JAKARTA - Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5% pada 2026 dan meningkat menjadi 5,2% pada 2027.
Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan target pertumbuhan yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026, yakni 5,4%.
Dalam laporan bertajuk Fondasi Digital untuk Pertumbuhan edisi Desember 2025, Bank Dunia menekankan bahwa meski proyeksi pertumbuhan relatif moderat, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan ketahanan menghadapi berbagai risiko global maupun domestik. “Perekonomian Indonesia diperkirakan akan tetap tangguh dengan profil risiko yang berimbang,” tulis laporan tersebut.
Investasi Jadi Motor Penggerak Pertumbuhan
Bank Dunia menilai, pertumbuhan ekonomi pada 2026-2027 akan didukung oleh peningkatan investasi secara bertahap. Dukungan tersebut berasal dari berbagai sumber, termasuk investasi negara melalui Danantara, kebijakan moneter yang lebih longgar untuk mendorong kredit sektor swasta, serta Penanaman Modal Asing (PMA). Kombinasi faktor ini diyakini dapat menopang laju ekonomi, meskipun masih di bawah target pemerintah.
Menurut laporan, peran investasi asing sangat strategis dalam memperkuat kapasitas produksi dan teknologi di sejumlah sektor. Hal ini sekaligus memberikan sinyal positif bagi keberlanjutan ekonomi nasional, terutama di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Konsumsi Swasta Masih Tumbuh, Tapi Lebih Lambat
Selain investasi, konsumsi swasta juga menjadi faktor penopang pertumbuhan. Kondisi inflasi yang relatif rendah dan stimulus fiskal diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, kontribusi sektor konsumsi terhadap pertumbuhan keseluruhan diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Bank Dunia menyoroti bahwa penurunan pendapatan masyarakat, khususnya kelas menengah, menjadi faktor utama melambatnya konsumsi. Hal ini berpotensi membatasi pertumbuhan ekonomi yang sangat bergantung pada belanja domestik.
Inflasi Diperkirakan Terkendali, Tantangan Masih Ada
Bank Dunia memproyeksikan inflasi Indonesia tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia, yakni 2,5% ±1%. Namun, volatilitas harga pangan dan energi tetap menjadi tantangan utama yang perlu diwaspadai.
Risiko sisi bawah (downside risk) meliputi penurunan lebih lanjut upah riil, ketegangan perdagangan global, serta potensi pembalikan kondisi keuangan eksternal yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks domestik, realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari perkiraan juga berpotensi membatasi belanja pemerintah dan menekan kepatuhan terhadap aturan fiskal.
Upside Risk Berpotensi Dukung Pertumbuhan Lebih Cepat
Meski terdapat risiko, Bank Dunia juga mengidentifikasi peluang pertumbuhan lebih tinggi (upside risk). Permintaan yang meningkat dari mitra dagang utama Indonesia dan percepatan implementasi reformasi deregulasi di bidang bisnis, perdagangan, dan investasi bisa menjadi katalis positif bagi ekonomi nasional.
Reformasi yang tengah berjalan bertujuan mempermudah proses investasi dan mempercepat pertumbuhan sektor produktif. Jika diikuti oleh perbaikan infrastruktur dan digitalisasi ekonomi, potensi pertumbuhan jangka menengah bisa melampaui proyeksi saat ini.
Profil Risiko Ekonomi Tetap Seimbang
Menurut Bank Dunia, kombinasi risiko sisi atas dan sisi bawah menghasilkan profil risiko yang relatif seimbang. Artinya, meskipun ada tantangan, prospek ekonomi Indonesia tetap stabil, didukung oleh fondasi ekonomi yang solid, termasuk cadangan devisa yang memadai, stabilitas sistem perbankan, dan pertumbuhan investasi sektor swasta yang konsisten.
Laporan tersebut menekankan pentingnya menjaga kestabilan fiskal, mendukung investasi produktif, serta memperkuat daya beli masyarakat agar pertumbuhan ekonomi dapat tercapai sesuai harapan. Pemerintah juga disarankan untuk terus mendorong reformasi struktural, terutama dalam meningkatkan efisiensi birokrasi, pengelolaan sumber daya, dan digitalisasi sektor publik.
Ekonomi Indonesia Tetap Tangguh di Tengah Tantangan Global
Secara keseluruhan, Bank Dunia menegaskan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit di bawah target APBN, fundamental ekonomi tetap kuat. Investasi, konsumsi, inflasi terkendali, serta peluang reformasi ekonomi menjadi faktor penopang pertumbuhan.
Ekonomi Indonesia diperkirakan tetap tangguh menghadapi risiko global maupun domestik, dengan peluang upside yang bisa mendorong pertumbuhan lebih tinggi jika berbagai reformasi berhasil diimplementasikan.
Dengan demikian, meskipun target APBN 2026 belum sepenuhnya tercapai, perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang positif dan memberikan optimisme bagi pemangku kepentingan untuk terus mendorong investasi dan konsumsi yang produktif.