JAKARTA - Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera tidak hanya berdampak pada permukiman warga, tetapi juga mengancam keberadaan warisan sejarah dan kebudayaan.
Sejumlah bangunan bersejarah, tempat ibadah, hingga museum dilaporkan mengalami kerusakan akibat genangan air dan material longsor. Kondisi ini menjadi perhatian serius Kementerian Kebudayaan yang mulai melakukan pendataan serta menyiapkan langkah pemulihan.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan bahwa hingga saat ini pihaknya telah mencatat lebih dari empat puluh cagar budaya yang terdampak bencana di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Data tersebut masih bersifat sementara dan berpotensi bertambah seiring berjalannya proses pendataan di lapangan.
Menurut Fadli, dampak banjir dan longsor terhadap cagar budaya tidak bisa dianggap sepele. Bangunan-bangunan tersebut tidak hanya memiliki nilai fisik, tetapi juga menyimpan sejarah panjang dan identitas budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, upaya pemulihan memerlukan perhatian khusus serta penanganan yang terencana.
Pendataan Cagar Budaya Terdampak Bencana
Kementerian Kebudayaan telah melakukan pendataan awal terhadap berbagai cagar budaya yang terdampak bencana alam di wilayah Sumatera. Pendataan tersebut mencakup cagar budaya dengan status tingkat kabupaten dan kota, tingkat provinsi, hingga yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional.
“Pada tahap awal kemarin yang baru kita data itu 43. Ya, baik berupa cagar budaya tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun yang sudah tingkat nasional. Ada masjid, gereja, makam-makam, dan juga museum,” ujar Fadli.
Ia menjelaskan bahwa objek yang terdampak cukup beragam, mulai dari tempat peribadatan hingga situs sejarah yang selama ini menjadi rujukan pelestarian budaya. Selain museum, terdapat pula makam-makam bersejarah yang ikut terendam atau terdampak longsor akibat curah hujan tinggi.
Jumlah Berpotensi Bertambah
Fadli mengungkapkan bahwa angka cagar budaya terdampak diperkirakan akan terus bertambah. Proses pendataan masih berlangsung, terutama di wilayah yang aksesnya sempat terhambat akibat kondisi bencana.
“Nah, jadi sejauh ini ternyata bertambah. Jadi bukannya hanya 43, kemungkinan ada puluhan. Ini kami terus mencatat,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa Kementerian Kebudayaan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pihak terkait untuk memastikan seluruh cagar budaya yang terdampak dapat terdata dengan baik. Pendataan ini menjadi dasar penting dalam menentukan langkah rehabilitasi dan alokasi anggaran pemulihan.
Anggaran Pemulihan Sudah Disiapkan
Sebagai langkah awal, Kementerian Kebudayaan telah menyiapkan anggaran untuk memperbaiki cagar budaya yang mengalami kerusakan. Menurut Fadli, perbaikan akan dilakukan setelah masa tanggap darurat dan mitigasi bencana dinyatakan selesai.
“Ya, misalnya kalau dia tergenang, kalau dia rusak, kita sudah siapkan. Tinggal menunggu masa mitigasi bencana ini selesai,” kata Fadli.
Ia menjelaskan bahwa proses pemulihan cagar budaya memerlukan kehati-hatian agar tidak menghilangkan nilai historis dan keaslian bangunan. Oleh karena itu, setiap perbaikan akan disesuaikan dengan karakter masing-masing situs budaya.
Bantuan untuk Warga dan Pelaku Budaya
Selain fokus pada pemulihan cagar budaya, Kementerian Kebudayaan juga turut menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat yang terdampak banjir. Bantuan tersebut berupa kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian bagi warga di wilayah terdampak.
Fadli menyebutkan bahwa pihaknya telah berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp1,5 miliar yang akan disalurkan kepada korban banjir. Dana tersebut berasal dari berbagai sumber dan diperuntukkan bagi kebutuhan mendesak masyarakat.
“Tahap selanjutnya untuk rehabilitasi tentu terkait tupoksi dari Kementerian Kebudayaan adalah cagar budaya dan museum yang terkena dampak, termasuk pelaku-pelaku budaya dan juga juru pelihara kita,” ujar Fadli.
Menurutnya, pelaku budaya dan juru pelihara memiliki peran penting dalam menjaga dan merawat situs budaya. Oleh sebab itu, perhatian terhadap kesejahteraan mereka juga menjadi bagian dari upaya pemulihan pascabencana.
Komitmen Pelestarian Warisan Budaya
Fadli menegaskan bahwa pelestarian cagar budaya merupakan tanggung jawab bersama, terutama di tengah situasi bencana alam yang kian sering terjadi. Ia menilai bahwa perlindungan terhadap warisan budaya harus menjadi bagian dari strategi mitigasi bencana ke depan.
Dengan adanya anggaran yang telah disiapkan, Kementerian Kebudayaan berkomitmen memastikan bahwa proses rehabilitasi dapat berjalan sesuai dengan ketentuan dan standar pelestarian. Setiap tahapan akan dilakukan secara bertahap dan terukur agar hasilnya maksimal.
Upaya ini diharapkan tidak hanya memulihkan kondisi fisik cagar budaya, tetapi juga menjaga nilai sejarah dan identitas budaya yang melekat di dalamnya. Bagi masyarakat setempat, keberadaan cagar budaya bukan sekadar bangunan, melainkan bagian dari kehidupan dan sejarah panjang daerah.
Kementerian Kebudayaan akan terus melakukan pemantauan serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan kerja sama yang solid, pemulihan cagar budaya terdampak banjir dan longsor di Sumatera diharapkan dapat berjalan optimal dan berkelanjutan.