Sri Mulyani Siapkan Pajak 0,5 Persen untuk Pedagang E Commerce

Kamis, 26 Juni 2025 | 13:48:08 WIB
Sri Mulyani Siapkan Pajak 0,5 Persen untuk Pedagang E Commerce

JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan akan memberlakukan kebijakan baru berupa pajak sebesar 0,5 persen terhadap pelapak atau penjual di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan berbagai marketplace digital lainnya. Kebijakan ini akan berlaku bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam memperluas basis pajak nasional, khususnya di sektor ekonomi digital, sekaligus mendorong kesetaraan perlakuan antara pelaku usaha online dan offline.

"Langkah ini penting untuk menciptakan keadilan bagi semua pelaku usaha, baik yang berdagang secara konvensional maupun digital," demikian disampaikan pernyataan Kementerian Keuangan.

Platform E-Commerce Jadi Pemungut Pajak

Dalam skema yang akan diterapkan mulai bulan depan, platform e-commerce akan berperan sebagai pemotong dan penyetor pajak langsung ke negara. Artinya, marketplace akan memotong pajak sebesar 0,5 persen dari total penjualan mitra penjual yang telah memenuhi ambang batas omzet, dan kemudian menyetorkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Sistem ini akan bekerja mirip dengan mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) yang telah diterapkan oleh e-commerce atas transaksi digital sejak beberapa tahun terakhir.

Fokus Pemerintah: Reformasi Pajak di Era Digital

Kebijakan pemajakan UMKM digital ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan di era digital yang digagas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Selama ini, sektor UMKM berbasis digital sulit diawasi karena mayoritas transaksi dilakukan secara daring dan tidak seluruhnya tercatat dalam sistem perpajakan nasional.

"Dengan regulasi ini, diharapkan tidak ada lagi perbedaan perlakuan antara penjual yang beroperasi secara fisik dengan yang berdagang melalui platform digital," ujar pejabat Kementerian Keuangan.

Langkah ini juga menyusul tren penurunan penerimaan pajak nasional pada kuartal pertama 2025. Oleh karena itu, sektor digital yang tengah tumbuh pesat dinilai sebagai sumber baru penerimaan negara yang potensial.

Skema Pengenaan Pajak

Berikut adalah rincian skema pengenaan pajak yang akan diberlakukan:

Objek Pajak: Penjual di marketplace dengan omzet tahunan Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

Besaran Pajak: 0,5 persen dari total pendapatan (omzet) per bulan.

Pemungut Pajak: Platform e-commerce tempat penjual berjualan.

Waktu Efektif: Dijadwalkan mulai berlaku bulan depan, setelah peraturan resmi diterbitkan.

Kementerian Keuangan menyatakan bahwa ketentuan ini akan dituangkan dalam regulasi khusus berupa peraturan menteri atau revisi atas aturan perpajakan yang sudah ada. Penyusunan teknis tengah dalam tahap finalisasi.

Alasan dan Tujuan Kebijakan

Setidaknya terdapat tiga alasan utama di balik pemberlakuan aturan baru ini:

Meningkatkan kepatuhan pajak di sektor ekonomi digital yang selama ini belum optimal dan cenderung bebas dari pengawasan pajak reguler.

Mewujudkan kesetaraan antara pelaku usaha offline yang telah lama membayar pajak secara rutin, dengan pelaku usaha online yang sering kali luput dari kewajiban perpajakan.

Menambah penerimaan negara, terutama di tengah penurunan pendapatan pajak dari sektor-sektor tradisional.

Respons dari Pelaku UMKM Digital

Meskipun belum resmi diberlakukan, kebijakan ini telah menuai tanggapan dari pelaku usaha digital. Sebagian penjual kecil di marketplace mengaku khawatir kebijakan ini akan mempengaruhi margin keuntungan yang sudah menipis akibat persaingan harga dan biaya logistik yang tinggi.

"Kami berharap pemerintah tidak menyamaratakan pelaku UMKM digital dengan perusahaan besar. Kami masih berjuang bertahan di tengah persaingan ketat," ujar seorang penjual aksesoris daring di Jakarta.

Namun di sisi lain, beberapa pelaku usaha yang telah memiliki omzet stabil menyatakan dukungan terhadap kebijakan ini, selama implementasinya dilakukan secara transparan dan tidak memberatkan.

"Kalau semua pelaku usaha dikenai pajak dengan skema yang jelas dan adil, kami mendukung. Tapi kami harap ada edukasi dan transisi yang baik dari pemerintah," ungkap pelaku usaha kuliner di platform marketplace.

Pemerintah Diminta Lakukan Sosialisasi

Para pengamat ekonomi digital menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi masif dan edukasi intensif terhadap pelaku UMKM digital sebelum kebijakan ini diberlakukan.

"Kebijakan ini memang penting dalam konteks reformasi pajak digital. Tapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana pemerintah mengkomunikasikannya agar tidak menimbulkan resistensi yang tinggi dari pelaku UMKM," ujar seorang ekonom dari lembaga kajian fiskal.

Potensi Dampak Jangka Panjang

Jika diterapkan dengan baik, kebijakan pemajakan ini bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan memperluas basis pajak nasional secara permanen. Terlebih, sektor digital diprediksi akan terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan.

Di sisi lain, kebijakan ini juga bisa mendorong transformasi digital perpajakan, di mana sistem pencatatan transaksi online akan lebih tertata dan terintegrasi dengan sistem pajak nasional, termasuk pembentukan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan pencatatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara digital.

Terkini