JAKARTA — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi mengoperasikan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di dua kota suci, yakni Madinah dan Makkah, untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi jemaah haji asal Indonesia selama penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi.
Pengoperasian KKHI ini menjadi bagian dari strategi Kemenkes dalam memastikan seluruh jemaah asal Tanah Air mendapatkan akses layanan kesehatan komprehensif di Arab Saudi, mengingat mayoritas jemaah termasuk dalam kelompok risiko tinggi (risti).
Klinik Kesehatan Siap Layani Ribuan Jemaah
Menurut data terbaru, hingga 2 Mei 2025, sudah delapan kelompok terbang (kloter) jemaah haji reguler gelombang pertama yang tiba di Tanah Suci. Dari total 3.224 jemaah, sekitar 83,24 persen di antaranya termasuk kategori risiko tinggi, baik karena faktor usia lanjut, penyakit penyerta, maupun keterbatasan mobilitas fisik.
Kepala Bidang Kesehatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kesehatan Tahun 1446 H/2025 M, Mohammad Imran, menjelaskan bahwa KKHI berfungsi sebagai pusat layanan perawatan dan rujukan kesehatan utama bagi jemaah haji Indonesia di Arab Saudi.
“KKHI difungsikan sebagai tempat perawatan dan rujukan bagi jemaah haji Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan, baik yang dirujuk dari Pos Kesehatan Kloter, Pos Kesehatan Sektor, maupun Pos Kesehatan Bandara,” ungkap Mohammad Imran sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenkes, sehatnegeriku.kemkes.go.id.
Pelayanan Medis Lengkap dan Profesional
KKHI dilengkapi dengan layanan medis yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, dengan prioritas pada pemulihan cepat serta pencegahan komplikasi yang dapat mengganggu ibadah jemaah.
Jenis layanan yang disediakan di KKHI antara lain:
-Unit Gawat Darurat (UGD)
-Layanan rawat inap
-Perawatan intensif di ICU dan HCU
Pelayanan ambulans untuk proses evakuasi dan rujukan
Seluruh pasien yang datang akan melalui prosedur triase, yaitu proses penggolongan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan kondisi. Jemaah dengan keluhan ringan atau sedang akan dirawat di KKHI, sementara pasien dengan kondisi berat dan memerlukan penanganan intensif akan segera dirujuk ke Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) terdekat.
“Jika hasil triase menunjukkan kondisi sedang atau berat, jemaah akan dilakukan tindakan resusitasi dan dirujuk ke RS pemerintah Arab Saudi untuk penanganan lebih lanjut,” jelas Imran.
Selain penanganan medis, KKHI juga menjadi pusat edukasi kesehatan. Para petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada pasien serta jemaah yang menjenguk, agar memahami kondisi kesehatan dan pentingnya menjaga stamina selama menjalani ibadah haji.
Penanganan Psikiatri dan Kebutuhan Obat Tertentu
Salah satu tantangan yang dihadapi tim medis di KKHI adalah penanganan kasus psikiatri pada jemaah, yang memerlukan penggunaan obat-obatan narkotika dan psikotropika. Pada tahun ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Arab Saudi menerapkan regulasi lebih ketat dengan melarang impor langsung obat golongan tersebut.
Sebagai solusi, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Abeer Medical Group di Arab Saudi, yang telah direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan setempat sebagai penyedia resmi obat-obatan jenis ini.
“Untuk penyediaan obat-obatan narkotika dan psikotropika, kami bekerja sama dengan Abeer Medical Group yang menjadi fasilitator resmi dan telah diakui oleh otoritas kesehatan Arab Saudi,” terang Mohammad Imran.
Kerja sama ini menjadi kunci dalam memastikan ketersediaan terapi yang dibutuhkan jemaah, khususnya bagi mereka yang memiliki riwayat gangguan mental, kecemasan tinggi, atau trauma.
Koordinasi dengan PPIH Arab Saudi dan Sektor Terkait
Layanan kesehatan ini juga terintegrasi dengan sistem layanan haji lainnya, seperti Pos Kesehatan Kloter, Pos Sektor, dan Petugas Kesehatan Bandara. Rujukan dilakukan secara berjenjang berdasarkan kondisi pasien, dan seluruh data kesehatan dicatat untuk pemantauan lanjutan.
Selain itu, layanan ambulans juga disiagakan selama 24 jam untuk merespons kondisi gawat darurat, baik di pemondokan, tempat ibadah, maupun area transit.
“Semua layanan ini telah kami siapkan sejak awal, karena kami menyadari pentingnya kesiapsiagaan untuk mencegah terjadinya kasus berat atau kematian selama pelaksanaan ibadah,” lanjut Imran.
Prioritas Bagi Jemaah Risiko Tinggi
Tingginya jumlah jemaah risiko tinggi pada musim haji 2025 menjadi perhatian utama Kemenkes dan PPIH. Mayoritas jemaah adalah lanjut usia, dengan lebih dari 60 persen memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan.
Kemenkes mengimbau seluruh jemaah, terutama yang memiliki risiko tinggi, untuk mematuhi protokol kesehatan, seperti penggunaan masker, mencukupi asupan cairan, dan membatasi aktivitas fisik yang berlebihan selama pelaksanaan ibadah.
Di sisi lain, para petugas medis juga dibekali pelatihan lanjutan untuk menangani pasien dengan pendekatan yang empatik dan sesuai standar internasional.
Komitmen Pemerintah dalam Menjaga Kesehatan Jemaah
Dengan pengoperasian penuh Klinik Kesehatan Haji Indonesia di Madinah dan Makkah, pemerintah menegaskan komitmennya dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah haji, baik dari sisi ibadah maupun perlindungan kesehatan.
Langkah ini juga menunjukkan kesiapan Indonesia dalam memenuhi standar internasional penyelenggaraan ibadah haji, sejalan dengan visi menjadikan haji yang aman, nyaman, dan sehat.