JAKARTA - Awal Juni 2025 menjadi momentum penting dalam dinamika sektor perbankan nasional. Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 5,5% dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penurunan biaya pinjaman. Kebijakan moneter ini turut memengaruhi pergerakan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) sejumlah bank besar di Indonesia.
Dalam keterangan resminya, BI juga memangkas suku bunga Deposit Facility menjadi 4,75% dan Lending Facility ke level 6,25%. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kondisi ekonomi global yang mulai stabil, serta inflasi dalam negeri yang tetap terkendali.
SBDK Jadi Tolok Ukur Penetapan Kredit
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) merupakan tolok ukur penting dalam penentuan suku bunga kredit bank terhadap nasabah. Menurut penjelasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), SBDK belum mencakup premi risiko yang ditetapkan masing-masing bank sesuai profil risiko nasabah.
Artinya, bunga kredit aktual yang akan dibebankan kepada debitur bisa lebih tinggi dari SBDK tergantung dari analisis risiko masing-masing bank terhadap nasabah.
Rincian SBDK Bank-Bank Besar Awal Juni 2025
Berikut ini adalah data terbaru SBDK dari lima bank besar nasional per awal Juni 2025, berdasarkan publikasi resmi masing-masing lembaga keuangan dan laman OJK:
1. Bank Central Asia (BCA)
Berlaku mulai 31 Mei 2025, SBDK BCA berada pada kisaran menengah jika dibandingkan dengan bank besar lainnya.
Kredit Korporasi: 7,80%
Kredit Ritel: 8,31%
Kredit Mikro: 8,36%
Kredit Pemilikan Rumah (KPR): 9,35%
Kredit Non KPR: 7,55%
BCA dikenal dengan pengelolaan risiko yang konservatif dan efisien. Meski BI menurunkan suku bunga acuan, penyesuaian SBDK BCA masih terukur, menunjukkan kehati-hatian dalam pengelolaan eksposur kredit.
2. Bank Mandiri
SBDK Bank Mandiri berlaku mulai 30 April 2025, belum mengalami revisi pasca penurunan BI Rate. Namun, suku bunga kredit mikro masih tergolong tinggi.
Kredit Korporasi: 8,50%
Kredit Mikro: 13,50%
KPR: 12,50%
Kredit Non KPR: 12,00%
Kategori kredit ritel tidak tercantum dalam publikasi terakhir. Namun secara umum, struktur SBDK Mandiri menempatkan kredit mikro dan konsumsi di level atas, kemungkinan disebabkan oleh ekspektasi risiko yang lebih tinggi pada segmen tersebut.
3. Bank Negara Indonesia (BNI)
BNI telah merilis SBDK terbaru yang mulai berlaku sejak 7 Mei 2025. Secara umum, BNI menempatkan suku bunga kredit korporasi dan ritel pada level moderat.
Kredit Korporasi: 8,53%
Kredit Ritel: 8,81%
Kredit Mikro: 11,82%
KPR: 9,10%
Kredit Non KPR: 10,34%
Menurut pihak BNI, struktur SBDK ini bertujuan menjaga keseimbangan antara profitabilitas dan inklusi kredit. BNI juga menekankan pentingnya tetap selektif dalam menyalurkan pembiayaan agar kualitas aset tetap terjaga.
4. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Sebagai bank dengan fokus pada pembiayaan UMKM dan mikro, BRI masih menetapkan SBDK cukup tinggi di segmen mikro.
Kredit Korporasi: 8,50%
Kredit Mikro: 14,00%
KPR: 10,00%
Kredit Non KPR: 9,30%
Kategori ritel belum dipublikasikan. Tingginya bunga kredit mikro menunjukkan tingkat risiko tinggi pada pembiayaan sektor tersebut, meskipun BI telah menurunkan suku bunga acuan.
"Kredit mikro memang menjadi ujung tombak penyaluran pembiayaan di BRI, namun tantangannya juga besar. Oleh karena itu, penghitungan bunga harus mencerminkan risiko aktual di lapangan," ujar perwakilan manajemen BRI dalam keterangan tertulis.
5. Bank Tabungan Negara (BTN)
Sebagai bank yang terfokus pada sektor perumahan, BTN mencatatkan SBDK KPR paling rendah di antara lima bank besar.
Kredit Korporasi: 8,76%
Kredit Ritel: 8,90%
Kredit Mikro: 13,75%
KPR: 8,04%
Kredit Non KPR: 10,80%
Dengan SBDK KPR hanya 8,04%, BTN menunjukkan komitmen dalam mendukung program kepemilikan rumah, terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. BTN juga membuka peluang untuk penyesuaian lebih lanjut pasca turunnya BI Rate.
"Kami terus mendukung program kepemilikan rumah dengan menyediakan skema pembiayaan yang kompetitif dan terjangkau, termasuk melalui penyesuaian bunga sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia," kata Direktur Utama BTN dalam forum diskusi di Jakarta, awal Juni 2025.
Respons Perbankan atas Penurunan BI Rate
Sejumlah analis memperkirakan bahwa penyesuaian SBDK oleh perbankan besar akan berlangsung secara bertahap. BI sendiri telah mengingatkan bank agar turut menurunkan bunga kredit guna mempercepat transmisi kebijakan moneter ke sektor riil.
Deputi Gubernur BI menyatakan, "Penurunan suku bunga acuan ini harus segera direspons oleh industri perbankan, agar kredit bisa tumbuh dan perekonomian bisa bergerak lebih cepat. Kami mendorong agar bank menurunkan bunga kredit secara proporsional."
Sementara itu, OJK menggarisbawahi pentingnya transparansi informasi suku bunga agar masyarakat dapat mengambil keputusan keuangan secara bijak. Dalam publikasinya, OJK menegaskan bahwa seluruh bank wajib menyampaikan SBDK secara terbuka kepada publik dan regulator.
Dampak Terhadap Nasabah dan Ekonomi
Penurunan SBDK idealnya akan berdampak langsung pada bunga kredit aktual yang dibayar nasabah. Hal ini akan memberikan ruang lebih bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pembiayaan murah, sekaligus mendorong konsumsi rumah tangga.
Namun, efektivitas transmisi kebijakan akan tergantung pada seberapa cepat dan agresif bank menyesuaikan bunga kreditnya. Jika respons lambat, maka dampak positif terhadap sektor riil juga akan tertunda.