JAKARTA — Harga minyak dunia mengalami lonjakan tajam pada perdagangan hari Selasa, 03 Juni 2025 waktu setempat atau Rabu pagi waktu Jakarta, seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik global, khususnya di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah. Ketegangan ini diperburuk oleh meningkatnya eskalasi perang antara Ukraina dan Rusia serta sinyal penolakan dari Iran terhadap usulan kesepakatan nuklir dari Amerika Serikat.
Lonjakan harga terjadi di tengah masih berlanjutnya diskusi damai antara Ukraina dan Rusia di Turki yang belum membuahkan hasil signifikan, serta sinyal dari Iran yang bersiap menolak proposal penting dari AS yang bisa membuka jalan bagi pelonggaran sanksi terhadap negara kaya minyak tersebut.
Harga Minyak Melonjak Hampir 3 Persen
Harga minyak Brent untuk pengiriman mendatang naik sebesar USD 1 atau sekitar 1,55% menjadi USD 65,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) meningkat 89 sen atau 1,42%, ditutup pada USD 63,41 per barel.
Kenaikan harga ini terjadi setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+), mempertahankan keputusan mereka untuk menaikkan produksi minyak sebesar 411.000 barel per hari pada bulan Juli 2025. Jumlah ini sama dengan bulan-bulan sebelumnya dan lebih rendah dari kekhawatiran sebagian pelaku pasar.
“Premi risiko telah kembali memengaruhi harga minyak menyusul serangan mendalam Ukraina terhadap Rusia selama akhir pekan,” kata Harry Tchilinguirian, analis energi dari Onyx Capital Group.
Menurutnya, meskipun ada pembicaraan damai, aksi militer yang semakin intens antara kedua negara menambah ketidakpastian pasar global, terutama terhadap pasokan energi.
“Namun yang lebih penting lagi untuk jumlah barel, ada tarik-menarik antara AS dan Iran mengenai pengayaan uranium,” tambah Tchilinguirian.
Konflik Ukraina-Rusia Memanas
Eskalasi terbaru antara Ukraina dan Rusia terjadi akhir pekan lalu, ketika Ukraina melancarkan salah satu serangan drone terbesar sejak invasi Rusia dimulai. Salah satu sasaran utama adalah jembatan jalan raya strategis Rusia yang meledak di atas jalur kereta penumpang, serta serangan terhadap pesawat pembom berkemampuan nuklir yang berada jauh di dalam wilayah Siberia.
Serangan-serangan ini meningkatkan kekhawatiran pasar akan potensi gangguan lebih lanjut terhadap jaringan distribusi energi global, terutama yang melibatkan Rusia, salah satu eksportir minyak terbesar dunia.
Iran Tolak Proposal Nuklir AS
Di Timur Tengah, Iran menunjukkan tanda-tanda kuat untuk menolak usulan kesepakatan nuklir yang diajukan Amerika Serikat. Seorang diplomat senior Iran, seperti dikutip pada Senin, 02 Juni 2025 , menyatakan bahwa proposal dari Washington tidak mencerminkan kepentingan Teheran, terutama dalam hal pelonggaran sanksi dan kebebasan pengayaan uranium.
“Usulan dari AS gagal mengatasi kepentingan Teheran atau melunakkan sikap Washington terhadap pengayaan uranium,” ujar diplomat tersebut, yang menolak disebutkan namanya.
Jika kesepakatan nuklir ini gagal tercapai, maka besar kemungkinan sanksi internasional terhadap Iran akan tetap diberlakukan, bahkan bisa diperketat. Hal ini akan membatasi kemampuan Iran untuk mengekspor minyaknya ke pasar global, yang pada akhirnya mempersempit pasokan dan menahan harga tetap tinggi.
Faktor Tambahan: Melemahnya Dolar AS
Faktor lain yang turut memperkuat harga minyak adalah melemahnya indeks dolar Amerika Serikat. Indeks dolar saat ini bertahan di level terendah dalam enam minggu terakhir. Investor global masih menimbang kebijakan tarif yang akan dijalankan oleh Presiden AS Donald Trump serta potensi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Kurs dolar AS yang lebih lemah membuat harga komoditas yang dihargai dalam dolar—termasuk minyak—menjadi lebih murah bagi pembeli dari luar negeri. Hal ini turut meningkatkan permintaan global.
“Harga minyak mentah terus meningkat, didukung oleh melemahnya dolar,” kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior dari Phillip Nova.
Produksi Kanada Terganggu Kebakaran Hutan
Sementara itu, kekhawatiran pasar juga muncul dari Kanada, yang saat ini tengah berjuang mengatasi kebakaran hutan besar di Provinsi Alberta. Kebakaran ini telah memengaruhi produksi sekitar 344.000 barel minyak per hari dari pasir minyak (oil sands), yang merupakan sekitar 7% dari total produksi minyak mentah Kanada.
Gangguan pasokan dari negara yang menjadi pemasok utama minyak untuk Amerika Serikat ini menambah tekanan terhadap pasokan global yang sudah ketat.
Antisipasi Laporan Persediaan Minyak AS
Para analis juga menantikan laporan mingguan terbaru tentang persediaan minyak mentah AS yang dikeluarkan oleh Administrasi Informasi Energi (EIA). Jika laporan menunjukkan penurunan signifikan dalam stok minyak mentah, maka bisa menjadi pemicu tambahan untuk kenaikan harga dalam waktu dekat.
“Laporan pasokan mingguan EIA bisa menjadi katalis baru bagi pasar minyak. Jika stok menurun lebih dari yang diperkirakan, maka harga akan naik lebih tinggi lagi,” jelas Priyanka.
Outlook Pasar Minyak Global
Lonjakan harga minyak pada 4 Juni 2025 ini memperlihatkan bagaimana kondisi geopolitik dan kebijakan internasional masih menjadi faktor utama dalam menentukan harga komoditas energi.
Kombinasi antara konflik militer, ketidakpastian diplomatik, serta bencana alam yang mengganggu produksi telah menciptakan situasi kompleks yang sulit diprediksi. OPEC+ pun diperkirakan akan tetap memainkan peran kunci dalam menjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan minyak global.
Sementara itu, negosiasi antara AS dan Iran akan terus menjadi sorotan utama pasar. Jika ketegangan terus berlanjut tanpa titik temu, maka harga minyak dunia berpotensi terus melanjutkan tren naik.