JAKARTA - Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi selama tiga hari perdagangan berturut-turut di akhir Mei 2025, namun sepanjang bulan Mei, IHSG mencatatkan kinerja positif dengan kenaikan signifikan mencapai 6,04%. Pencapaian ini melampaui pertumbuhan indeks pada bulan-bulan sebelumnya, yaitu Maret yang tumbuh 3,83% dan April 3,93%.
Kenaikan IHSG selama Mei menjadi kabar menggembirakan bagi investor di tengah situasi pasar global yang penuh ketidakpastian dan gejolak ekonomi dunia. Kinerja positif ini tidak lepas dari kombinasi sentimen domestik dan global yang berhasil menopang pasar saham Indonesia.
Sentimen Domestik yang Mendorong Kinerja IHSG
Salah satu faktor pendorong utama kenaikan IHSG pada Mei 2025 adalah keputusan Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 20-21 Mei 2025. Dalam rapat tersebut, BI menurunkan suku bunga acuan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50%, serta menurunkan suku bunga fasilitas deposit dan lending facility masing-masing sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% dan 6,25%.
Kebijakan ini dilakukan dengan mempertimbangkan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang diperkirakan rendah dan terkendali, yakni dalam rentang sasaran 2,5±1%. Selain itu, langkah ini bertujuan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Seorang analis pasar modal, Andi Prasetyo, menyatakan, “Penurunan suku bunga BI yang moderat ini memberikan sinyal positif bagi pasar saham. Hal ini tidak hanya mengurangi beban pembiayaan bagi pelaku usaha, tetapi juga memperkuat sentimen investor yang berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid.”
Dampak Positif Perkembangan Global
Selain faktor domestik, perkembangan positif dari pasar global turut memberikan kontribusi penting terhadap penguatan IHSG pada Mei. Awal bulan ini, Amerika Serikat (AS) dan China sepakat melakukan pemangkasan tarif impor sementara selama 90 hari setelah pertemuan delegasi kedua negara di Jenewa, Swiss.
Dalam kesepakatan tersebut, tarif impor produk AS yang masuk ke China dipotong menjadi 10% dari sebelumnya 125%. Sementara, tarif barang-barang China ke AS diturunkan menjadi 30% dari sebelumnya 145%. Kesepakatan ini meredakan ketegangan perdagangan yang selama ini membebani pasar global.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump memutuskan menunda rencana percepatan penerapan tarif impor sebesar 50% terhadap barang-barang Uni Eropa, setelah mendapat permintaan langsung dari Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Trump mengumumkan bahwa tenggat waktu pembicaraan dagang diperpanjang hingga 9 Juli 2025, menambah optimisme pasar.
“Langkah diplomasi perdagangan ini sangat membantu menurunkan ketidakpastian pasar global dan memberi ruang bagi ekonomi dunia untuk bernafas lebih lega,” ujar ekonom senior Rahmat Hidayat. “Pasar saham Indonesia merespons positif dengan peningkatan likuiditas dan harga saham.”
Daftar 10 Penguasa Saham dengan Kinerja Terbaik Mei 2025
Di tengah sentimen positif tersebut, sejumlah saham perusahaan tercatat mencatatkan keuntungan luar biasa selama Mei 2025. Berikut 10 saham dengan return harga terbaik selama satu bulan terakhir berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI):
Perusahaan | Simbol | Kenaikan Harga 1 Bulan (%) | Kapitalisasi Pasar (Miliar Rp) |
---|---|---|---|
PT Tourindo Guide Indonesia Tbk | PGJO | 294,40% | 728,21 |
PT Wahana Interfood Nusantara Tbk | COCO | 247,06% | 210,01 |
PT Informasi Teknologi Indonesia Tbk | JATI | 224,00% | 528,53 |
PT PAM Mineral Tbk | NICL | 192,71% | 14.943,08 |
PT Agro Bahari Nusantara Tbk | UDNG | 174,36% | 936,27 |
PT Meta Epsi Tbk | MTPS | 154,55% | 58,38 |
PT Platinum Wahab Nusantara Tbk | TGUK | 144,64% | 420,79 |
PT Tourindo Guide Indonesia Tbk (PGJO) menjadi juara dengan lonjakan harga saham sebesar 294,40%, diikuti oleh PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) dengan kenaikan 247,06%. Saham-saham lain juga menunjukkan performa yang impresif di atas 140%, memberikan gambaran bahwa sektor-sektor tertentu mampu bertahan dan bahkan tumbuh di tengah ketidakpastian global.
Faktor Pendukung Kinerja Saham Unggulan
Kenaikan saham unggulan ini didorong oleh beberapa faktor, mulai dari fundamental perusahaan yang membaik, prospek bisnis yang cerah, hingga sentimen positif dari pergerakan ekonomi domestik dan global. Saham PT PAM Mineral Tbk (NICL), misalnya, memiliki kapitalisasi pasar terbesar di antara penguasa bursa saham dengan nilai Rp 14,943 triliun dan mencatat kenaikan harga hampir 193%.
Seorang manajer investasi di Jakarta, Sari Dewi, mengungkapkan, “Investor saat ini sangat selektif, namun mereka juga agresif dalam memilih saham dengan potensi pertumbuhan jangka panjang. Saham-saham yang mampu beradaptasi dengan dinamika pasar global seperti NICL dan UDNG menjadi favorit investor institusi dan ritel.”
Prospek Bursa Saham Indonesia
Dengan hasil positif yang ditunjukkan IHSG selama Mei 2025, para pelaku pasar menantikan momentum serupa di bulan-bulan berikutnya. Bank Indonesia diperkirakan akan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan dan stabilitas, sementara perundingan dagang global yang kondusif akan memperkuat kepercayaan pasar.
“Pasar saham Indonesia menunjukkan ketahanan luar biasa di tengah berbagai tantangan eksternal,” kata ekonom senior Rahmat Hidayat. “Asal kebijakan dalam negeri tetap kondusif dan hubungan dagang global stabil, IHSG berpeluang melanjutkan tren positifnya.”
Namun, para investor diingatkan untuk tetap waspada terhadap potensi risiko seperti inflasi global, ketegangan geopolitik, dan dinamika pasar komoditas yang masih bergejolak.
Kinerja IHSG di Mei 2025 yang tumbuh 6,04% merupakan indikasi optimisme pasar saham Indonesia meski menghadapi koreksi di akhir bulan. Penurunan suku bunga Bank Indonesia dan kemajuan dalam perundingan perdagangan global menjadi faktor utama penggerak kenaikan indeks dan harga saham unggulan.
Daftar 10 saham dengan return tertinggi memperlihatkan sektor-sektor tertentu mampu berprestasi di tengah ketidakpastian dunia. Ini memberikan peluang investasi yang menarik sekaligus sinyal positif bagi pertumbuhan pasar modal domestik.
Investor disarankan untuk terus memantau perkembangan kebijakan ekonomi serta kondisi pasar global agar dapat memanfaatkan peluang dengan tepat dan mengelola risiko secara optimal.