Pengertian Kartel, Proses Terbentuknya, Model, dan Contoh

Jumat, 27 Juni 2025 | 14:01:03 WIB
pengertian kartel

JAKARTA - Pengertian kartel sering kali muncul dalam pemberitaan, terutama yang membahas soal ekonomi dan perdagangan. 

Istilah ini biasanya berkaitan dengan praktik kelompok pelaku usaha yang bekerja sama untuk mengendalikan pasar. Tapi, seberapa pentingkah istilah ini hingga kerap jadi sorotan media?

Dalam kegiatan ekonomi, persaingan antar pelaku usaha merupakan hal yang wajar dan bahkan diperlukan. 

Lewat persaingan, harga bisa tetap bersaing dan pilihan produk jadi lebih beragam, memberi keuntungan bagi konsumen dalam memilih barang sesuai kebutuhan dan kemampuan finansial.

Namun, tidak semua pihak bermain secara adil. Ada kelompok tertentu yang justru memilih bersekongkol demi keuntungan bersama. Mereka berusaha menekan persaingan agar dapat mengatur harga dan pasokan barang di pasar. 

Inilah yang dikenal dengan praktik kartel, dan memahami pengertian kartel menjadi penting agar kita sadar akan dampaknya bagi perekonomian dan konsumen.

Pengertian Kartel

Jika kamu mencari pengertian kartel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ini merujuk pada gabungan perusahaan sejenis yang bertujuan mengatur produksi, persaingan, dan harga; atau bisa juga merujuk pada koalisi partai politik dengan tujuan serupa.

Menurut penjelasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kartel merupakan bentuk kerja sama antar pelaku usaha yang bertujuan untuk saling menguntungkan, terutama dalam menentukan harga, jumlah produksi, serta pembagian wilayah pemasaran agar persaingan bisa dikurangi. 

Praktik ini cenderung mengarah pada penguasaan pasar secara bersama.

Dalam pandangan Lincolin Arsyad, kartel merupakan organisasi resmi yang dibentuk oleh sejumlah penjual dengan tujuan mengatur harga, volume penjualan, dan diferensiasi produk agar keuntungan maksimal dapat diraih oleh para anggotanya.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat turut membahas tentang kartel. 

UU ini melarang pelaku usaha membuat kesepakatan dengan pesaingnya untuk mengatur produksi atau distribusi barang dan jasa, karena dapat merugikan iklim persaingan.

Secara umum, kartel dapat dipahami sebagai kolaborasi antar produsen independen yang bertujuan menghindari persaingan, sehingga mereka dapat mengontrol pasar. 

Meski masing-masing anggota tetap beroperasi secara mandiri, mereka bergerak bersama dalam satu bidang usaha.

Meskipun hampir seluruh negara melarang praktik ini, kenyataannya keberadaan kartel masih sulit dihilangkan, baik di tingkat nasional maupun internasional. 

Perlu dicatat, bahwa perusahaan tunggal yang mendominasi pasar tidak otomatis disebut kartel, selama tidak menyalahgunakan kekuasaan monopolinya.

Proses Terbentuknya Kartel

Kartel umumnya muncul dalam situasi pasar yang disebut oligopoli, yakni ketika hanya terdapat sedikit penjual yang menawarkan produk sejenis atau seragam. 

Selain itu, kemunculan kartel juga cenderung terjadi di sektor industri yang memiliki beberapa karakteristik khusus, antara lain:

  • Tingkat keuntungan yang relatif rendah
  • Jumlah pelaku usaha yang terbatas
  • Adanya hambatan untuk masuk ke industri tersebut
  • Permintaan terhadap produk bersifat inelastis atau tidak mudah berubah
  • Perusahaan-perusahaan terkonsentrasi dalam wilayah geografis tertentu
  • Tidak ada ketentuan hukum yang melarang pembentukan kartel

Dengan kondisi-kondisi tersebut, perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri terkait biasanya cenderung membentuk kartel jika mereka bisa bekerja sama dan menaati aturan-aturan yang telah disepakati bersama.

Motivasi utamanya adalah potensi keuntungan yang lebih besar jika kerja sama dilakukan secara efektif. 

Namun, jika ada salah satu anggota yang melanggar kesepakatan, maka risiko kerugian dapat terjadi, baik bagi pelanggar maupun kelompok secara keseluruhan.

Model-model Kartel

Kartel memiliki beberapa model yang telah dikenal luas, terutama dalam konteks struktur pasar tertentu. Berikut ini adalah beberapa model yang umum ditemukan:

Oligopoli

Model pertama menggambarkan struktur pasar di mana hanya ada sejumlah kecil perusahaan yang beroperasi, namun dengan tingkat interaksi yang tinggi antar mereka. 

Dalam situasi ini, terdapat hambatan yang menyulitkan perusahaan baru untuk masuk ke pasar. Karena adanya hambatan tersebut, perusahaan-perusahaan dalam pasar oligopoli sering kali mampu meraih keuntungan besar dalam jangka panjang. 

Interaksi yang erat antar perusahaan menuntut mereka untuk membuat keputusan strategis, apakah akan bersaing secara langsung atau menjalin kerja sama dalam bentuk kartel.

Duopoli

Model ini merupakan bentuk paling sederhana dari pasar oligopoli, karena hanya melibatkan dua perusahaan. Duopoli banyak dikaji untuk memahami dinamika interaksi antara dua pelaku usaha dalam satu pasar.

Di dalam model duopoli, terdapat beberapa pendekatan teoretis seperti Cournot, Edgeworth, Chamberlin, Stackelberg, Bertrand, dan Sweezy. Namun, fokus kali ini ada pada model Cournot dan Edgeworth.

a. Model Cournot

Dalam model ini, setiap perusahaan menganggap bahwa output dari pesaingnya tetap, dan masing-masing berusaha memaksimalkan keuntungan dari sisa pasar yang tersedia.

Contohnya, bayangkan ada dua penjual makanan sejenis di lingkunganmu. 

Penjual pertama sudah lebih dulu beroperasi dan punya banyak pelanggan, sedangkan penjual kedua baru masuk ke pasar. 

Penjual baru ini menyadari sulitnya menyaingi nama besar pesaingnya, sehingga ia fokus mengambil keuntungan dari segmen pasar yang belum tergarap.

b. Model Edgeworth

Model ini berdiri di atas dua asumsi utama: pertama, bahwa harga dari pesaing dianggap tetap; kedua, bahwa masing-masing perusahaan memiliki batas kapasitas produksi tertentu.

Dalam skenario ini, pesaing berupaya menjual produknya dengan harga lebih rendah guna memperluas pangsa pasarnya. 

Mengacu pada contoh sebelumnya, penjual baru mencoba menarik lebih banyak pembeli dengan menawarkan harga yang lebih murah dibanding pesaing yang sudah ada.

Kurva Permintaan Patah

Model ini menjelaskan kondisi di mana jika satu perusahaan menurunkan harga, pesaing lain akan segera mengikuti. Namun, ketika harga dinaikkan, pesaing tidak melakukan hal yang sama. 

Akibatnya, perusahaan yang menaikkan harga justru kehilangan pembeli secara signifikan. Contohnya, dua konter ponsel bersaing menarik pembeli dengan menurunkan harga. 

Jika salah satu menaikkan harga terlebih dahulu, kemungkinan besar pelanggan akan beralih ke pesaing yang mempertahankan harga rendah.

Penetapan Harga oleh Pemimpin Pasar

Dalam model ini, satu perusahaan yang dominan menetapkan harga di pasar dengan tujuan memaksimalkan laba. 

Perusahaan-perusahaan lain yang lebih kecil harus mengikuti harga tersebut dan berusaha menjual dalam jumlah besar untuk bisa meraih keuntungan.

Jenis-jenis Kartel

Kartel merupakan bentuk kolaborasi antar pelaku usaha yang terbagi ke dalam beberapa tipe, tergantung pada fokus utama dalam kesepakatan yang dijalin. 

Jenis-jenis kartel ini biasanya ditentukan oleh ruang lingkup kerja sama yang menjadi inti perjanjian antar anggota.

Kartel Harga

Jenis ini bertujuan untuk menetapkan harga minimum penjualan suatu produk yang harus dipatuhi oleh seluruh anggotanya. Artinya, setiap perusahaan dalam kartel dilarang menjual produknya di bawah harga yang telah ditentukan bersama. 

Namun, menjual di atas harga tersebut diperbolehkan, dengan catatan bahwa segala risiko, seperti barang yang sulit terjual, menjadi tanggung jawab masing-masing perusahaan.

Kartel Syarat

Kartel ini menetapkan standar atau ketentuan tertentu yang harus diikuti oleh anggotanya, seperti mutu produk, cara pengemasan, atau sistem pengiriman. 

Tujuan utamanya adalah menciptakan keseragaman produk dan layanan, agar tidak terjadi persaingan antar anggota dalam hal atribut produk.

Kartel Rayon

Fokus dari kartel ini adalah pembagian wilayah pemasaran. Setiap anggota hanya diperbolehkan menjual produknya di area tertentu yang telah disepakati. 

Selain pembagian wilayah, sering kali juga ditetapkan harga khusus untuk masing-masing daerah tersebut. Dengan cara ini, anggota kartel tidak bersaing di wilayah yang sama.

Kartel Produksi

Dalam bentuk ini, jumlah barang yang dapat diproduksi oleh masing-masing anggota dibatasi. 

Kesepakatan ini bertujuan menghindari kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harga pasar turun secara drastis, sehingga kestabilan keuntungan dapat terjaga.

Kartel Pool

Pada jenis ini, keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing anggota tidak langsung dimiliki sendiri, melainkan dikumpulkan ke dalam dana bersama. 

Setelah itu, dana tersebut akan dibagi ulang sesuai dengan proporsi atau perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.

Sindikat Penjualan

Dalam model ini, seluruh hasil produksi diserahkan ke satu pusat penjualan yang ditunjuk. Kantor pusat inilah yang bertugas menjual seluruh produk dengan harga seragam. 

Tujuannya adalah menghindari persaingan harga antar anggota dan memastikan distribusi produk berjalan terkoordinasi.

Keuntungan dan Kerugian Kartel

Meskipun praktik kartel telah dilarang secara hukum, bukan berarti tidak ada sisi positif dan negatif yang menyertainya. Berikut adalah sejumlah keuntungan dan kerugian yang dapat ditimbulkan oleh keberadaan kartel:

Keuntungan Kartel

  • Perusahaan yang tergabung dalam kartel cenderung memiliki posisi yang lebih kuat dalam menghadapi persaingan di pasar karena dominasi kolektif mereka.
  • Risiko penjualan dan investasi modal dapat ditekan, karena produksi dan distribusi barang diatur dengan ketat dan dijamin kestabilannya.
  • Efisiensi atau rasionalisasi yang dilakukan oleh kartel bisa membantu menekan harga jual produk, membuatnya cenderung lebih rendah.
  • Hubungan antara pihak manajemen dan pekerja bisa menjadi lebih harmonis. Jika muncul persoalan seperti tuntutan kenaikan gaji atau peningkatan kesejahteraan, penyelesaiannya dapat dibicarakan secara lebih terstruktur.
  • Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa dikurangi, karena perusahaan dalam kartel cenderung memiliki posisi stabil di tengah persaingan pasar.
  • Risiko kerugian akibat rendahnya volume penjualan juga dapat dikurangi karena seluruh proses produksi dan distribusi telah dirancang secara terkoordinasi.

Kerugian Kartel

  • Ada potensi pesaing luar menyusup dan bergabung ke dalam kartel secara tidak sah.
  • Masyarakat bisa dirugikan karena kartel memiliki kekuasaan untuk mengatur harga sesuka hati tanpa memperhatikan kondisi pasar secara adil.
  • Kebebasan masing-masing anggota menjadi terbatas akibat peraturan yang telah disepakati bersama.
  • Inovasi bisa terhambat karena setiap perusahaan sudah merasa aman dengan keuntungan yang stabil, sehingga dorongan untuk berkembang jadi menurun.
  • Bahkan jika ada anggota yang ingin melakukan inovasi, hal itu bisa tertahan oleh aturan internal dan potensi sanksi dari sesama anggota.
  • Dampak negatif terhadap masyarakat juga terjadi karena harga barang yang tidak stabil atau dikendalikan secara sepihak bisa mengganggu keseimbangan daya beli.
  • Persaingan sehat antar produsen hilang, sehingga suasana usaha menjadi tidak kondusif dan cenderung monopolistik.
  • Ketidakstabilan harga juga bisa mempengaruhi pengeluaran masyarakat dan memperlemah daya beli.
  • Kartel dapat menciptakan keuntungan berlebih secara terus-menerus bagi anggotanya dalam jangka panjang.
  • Jika harga sengaja ditekan atau dinaikkan secara kolektif, hal ini bisa memicu inflasi yang berkepanjangan dan merugikan ekonomi secara umum.

Di Indonesia sendiri, praktik kartel secara tegas dilarang dan dianggap melanggar hukum. Larangan ini diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

Dalam pasal tersebut, ditegaskan bahwa pelaku usaha tidak diperbolehkan melakukan perjanjian dengan pesaingnya untuk memengaruhi harga jual atau mengatur proses produksi dan distribusi barang atau jasa. 

Sebab, perjanjian seperti ini berisiko menciptakan monopoli dan persaingan usaha yang tidak adil di pasar.

Permasalahan yang Ada dalam Kartel

Hambatan bagi Perusahaan yang Tidak Bergabung dalam Kartel

Dalam kartel, perusahaan yang ingin bergabung sebagai anggota baru biasanya menghadapi berbagai hambatan. 

Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan di suatu industri berhasil menaikkan harga dan memperoleh keuntungan dalam jangka panjang, perusahaan tersebut cenderung enggan bergabung dengan kartel karena sudah merasa mendapatkan laba yang memadai. 

Oleh karena itu, perusahaan ini mungkin akan menghadapi sejumlah rintangan yang diterapkan oleh anggota kartel yang sudah ada.

Hambatan Alamiah

Kartel juga menghadapi hambatan alamiah yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Hambatan Alamiah Pertama

Hambatan ini terjadi ketika output produksi lebih besar dibandingkan dengan total permintaan. 

Dalam situasi ini, perusahaan-perusahaan yang sudah ada dapat meraih keuntungan tanpa perlu mengundang perusahaan lain untuk bergabung dalam pasar tersebut.

  • Hambatan Alamiah Kedua 

Hambatan ini muncul ketika perusahaan yang sudah beroperasi memiliki keuntungan biaya yang lebih rendah secara absolut. 

Dengan kata lain, perusahaan yang telah beroperasi dalam suatu industri memiliki kurva biaya rata-rata yang sangat rendah, terutama dibandingkan dengan potensi pendapatan yang bisa diperoleh oleh perusahaan baru. 

Hambatan ini memberi perusahaan yang sudah ada kemampuan untuk menentukan harga, sementara perusahaan baru kemungkinan besar akan menderita kerugian dalam jangka waktu tertentu.

Hambatan yang Diciptakan oleh Perusahaan

Jenis hambatan ini sengaja dibuat oleh perusahaan yang tergabung dalam kartel untuk mencegah masuknya perusahaan baru. Hal ini biasanya terjadi ketika tidak ada hambatan alamiah yang menghalangi. 

Salah satu cara yang digunakan adalah dengan meningkatkan jumlah produk sejenis yang memiliki beberapa varian atau fitur yang dapat dijual dalam berbagai kombinasi. 

Dengan cara ini, kartel dapat menciptakan ruang pasar yang sulit ditembus oleh produk pesaing yang hampir serupa.

Contoh Kasus Kartel yang Pernah Terjadi di Indonesia

Untuk memahami lebih jauh mengenai definisi kartel dan implikasinya, kita bisa melihat salah satu contoh nyata yang terjadi di Indonesia, yaitu dalam industri tarif SMS (Short Message Service). 

Pada tahun 2008, publik dihebohkan oleh kabar mengenai beberapa operator seluler besar di Indonesia, seperti Telkomsel, Mobile-8, Bakrie, Telkom, dan XL, yang terlibat dalam praktik kartel tarif SMS. 

Mereka telah melakukan praktik ini sejak tahun 2004 hingga 2007. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berhasil membuktikan bahwa para operator seluler tersebut telah melakukan pelanggaran serius dengan melakukan kesepakatan yang merugikan konsumen, yaitu kartel tarif SMS. 

Pada masa itu, tarif pasar yang wajar untuk pengiriman SMS adalah sekitar Rp. 114 per pesan, namun para operator tersebut sepakat untuk menetapkan tarif lebih tinggi, yakni Rp. 250 per SMS.

Akibatnya, para pengguna jasa operator seluler tersebut harus menanggung kerugian sebesar Rp. 136 untuk setiap SMS yang dikirim. 

Praktik kartel ini berlangsung selama tiga tahun, dan total kerugian yang dialami konsumen mencapai sekitar Rp. 2,827 triliun. 

Sebaliknya, para operator yang terlibat dalam kartel tersebut memperoleh keuntungan dari kerugian yang dialami oleh pelanggan mereka.

Sebagai penutup, pengertian kartel merujuk pada praktik kerja sama antar perusahaan untuk mengatur harga dan produksi, yang pada akhirnya merugikan konsumen dan persaingan.

Terkini