JAKARTA - Bank Indonesia (BI) terus memperkuat peran strategisnya dalam mengendalikan inflasi daerah melalui pendekatan inovatif di sektor pertanian hulu. Salah satu contoh nyata dari upaya ini terlihat di Desa Baturiti, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Di desa berhawa sejuk ini, BI menggandeng Kelompok Tani Ternak (KTT) Mekar Nadi Sari untuk mengembangkan pertanian cabai melalui bantuan greenhouse dan teknologi pertanian berbasis Internet of Things (IoT).
Greenhouse berukuran 9x16 meter yang dibangun semi permanen dengan atap plastik ultraviolet dan jaring anti-serangga tersebut merupakan bentuk konkret dukungan BI sejak 2023. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pasokan cabai lokal dan menekan lonjakan harga cabai yang kerap menjadi kontributor utama inflasi di Bali, terutama saat musim pancaroba dan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Ketua KTT Mekar Nadi Sari, I Nyoman Sudiyasa, menjelaskan bahwa greenhouse ini difungsikan untuk pengembangan benih dan bibit cabai berkualitas. Ia menyebut teknologi pertanian sangat membantu efisiensi dan produktivitas kelompok tani yang kini mengelola lahan seluas 10,3 are dengan berbagai komoditas, termasuk tomat dan sawi.
"Greenhouse ini sangat membantu kami dalam menjaga ketersediaan bibit cabai. Dulu, saat musim tidak menentu, kami kesulitan panen dan harga cabai melonjak tinggi. Sekarang, berkat bantuan dari Bank Indonesia, kami bisa menjaga siklus tanam dan panen dengan lebih baik," kata Nyoman.
Tak hanya greenhouse, BI juga memberikan bantuan alat pertanian seperti traktor dan teknologi IoT untuk sistem penyiraman dan penyemprotan pestisida otomatis. Nyoman mengungkapkan, teknologi ini mampu menyiram lahan seluas 3-4 are hanya dalam waktu lima menit. Semua dapat dikontrol melalui aplikasi digital bernama Smart Life, buatan komunitas Petani Muda Keren, yang terhubung dengan CCTV dan sensor di sekitar lahan.
“Dengan Smart Life, kami bisa memantau kondisi lahan dari mana saja lewat ponsel. Bahkan semprotan pestisida bisa diaktifkan dari jarak jauh. Ini membuat pekerjaan lebih efisien dan hemat tenaga,” ujar Nyoman.
Lebih jauh, Nyoman berharap upaya ini bisa membangkitkan kembali kejayaan Desa Baturiti yang pada era 1980–1990 dikenal sebagai sentra produksi cabai terbesar di Bali. Kini, dengan semangat baru dan dukungan teknologi, mereka tak hanya menjual cabai segar ke pasar, tetapi juga mengolah hasil panen menjadi produk sambal khas Bali, yakni Sambal Merah Bangah, yang diproduksi sejak 2023.
Tak hanya para petani pria, kaum ibu pun ikut ambil peran. “Ada 10 ibu-ibu aktif dari kelompok wanita tani yang terlibat dalam produksi sambal. Kami juga membuka kesempatan bagi generasi muda desa untuk bergabung. Semakin banyak yang terlibat, semakin besar pula dampak ekonomi untuk desa,” ungkap Nyoman.
Strategi 4K Jadi Fokus Bank Indonesia dalam GNPIP
Langkah BI di Baturiti merupakan bagian dari program besar Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) 2025 yang mencakup wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Balinusra). Dalam kegiatan GNPIP bertema “Sinergi dan Inovasi Peningkatan Produksi dan Penguatan Ketahanan Pangan Guna Mendukung Asta Cita Nasional serta Pengendalian Inflasi di Wilayah Balinusra” yang digelar Jumat (23/5/2025), Deputi Gubernur Bank Indonesia Aida S. Budiman menekankan pentingnya sinergi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID) dengan sektor riil, khususnya pertanian.
“Bank Indonesia mendukung penuh sinergi dan inovasi TPIP-TPID untuk menjaga kestabilan harga, terutama sektor pangan. Program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) juga sangat potensial untuk menjadi instrumen pengendali inflasi ke depan,” ujar Aida.
Menurut Aida, kebutuhan pangan di Bali sebagai destinasi wisata utama nasional tergolong tinggi. Karena itu, pengendalian harga pangan terutama pada kelompok volatile food seperti cabai menjadi prioritas. Untuk itu, BI menerapkan strategi 4K, yakni keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, ketersediaan pasokan, dan komunikasi efektif.
“Sekarang, Pemerintah Provinsi Bali dan BI telah menghubungkan komoditas pangan dengan sektor pariwisata melalui gerakan Bangga Produk Lokal. Sinergi ini memastikan hasil produksi petani terserap dan sektor hulu pertanian tetap terjaga,” tambah Aida.
Bibit Lokal Berkualitas Jadi Solusi
Deputi Kepala Perwakilan BI Bali dari Grup Perumusan dan Implementasi KEKDA, Butet Linda Panjaitan, turut menyoroti pentingnya penguatan sektor hulu melalui ketersediaan bibit cabai lokal yang berkualitas. Menurut Butet, selama ini bibit unggul kerap harus didatangkan dari luar kabupaten atau bahkan luar pulau, yang membuat petani kesulitan dalam menjaga keberlanjutan produksi.
"Harapan kami dengan memberikan greenhouse ke KTT Mekar Nadi Sari, mereka bisa menjadi lebih mandiri dalam produksi benih. Jika kebutuhan bibit bisa dipenuhi dari lokal, maka petani tidak tergantung lagi pada pasokan luar, dan harga pun bisa lebih stabil," tutur Butet.
Butet menambahkan, pendekatan hulu ini tidak hanya berdampak pada pengendalian harga tetapi juga pada peningkatan ekonomi lokal. Ketika kelompok tani bisa mandiri dalam pengadaan bibit dan distribusi hasil panen, mereka akan mampu menjaga keberlangsungan produksi dan kesejahteraan anggota secara berkelanjutan.
Inflasi Bali Tetap Terkendali
Upaya Bank Indonesia membuahkan hasil. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, tingkat inflasi Bali pada April 2025 tercatat sebesar 0,73% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 2,30% secara tahunan (year-on-year/yoy), yang menunjukkan kondisi inflasi masih dalam kategori terkendali.
Hal ini tak lepas dari optimalisasi distribusi pangan, peningkatan kapasitas produksi petani, serta efektivitas program pengendalian inflasi berbasis komunitas. Desa Baturiti kini menjadi salah satu model daerah yang berhasil menerapkan pendekatan hulu-dan-hilir dalam pengendalian harga pangan.
Program pemberdayaan petani seperti yang dilakukan oleh BI bersama KTT Mekar Nadi Sari menjadi bukti bahwa sinergi antara kebijakan moneter dan pembangunan ekonomi lokal sangat mungkin dilakukan. Dengan bantuan teknologi, pelatihan, serta integrasi ke sektor industri kreatif seperti pengolahan makanan, petani tidak hanya berperan sebagai produsen, tapi juga sebagai penggerak roda ekonomi desa.
Inisiatif ini menjadi cerminan bahwa pengendalian inflasi tidak selalu bergantung pada instrumen makroekonomi semata, tetapi juga pada upaya mikro yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
“Kalau desa bisa mandiri dalam pangan, maka inflasi akan lebih mudah dikendalikan. Dan kalau petani sejahtera, ekonomi desa pun akan tumbuh secara berkelanjutan,” pungkas Nyoman Sudiyasa dengan penuh harap.