resmi Energy Information Administration (EIA), maka potensi pelemahan harga bisa semakin nyata, karena peningkatan pasokan akan menambah tekanan terhadap harga minyak global.

Pandangan Analis: Harga Masih di Jalur Konsolidasi

Beberapa analis memperkirakan bahwa meskipun terjadi penurunan pada sesi terakhir, harga minyak masih berada dalam tren konsolidasi. Artinya, ada potensi harga untuk tetap bertahan di rentang US$80–US$86 per barel dalam jangka pendek, selama tidak ada kejutan besar dari sisi suplai maupun permintaan.

Seorang analis pasar energi dari Energy Insight Global, misalnya, menyatakan bahwa volatilitas akan tetap menjadi tema utama di pasar minyak. “Pasar saat ini terjepit antara dua kekuatan: ketegangan geopolitik yang mendukung harga dan data ekonomi global yang menekan permintaan,” ujarnya.

Respons Produsen dan Kebijakan OPEC+

Dalam konteks pasokan global, peran negara-negara anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) kembali menjadi sorotan. Sejauh ini, OPEC+ masih konsisten menjaga produksi dalam batas yang telah ditentukan, meski beberapa negara seperti Rusia menunjukkan peningkatan produksi di luar kuota yang disepakati.

Komitmen Arab Saudi untuk mempertahankan kebijakan pemangkasan produksi tambahan sebesar 1 juta barel per hari hingga Agustus masih menjadi faktor penyangga utama bagi harga minyak. Namun, pasar mulai mempertanyakan seberapa lama kebijakan tersebut dapat dipertahankan tanpa menimbulkan tekanan terhadap pendapatan negara-negara produsen.

Prospek Jangka Pendek dan Risiko yang Mengintai

Dengan dinamika saat ini, harga minyak global diperkirakan masih akan bergerak dalam pola fluktuatif. Beberapa risiko yang tetap membayangi antara lain:

Ketidakpastian ekonomi global, termasuk kemungkinan resesi teknikal di beberapa kawasan Eropa.

Tensi geopolitik di Timur Tengah dan Laut China Selatan yang dapat memicu ketegangan jalur distribusi energi.

Kebijakan suku bunga bank sentral, terutama dari The Fed, yang dapat berdampak terhadap nilai dolar AS dan konsumsi energi global.

Cuaca ekstrem dan bencana alam, seperti badai tropis yang bisa mengganggu produksi di Teluk Meksiko atau wilayah pengeboran utama lainnya.

Implikasi bagi Indonesia

Fluktuasi harga minyak dunia tentu berdampak pada perekonomian nasional, terutama dalam pengelolaan subsidi energi dan harga BBM domestik. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM dan Pertamina diperkirakan akan terus memantau pergerakan harga minyak global guna menentukan langkah strategis berikutnya, termasuk kemungkinan penyesuaian harga BBM non-subsidi maupun subsidi seperti Pertalite dan Solar.

Kestabilan harga minyak juga berpengaruh terhadap neraca perdagangan dan fiskal negara. Jika harga minyak terlalu tinggi dalam jangka panjang, maka akan meningkatkan beban impor dan subsidi energi.

Terkini

3 Wisata Alam Hits di Lombok Timur

Rabu, 09 Juli 2025 | 13:31:53 WIB

Gejala Kanker Empedu Sering Diabaikan, Kata Dokter

Rabu, 09 Juli 2025 | 13:34:47 WIB

KAI Daop 4 Aktif Cegah Gangguan Rel KA

Rabu, 09 Juli 2025 | 13:39:34 WIB

iPhone 15 dan 15 Plus Turun Harga, Pilih Mana

Rabu, 09 Juli 2025 | 14:33:34 WIB

Samsung Galaxy Watch8 Hadir dengan Asisten Suara AI

Rabu, 09 Juli 2025 | 14:36:48 WIB