Kesehatan

Ini 5 Faktor Utama yang Berdampak Buruk pada Kesehatan Mental, Salah Satunya Ketidakstabilan Finansial

Ini 5 Faktor Utama yang Berdampak Buruk pada Kesehatan Mental, Salah Satunya Ketidakstabilan Finansial
Ini 5 Faktor Utama yang Berdampak Buruk pada Kesehatan Mental, Salah Satunya Ketidakstabilan Finansial

JAKARTA — Masalah kesehatan mental semakin menjadi perhatian global di tengah derasnya arus informasi digital dan perubahan sosial yang terus berkembang. Akses terhadap informasi kesehatan mental kini semakin mudah didapatkan oleh masyarakat dari berbagai kalangan, namun di sisi lain, ada berbagai faktor yang memicu gangguan mental dan berpotensi mengganggu kesejahteraan hidup.

Hasil survei terbaru AXA bekerja sama dengan Ipsos dalam laporan AXA Mind Health Index 2024 mengungkapkan sejumlah faktor utama yang memberi dampak negatif pada kesehatan mental masyarakat global. Survei ini melibatkan 17.000 responden berusia 18 hingga 75 tahun dari 16 negara yang dilakukan selama periode 8 Oktober hingga 11 November 2024. Tujuannya adalah untuk memperluas pembahasan isu kesehatan mental sekaligus membuka peluang bagi para pembuat kebijakan dalam merumuskan langkah serius menghadapi persoalan ini.

Temuan survei tersebut menunjukkan bahwa ketidakstabilan finansial dan ketidakamanan pekerjaan (job insecurity) menjadi dua faktor dominan yang paling sering diungkapkan oleh para responden sebagai penyebab utama gangguan kesehatan mental. Persoalan ini juga berdampak lebih luas, seperti memengaruhi kesehatan fisik, sosial, hingga produktivitas.

Ketidakstabilan Finansial Jadi Faktor Utama Penyebab Gangguan Mental

Menurut survei AXA Mind Health Index 2024, sebanyak 53 persen responden mengaku bahwa ketidakstabilan finansial merupakan penyebab utama yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Dalam situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil pasca pandemi Covid-19, banyak individu mengalami kecemasan berlebih terkait kondisi keuangan pribadi maupun keluarga.

Tingginya harga kebutuhan pokok, lonjakan biaya hidup, serta kesulitan mencari pekerjaan menjadi sumber utama kekhawatiran publik. Fenomena pengangguran, kemiskinan, serta kondisi sosial-ekonomi yang belum sepenuhnya pulih semakin memperbesar tekanan psikologis yang dirasakan oleh masyarakat.

Temuan serupa juga diungkapkan oleh hasil survei Deloitte 2025 Gen Z and Millennial Survey yang melibatkan 23.482 responden dari 44 negara pada Oktober-Desember 2024. Dalam survei tersebut, biaya hidup menempati urutan teratas sebagai isu paling dikhawatirkan oleh generasi muda, khususnya Gen Z.

Ketidakamanan Kerja atau Job Insecurity Meningkatkan Tingkat Kecemasan

Selain ketidakstabilan finansial, ketidakamanan kerja (job insecurity) juga muncul sebagai faktor utama lainnya yang berdampak buruk pada kesehatan mental. Istilah job insecurity merujuk pada situasi ketika pekerja merasa tidak yakin apakah mereka dapat mempertahankan pekerjaan yang saat ini dimiliki. Rasa tidak aman ini membuat banyak pekerja hidup dalam bayang-bayang kecemasan akan kehilangan pekerjaan.

Fenomena ini semakin mencuat sejak pandemi Covid-19 melanda dunia. Banyak perusahaan harus mengambil langkah efisiensi, termasuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal untuk bertahan hidup. Dampaknya, para pekerja semakin dilanda kecemasan akan masa depan mereka di dunia kerja.

Ketidakpastian Masa Depan: Kekhawatiran Akan Lingkungan dan Kondisi Sosial Global

Selain faktor ekonomi dan pekerjaan, hasil survei menunjukkan bahwa ketidakpastian masa depan juga memberikan kontribusi besar terhadap memburuknya kondisi kesehatan mental masyarakat. Sebanyak 53 persen responden merasa bahwa dunia yang berubah dengan sangat cepat menimbulkan kekhawatiran mendalam.

Contoh nyata dari ketidakpastian ini dapat dilihat pada isu perubahan iklim yang terus memburuk. Kerusakan hutan hujan tropis, meningkatnya suhu bumi, dan ancaman bencana alam yang semakin sering terjadi menimbulkan kecemasan besar bagi banyak orang, terutama terkait apakah bumi masih layak menjadi tempat tinggal bagi generasi mendatang.

Tak hanya itu, berbagai konflik sosial, perang, dan ketegangan politik di berbagai belahan dunia turut menambah beban pikiran masyarakat. Ketidakpastian mengenai masa depan dunia semakin menekan kondisi mental individu, terlebih bagi mereka yang hidup di daerah dengan situasi politik yang tidak stabil.

Berita Negatif dan Kerusuhan Sosial Ikut Memicu Gangguan Mental

Paparan berita negatif secara terus-menerus juga menjadi salah satu faktor pemicu gangguan kesehatan mental. Sebanyak 45 persen responden global menyatakan bahwa berita-berita buruk mengenai krisis ekonomi, konflik bersenjata, terorisme, hingga isu-isu kesehatan global dapat memberikan dampak psikologis yang signifikan.

Selain itu, sebanyak 42 persen responden menyebut bahwa kerusuhan sosial dan politik turut memicu gangguan mental. Di Indonesia sendiri, berbagai isu politik dan sosial kerap memancing keresahan di masyarakat. Mulai dari kebijakan pemerintah yang kontroversial, pelanggaran hak-hak sipil, hingga gelombang demonstrasi yang memanas menjadi contoh nyata bagaimana dinamika sosial-politik berpengaruh terhadap kesehatan mental masyarakat.

Kesepian dan Isolasi Sosial: Ancaman Nyata Bagi Generasi Modern

Isolasi sosial dan perasaan kesepian juga turut menyumbang persoalan kesehatan mental, dengan angka responden yang menyebutkan sebesar 42 persen. Fenomena ini banyak dialami oleh individu yang tinggal jauh dari keluarga, generasi muda yang hidup di perkotaan, atau mereka yang belum memiliki dukungan sosial yang kuat.

Perasaan kesepian yang berkepanjangan dapat berkembang menjadi gangguan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, kecemasan berlebih, hingga keinginan untuk mengakhiri hidup. Hal ini menunjukkan bahwa membangun hubungan sosial yang sehat merupakan kebutuhan mendasar bagi kesejahteraan mental individu.

Sumber Informasi Kesehatan Mental: Pentingnya Verifikasi Informasi

Di tengah maraknya isu kesehatan mental, masyarakat dituntut untuk mendapatkan informasi yang valid dan terpercaya agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi bohong atau hoaks yang justru memperburuk kondisi.

Menurut survei AXA, sebanyak 69 persen responden menyatakan telah mendapatkan informasi lengkap tentang kesehatan mental. Sebagian besar atau 52 persen responden memilih mendapatkan informasi langsung dari tenaga kesehatan profesional seperti dokter, psikolog, dan terapis. Namun, yang memprihatinkan, sekitar 41 persen responden masih mencari informasi kesehatan mental melalui sumber online seperti situs atau blog, yang belum tentu memiliki kredibilitas tinggi.

Selain itu, responden juga memperoleh informasi dari keluarga dan teman (36 persen), media sosial (31 persen), televisi dan media cetak (26 persen), buku (22 persen), hingga program pendidikan dan tempat kerja (14 persen).

Pemeriksaan Kesehatan Mental Gratis untuk Masyarakat

Sebagai langkah nyata mendukung kesehatan mental masyarakat, AXA Mandiri memberikan layanan pemeriksaan kesehatan mental secara gratis, khususnya bagi warga Jakarta. Program ini diluncurkan sebagai respons atas tingginya tekanan psikologis yang dihadapi masyarakat perkotaan akibat pekerjaan dan kemacetan lalu lintas yang tak kunjung membaik.

Direktur Utama AXA Mandiri, Handojo G. Kusuma, menyatakan bahwa masyarakat bisa melakukan pemeriksaan kesehatan mental gratis melalui situs resmi AXA’s Mind Health Selfcheck.

“Kondisi lalu lintas di Jakarta yang sering macet jangan dianggap sebelah mata, berbagai studi menunjukkan kemacetan dan waktu tempuh perjalanan berpengaruh pada tingkat stres dan kesehatan mental,” ujar Handojo.

Ia juga menambahkan bahwa program pemeriksaan kesehatan mental ini diharapkan dapat membantu masyarakat lebih cerdas dalam mengelola stres agar tidak berkembang menjadi gangguan psikologis yang serius. “Dengan adanya layanan ini, kami ingin masyarakat semakin pintar dalam mengelola stres agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan mental yang lebih berat,” pungkasnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index