Transportasi

Malaysia Terapkan Biodiesel B20 untuk Transportasi Bandara, Indonesia Sudah Jalankan B40: Siapa Lebih Siap Menuju Nol Emisi 2050

Malaysia Terapkan Biodiesel B20 untuk Transportasi Bandara, Indonesia Sudah Jalankan B40: Siapa Lebih Siap Menuju Nol Emisi 2050
Malaysia Terapkan Biodiesel B20 untuk Transportasi Bandara, Indonesia Sudah Jalankan B40: Siapa Lebih Siap Menuju Nol Emisi 2050

JAKARTA - Malaysia mengambil langkah signifikan dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasinya dengan menerapkan biodiesel B20 untuk kendaraan darat di bandara internasional. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang Negeri Jiran dalam mencapai target emisi karbon nol bersih (net zero emissions) pada tahun 2050. Sementara itu, Indonesia telah lebih dulu meluncurkan program mandatori biodiesel B40 secara nasional, bahkan tengah mengkaji penerapan B50.

Langkah agresif Malaysia ini mendapat sorotan dari komunitas internasional, terutama karena negara tersebut adalah salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, bersama Indonesia. Peningkatan bauran biodiesel berbasis kelapa sawit dianggap sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan.

Malaysia Tingkatkan Campuran Biodiesel dari B10 ke B20

Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Johari Abdul Ghani, mengungkapkan bahwa proyek percontohan penggunaan biodiesel B20 telah dimulai di transportasi darat bandara. Mandat biodiesel nasional Malaysia saat ini adalah B10, yang berarti bahan bakar diesel dicampur dengan 10% biodiesel berbasis kelapa sawit. Namun, wilayah-wilayah seperti Labuan, Langkawi, dan sebagian besar Sarawak (kecuali Bintulu) telah mengimplementasikan B20.

“Jika proyek percontohan ini berhasil, kami akan meluncurkannya ke sektor lain karena ini adalah salah satu inisiatif negara dan komitmen kami untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2050,” ujar Johari seperti dikutip dari Reuters, Kamis (30/5).

Langkah ini diyakini dapat menjadi batu loncatan penting dalam menurunkan jejak karbon sektor transportasi, sekaligus mendukung industri sawit domestik yang menjadi andalan ekspor Malaysia.

Proyek Percontohan Biodiesel di Pelabuhan-Pelabuhan Strategis

Tidak hanya di bandara, Malaysia juga mulai menerapkan penggunaan biodiesel di pelabuhan-pelabuhan utama sebagai bagian dari proyek percontohan. Ketua Dewan Minyak Sawit Malaysia (Malaysian Palm Oil Board/MPOB), Mohamad Helmy Othman Basha, mengungkapkan bahwa beberapa pelabuhan seperti Pelabuhan Klang Utara, Pelabuhan Tanjung Pelepas, Pelabuhan Johor, dan Pelabuhan Kuching telah memulai penggunaan biodiesel sawit.

Menurut Helmy, inisiatif ini bukan hanya soal keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menyangkut pemberdayaan ekonomi lokal.

"Pemanfaatan biodiesel sawit tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga memberdayakan petani kelapa sawit kecil dan masyarakat lokal yang terlibat dalam industri tersebut," jelasnya.

Helmy menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan bukti bahwa pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan. “Ini adalah bukti bahwa pembangunan berkelanjutan dan ekonomi dapat berjalan beriringan, menguntungkan masyarakat dan lingkungan secara bersamaan,” tegasnya.

Indonesia Sudah Lebih Maju: Mandatori Biodiesel B40

Di tengah langkah Malaysia yang baru memulai proyek percontohan B20, Indonesia telah selangkah lebih maju. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi mengimplementasikan program mandatori B40 secara nasional sejak awal 2024. Artinya, seluruh bahan bakar diesel di Indonesia telah dicampur dengan 40% biodiesel berbasis minyak kelapa sawit.

Program B40 tidak hanya menjadi kebijakan energi nasional, tetapi juga bagian dari strategi jangka panjang Indonesia dalam memperkuat ketahanan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Bahkan, Indonesia sedang mengkaji kemungkinan penerapan biodiesel B50, seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dari sektor industri bioenergi.

Komparasi Dua Negara Produsen Sawit Terbesar Dunia

Sebagai dua negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, langkah-langkah yang diambil oleh Indonesia dan Malaysia dalam memanfaatkan sawit sebagai sumber energi terbarukan memiliki dampak strategis terhadap ekonomi, lingkungan, dan pasar global.

Indonesia yang telah lebih dulu mengimplementasikan B40 menunjukkan kesiapan teknologi, kapasitas industri, serta komitmen kuat dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Di sisi lain, Malaysia tengah mengambil langkah bertahap namun terukur melalui proyek percontohan di sektor transportasi bandara dan pelabuhan.

Secara umum, penggunaan biodiesel berbasis sawit di kedua negara dapat berkontribusi besar terhadap pengurangan emisi karbon global, apalagi jika diadopsi secara luas oleh negara-negara konsumen bahan bakar diesel lainnya.

Tantangan dan Peluang

Namun, transisi energi berbasis biodiesel bukan tanpa tantangan. Di kedua negara, isu keberlanjutan industri kelapa sawit kerap menjadi sorotan. Sertifikasi lingkungan, efisiensi produksi, hingga resistensi dari produsen otomotif masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan agar adopsi biodiesel bisa lebih meluas.

Selain itu, untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang, industri biodiesel diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan diversifikasi produk, termasuk mengembangkan teknologi biofuel generasi kedua seperti green diesel dan bioavtur yang bisa digunakan di sektor penerbangan.

Dari sisi peluang, kebijakan peningkatan bauran biodiesel membuka ruang bagi penguatan ekonomi lokal, khususnya melalui peningkatan kesejahteraan petani sawit rakyat. Dengan permintaan biodiesel yang terus meningkat, petani kecil dapat merasakan dampak positif berupa kenaikan harga tandan buah segar (TBS) dan stabilitas pasar sawit.

Dukungan Global dan Isu Perdagangan

Langkah Malaysia dan Indonesia dalam memperluas pemanfaatan biodiesel juga menjadi strategi menghadapi tekanan perdagangan dari Uni Eropa yang kerap mengkritisi sektor sawit atas isu deforestasi. Dengan mengalihkan lebih banyak sawit ke pasar domestik melalui program energi bersih, kedua negara dapat mengurangi ketergantungan ekspor sekaligus memperkuat posisi tawar di forum perdagangan global.

“Pemanfaatan biodiesel berbasis sawit adalah bentuk inovasi energi sekaligus solusi atas tekanan global terhadap ekspor sawit kita,” ujar seorang analis energi terbarukan di Jakarta.

Menuju Masa Depan Energi Bersih Asia Tenggara

Implementasi biodiesel B20 oleh Malaysia dan keberhasilan Indonesia menjalankan B40 menunjukkan bahwa Asia Tenggara bisa menjadi pelopor dalam transisi energi berbasis sumber daya lokal. Dengan kombinasi kebijakan yang tepat, dukungan industri, serta partisipasi masyarakat, target emisi nol bersih 2050 bukanlah mimpi belaka.

Ke depan, sinergi antara negara-negara produsen sawit dalam mengembangkan bioenergi berkelanjutan akan menjadi kunci untuk menciptakan sistem energi yang tangguh, ramah lingkungan, dan inklusif. Dalam konteks ini, apa yang dilakukan Malaysia dan Indonesia saat ini akan menentukan arah masa depan energi Asia Tenggara dan dunia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index